G30 S PKI

PROFIL AH Nasution Jendral Bintang Lima Berkarier Moncer yang Lolos dari Tragedi G30S

Sebenarnya, ada target lain dalam Gerakan 30 September 1965 ini, yaitu AH Nasution, seorang jenderal Angkatan Darat (AD). Kendati begitu, dia selamat

Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Rina Eviana
kompas.com
PROFIL AH Nasution Jendral Bintang Lima Berkarier Moncer yang Lolos dari Tragedi Gerakan 30 September (G30S) 

Kabar ini pun terdengar sampai ke markas TKR di Yogyakarta. Kemudian, diadakanlah sebauh pertemuan untuk mengatasi peristiwa ini.

Soedirman sendiri ingin menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa ada kekerasan.

Ia pun mengirim Letnan Kolonel Soeharto untuk menegosiasikan kesepakatan bersama Amir dan Musso.

Setelah selesai, Soeharto melapor kepada Soedirman dan AH Nasution bahwa kondisi saat itu sudah terbilang aman.

Namun, Nasution masih merasa curiga, sementara saat itu Soedirman sedang sakit.

Alhasil, ia memutuskan untuk mengambil tindakan keras dengan mengirim pasukan untuk menumpas pemberontakan di Madiun, Jawa Timur.

Akhirnya, tanggal 30 September, pasukan Divisi Siliwangi berhasil merebut kembali Madiun.

Pada 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.

Abdul Haris Nasution kemudian diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Baca juga: Profil Ade Irma Suryani, Putri Jenderal AH Nasution yang Tertembak Dalam Peristiwa G30S

Ketika menjabat KSAD, Nasution bersama TB Simatupang, Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia, bermaksud mengadakan restrukturisasi dan reorganisasi angkatan bersenjata.

Rencana tersebut kemudian menimbulkan perpecahan di tubuh angkatan bersenjata.

Nasution dan Simatupang didukung Perdana Menteri Wilopo dan Menteri Pertahanan Hamengkubuwono IX.

Para Penentang restrukturisasi dan reorganisasi mencari dukungan dari partai-partai oposisi di parlemen.

Pasukan Nasution dan Simatupang mengelilingi Istana Kepresidenan dan mengarahkan moncong meriam ke Istana dengan permintaan agar Soekarno membubarkan DPR.

Lalu Soekarno keluar dari Istana Kepresidenan dan meyakinkan baik tentara dan warga sipil untuk pulang serta AH Nasution dan Simatupang telah dikalahkan.

Nasution dan Simatupang kemudian diperiksa oleh Jaksa Agung Suprapto. Pada Desember 1952, mereka berdua kehilangan posisi di ABRI dan diberhentikan dari ikatan dinas.

4. Menjadi Penulis Buku

Ketika bukan lagi KSAD, Nasution menuangkan pengalamannya ktika memimpin Divisi Siliwangi dalam tuangan tinta di atas kertas.

Nasution menuliskan gagasan dan metodenya mengenai taktik perang gerilya atau Guerrilla Warfare yang diartikan sebagai bentuk perang rakyat dalam melawan penjajah.

Nasution diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan

Pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan dekret yang menyatakan bahwa Indonesia sekarang akan kembali ke UUD 1945 yang asli.

Ahmad Haris Nasution diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan di Kabinet Soekarno dan Ia tetap memegang jabatan sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.

Pada Juli 1962, Soekarno mereorganisasi struktur.

Kepala cabang Angkatan Bersenjata akan ditingkatkan dari kepala staf menjadi panglima, Soekarno sebagai Panglima Tertinggi ABRI dan Nasution ditunjuk sebagai kepala staf ABRI.

5. Upaya penculikan

Pahlawan Revolusi yang menjadi korban Peristiwa G30S pada 1965
Pahlawan Revolusi yang menjadi korban Peristiwa G30S pada 1965 (Kemdikbud)

Pada 1 Oktober 1965, terjadi peristiwa penculikan tujuh perwira Angkatan Darat yang disebut sebagai Gerakan 30 September atau G30S.

Nasution pun menjadi salah satu target untuk diculik oleh para pelaku yang juga tentara.

Tokoh yang bertugas memimpin pasukan penangkapan Nasution adalah Letnan Doel Arief dan timnya yang terdiri dari empat truk dan dua mobil.

Pukul 04.00 pagi, mereka berusaha masuk ke kediaman rumah Nasution secara diam-diam.

Sekitar 15 tentara dikirim masuk ke dalam rumah. Mereka mengira Nasution pasti sudah terlelap.

Namun, ternyata ia masih terjaga bersama istrinya. AH Nasution sendiri tidak mendengar ada suara apapun.

Sementara istrinya mengatakan bahwa ia mendengar ada suara pintu yang dibuka paksa.

Istri Nasution pun segera bangun untuk memeriksa.

Begitu ia membuka pintu kamar, ia melihat tentara Cakrabirawa sudah berdiri di sana dan mengarahkan senjata siap menembak.

Otomatis sang istri langsung menutup pintu sembari berteriak. Nasution pun langsung mencoba melarikan diri bersama sang istri melalui pintu lain dan menyusuri koridor pintu samping rumahnya.

Selama Nasution berusaha menyelamatkan diri, beberapa peluru sudah ditembakkan.

Baca juga: Mengenang Kembali 10 Pahlawan Revolusi yang Gugur Dalam Gerakan 30 September 1965

Alhasil, seluruh penghuni rumah ikut terbangun dan ketakutan mendengar suara tembakan tersebut. Ibu dan adik Nasution, Mardiah, yang juga tinggal di dalam rumah tersebut langsung berlari ke kamar tidur Nasution.

Mardiah berlari dengan membawa putri Nasution yang masih berusia lima tahun bernama Irna.

Keduanya mencoba untuk bersembunyi di sebuah tempat yang aman, tetapi saat sedang berlari seorang kopral dari penjaga istana melepaskan tembakan ke arahnya.

Irma pun terkena tembak sebanyak 3 kali di bagian punggungnya.

Lima hari kemudian, Irma dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit.

Sementara itu, Nasution berhasil lolos dari kejaran para tentara yang hendak menangkapnya.

Nasution langsung bergegas mengambil tindakan untuk mengatasi hal ini.

Hingga pada akhirnya, pukul 06.00 tanggal 2 Oktober 1965, G30S berhasil diatasi.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved