G30S
Suasana Mencekam G30S di Lubang Buaya 57 Tahun Silam, Penemuan Jasad Ahmad Yani dan Pahlawan Lainnya
Tepat 57 tahun silam malam ini, peristiwa G30S 1965 terjadi, 7 Pahlawan Revolusi diculik dan dibunuh dengan keji, ini kronologi penemuan jasad mereka.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM - Lima puluh tujuh tahun silam, tepatnya Kamis, 30 September 1965 malam, hingga 1 Oktober 1965 dini hari, tujuh Jenderal dan Perwira Tinggi diculik dan dibunuh dengan keji.
Mereka yang kemudian diberi gelar Pahlawan Revolusi adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen M.T. Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, dan Lettu Pierre A. Tendean.
Gerakan 30 September (G30S) oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menewaskan tujuh Pahlawan Revolusi menjadi salah satu sejarah paling kelam di Republik Indonesia (RI).
Peristiwa G30S terus dikenang setiap tahun, tepat di hari peringatannya.
Lantas, bagaimana kronologi penemuan jasad Jenderal Ahmad Yani dan para pahlawan lainnya?
Simak kisah mencekam G30S di lubang buaya 57 silam berikut ini, seperti dirangkum Tribunjogja.com dari Kompas.com.
Kronologi penemuan jasad Pahlawan Revolusi di Sumur Tua Lubang Buaya
Kamis, 30 September 1965 - Jumat, 1 Oktober 1965

Semua bermula ketika tujuh perwira TNI Angkatan Darat, termasuk Jenderal Ahmad Yani, dijemput paksa oleh Pasukan Cakrabirawa.
Pasukan Cakrabirawa adalah cikal-bakal Pasukan Pengamanan Presiden sekarang.
Ketujuh perwira TNI AD itu dijemput paksa di rumah kediamannya masing-masing, pada pergantian hari, tengah malam Kamis, 30 September 1965 menjelang dini hari Jumat, 1 Oktober 1965.
Ada yang dibawa paksa oleh Pasukan Cakrabirawa dalam kondisi masih hidup, ada juga yang sudah tak bernyawa akibat berondongan peluru dari Pasukan Cakrabirawa.
Di antara para target penculikan, ada satu orang yang berhasil selamat, yaitu Jenderal A.H. Nasution.
Ia selamat lantaran ajudannya, Lettu Pierre A. Tendean, berkorban untuk dia.
Saat rombongan bersenjata masuk ke dalam rumah dan menanyakan keberadaan A. H. Nasution, Pierre A. Tendean menyebut bahwa dirinyalah Jenderal A. H. Nasution.
Alhasil, Jenderal A. H. Nasution berhasil selamat, dan ajudannya yang dibawa pergi oleh Pasukan Cakrabirawa.
Tujuh target G30S dibawa ke daerah Lubang Buaya, Pondok Gede, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur (saat ini jadi Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur).
Dikutip Kompas.com dari arsip Koran Harian Kompas yang terbit 6 Oktober 1965, sejak terjadi peristiwa penculikan itu terjadi, dilakukan pengejaran intensif pada Jumat, 1 Oktober 1965 subuh.

Berdasarkan informasi yang terkumpul dari masyarakat, tim Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) menerima petunjuk bahwa tujuh Perwira TNI AD dibawa ke daerah Lubang Buaya, Pondok Gede, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Sisi selatan wilayah Lubang Buaya merupakan hutan karet yang biasa digunakan untuk latihan tembak-menembak oleh sekelompok orang dengan ideologi politik asing.
Sebagian anggota tim RPKAD yang ada di lokasi merayap, mendekati sebuah sumur.
Dari kejauhan, mereka melihat ada sejumlah orang bersenjata lengkap yang ada dalam kondisi “combat ready” atau siap tempur.
Jumlah orang bersenjata itu kurang lebih setara dengan kekuatan satu batalyon.
Mengetahui ada orang bersenjata dalam kondisi siap tempur, para anggota RPKAD langsung meyakini bahwa rombongan bersenjata yang ada di depannya merupakan pasukan G30S PKI.
Mereka meyakini hal itu karena tim RPKAD sudah menerima laporan bahwa beberapa jam sebelumnya rombongan bersenjata menggiring tujuh perwira TNI AD ke lokasi tersebut.
Namun, saat mengetahui jumlah pasukan G30S jauh lebih besar dari tim RPKAD yang mendekat ke lokasi sumur, mereka pun kembali merayap menuju pos komando.
Baca juga: PROFIL Letkol Untung, Perwira yang Tidak Beruntung dalam Tragedi G30S, Dijatuhi Hukuman Mati
Baca juga: PROFIL AH Nasution Jendral Bintang Lima Berkarier Moncer yang Lolos dari Tragedi G30S
Sayangnya, saat itu pasukan bersenjata yang diduga pasukan G30S sudah mencium gelagat bahwa ada pihak lain yang tengah mengintai mereka.
Akhirnya, pasukan ini turut berjalan merayap, demi mengetahui seberapa kuat pasukan yang tengah mengancam keberadaan mereka.
Sementara itu, tim RPKAD yang sudah kembali ke posko dan bertemu dengan anggota lainnya, akhirnya memutuskan untuk maju mendekat ke lokasi yang dicurigai.
Tim RPKAD kemudian melakukan kepungan dengan teknik tertentu.
Ternyata, setelah maju mendekat, mereka mendapati bahwa jumlah tim RPK-AD sama besar dengan pasukan bersenjata di Lubang Buaya.
Pasukan bersenjata itu tidak berani menandingi kekuatan RPKAD, sehingga memutuskan untuk menyingkir dan pergi.
Dengan demikian, lokasi Lubang Buaya sudah ada di bawah kekuasaan RPKAD.
Tak lama kemudian, penyelidikan untuk menemukan jasad para perwira TNI AD yang diculik pun dimulai.
Jasad Pahlawan Revolusi ditemukan di dalam sumur tua
Minggu, 3 Oktober 1965 - Senin, 4 Oktober 1965

Jasad tujuh Pahlawan Revolusi berhasil ditemukan di sebuah sumur tua dengan kedalaman 12 meter dan diameter kurang lebih 75 sentimeter (cm).
Kondisi sumur tua itu ditutupi dengan daun-daun, kain warna-warni, batang pisang, dan sampah.
Menurut cerita yang terhimpun, jasad yang ada di tumpukan paling atas adalah Lettu Pierre A. Tendean.
Sementara itu, jasad Jenderal Ahmad Yani ada di tindihan keempat, Brigjen D.I. Panjaitan ada di posisi paling bawah dan M.T. Haryono di atasnya.
Proses pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi dimulai pada Minggu, 3 Oktober 1965. Tim dari Angkatan Laut yang ikut serta membantu mengevakuasi jasad korban.
Namun, karena kendala teknis, pengangkatan jenazah baru dapat dilakukan seluruhnya pada Senin, 4 Oktober 1965.
Ketujuh korban G30S itu kemudian dianugerahi gelar sebagai “Pahlawan Revolusi”.
Menurut Harian Kompas, kondisi jasad Jenderal Ahmad Yani dan kawan-kawan sudah tidak baik.
Hal tersebut menggambarkan ada tindak penganiayaan dan penyiksaan yang dilakukan oleh anggota G30S PKI sebelum akhirnya para Pahlawan Revolusi meninggal dunia.
Ada jasad yang rusak wajahnya, hilang sebagian organ luar tubuhnya, dan lain-lain.
Pemakaman Jenazah Pahlawan Revolusi
Selasa, 5 Oktober 1965
Sehari setelah jasad ditemukan, yakni pada Selasa, 5 Oktober 1965, ketujuh jenazah Pahlawan Revolusi dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Hari itu, bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang ke-20.
Jenderal A. H. Nasution yang berhasil selamat dari penculikan anggota G30S hadir dalam prosesi upacara pemakaman tersebut. (Tribunjogja.com/ANR)
Baca juga: Mengulik Sejarah Kelam G30S PKI 1965, Siapakah Pelaku Sesungguhnya? Ini Kata LIPI dan Buku Sejarah
Baca juga: Sejarah Lubang Buaya G30S 1965, Tempat Pembuangan Jasad 7 Pahlawan Revolusi Indonesia
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Pengambilan Jasad 7 Pahlawan Revolusi di Sumur Lubang Buaya" dan "4 Oktober 1965, 7 Jenazah Pahlawan Revolusi Dievakuasi dari Sumur Lubang Buaya" (Penulis: Luthfia Ayu Azanella; Vina Fadhrotul Mukaromah | Editor : Sari Hardiyanto)