Politik Internasional

Segera Sambut Presiden Xi Jinping, Arab Saudi Bakal Tinggalkan Dominasi AS

Presiden China Xi Jinping beberapa pekan lagi akan berkunjung ke Saudi Arabia. Riyadh akan merekatkan hubungan mereka ke Beijing.

Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Krisna Sumarga
IST
Raja Salman bin Abdulaziz dan Pangeran Mohammed bin Salman 

TRIBUNJOGJA.COM, KAIRO – Presiden China Xi Jinping beberapa pekan lagi akan berkunjung ke Riyadh, Arab Saudi. Kunjungan ini disiapkan secara khusus hampir setahun.

Ahmed Adel, pakar geopolitik dan ekonomi di Kairo, Mesir, menilai persiapan serius itu menunjukkan Riyadh perlahan mengesampingkan kepentingan AS.

Arab Saudi berusaha memikirkan kepentingannya sendiri dan mengambil Langkah pertama menuju de-dolarisasi.

Menurut Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir, penguatan hubungan perdagangan dan keamanan regional akan diprioritaskan selama kunjungan Xi Jinping ke Arab Saudi.

Baca juga: Mengapa Xi Jinping Minta Tentara China Bersiap Hadapi Perang?

Baca juga: Setelah Tolak Joe Biden, Arab Saudi Bersiap Sambut Xi Jinping di Riyadh

Jubeir menekankan pertemuan pemimpin China dan Saudi Arabia adalah alami dan mengingat China adalah mitra dagang terbesar Arab Saudi.

Sumber yang mengetahui organisasi kunjungan Xi menegaskan prosesi telah disiapkan selama satu tahun dan pemimpin China akan tiba pada paruh kedua Desember untuk menghadiri KTT China-Teluk.

Kunjungan Xi Jinping ke Arab Saudi merupakan kelanjutan dari proses yang lebih luas yang dirangsang oleh BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO).

China dan Rusia adalah negara-negara kunci di kedua forum itu. BRICS dan SCO adalah organisasi yang semakin menarik bagi banyak negara.

BRICS yang diinisiasi Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan menawarkan pengembangan dan kerjasama tanpa pemerasan dan tekanan.

Ahmed Adel dalam artikelnya di situs analisis intelijen Southfront.org, Kamis (24/11/2022) mengatakan, Arab Saudi secara fundamental telah mengubah kebijakannya.

Dari yang awalnya tunduk sepenuhnya pada kepentingan AS menjadi sekarang mengutamakan kepentingan nasionalnya sendiri.

Namun ini tidak berarti Saudi akan memutuskan hubungan dengan AS. Ini menjadi perbedaan besar ketika negara itu mengutamakan kepentingannya sendiri dibandingkan saat jadi subordinan Washington.

Riyadh mengejar kerja sama yang jauh lebih baik dan lebih erat dengan China karena ini merupakan kelanjutan dari proses untuk menjadi negara merdeka dan tidak tunduk pada Washington.

Dalam proses ini, pada dasarnya, karena mereka adalah ekonomi yang saling melengkapi.

Menghindari dolar sebagai alat pembayaran adalah rencana yang sepenuhnya logis karena menghilangkan risiko kerusakan besar jika sanksi Amerika dijatuhkan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved