G30 S PKI
PROFIL AH Nasution Jendral Bintang Lima Berkarier Moncer yang Lolos dari Tragedi G30S
Sebenarnya, ada target lain dalam Gerakan 30 September 1965 ini, yaitu AH Nasution, seorang jenderal Angkatan Darat (AD). Kendati begitu, dia selamat
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Rina Eviana
Ketika Perang Dunia II terjadi, Batalion 3 mendapat tugas untuk mempertahankan pelabuhan Tanjung Perak.
Tahun 1945, setelah kekalahan Jepang di Perang Pasifik, dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Nasution kembali bergabung bersama dengan para bekas tentara Pejuang Tanah Air (PETA) yang kemudian mendirikan Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal TNI.
Karier militer Nasution kemudian menanjak.
Di bulan Maret tahun 1946, dia ditunjuk sebagai Panglima Divisi III/Priangan.
Dua bulan berselang, Presiden Soekarno melantiknya sebagai Panglima Divisi Siliwangi dan menjadi salah satu pemimpin pasukan ketika pecah peristiwa di Madiun.
Pada bulan Januari 1948, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda menandatangani Perjanjian Renville, membagi Jawa antara daerah yang dikuasai Belanda dan Indonesia.
Karena wilayah yang diduduki oleh Belanda termasuk Jawa Barat, Nasution dipaksa untuk memimpin Divisi Siliwangi menyeberang ke Jawa Tengah.
3. Memerintah untuk membumihanguskan Bandung
Pada 23 Maret 1946, terjadi peristiwa Bandung Lautan Api yang menjadi wujud nyata pejuang Indonesia melawan Sekutu.
Dalam peristiwa ini, Nasution juga ikut terlibat dengan memerintahkan masyarakat untuk segera mengosongkan Kota Bandung.
Tujuan Kolonel AH Nasution memerintahkan rakyat mengosongkan dan membumihanguskan Kota Bandung adalah agar pasukan Sekutu tidak bisa memanfaatkan fasilitas dan sarana di Kota Bandung.
Pada 23 Maret 1946, pukul 21.00 WIB, gedung pertama yang dibakar adalah Bank Rakyat.
Selanjutnya pembakaran tempat-tempat seperti Banceuy, Cicadas, Braga dan Tegalega, serta asrama Tentara Republik Indonesia (TRI). Meskipun hanya sebagai wakil, Nasution banyak berperan dalam mengambil keputusan, karena saat itu Jenderal Soedirman kerap jatuh sakit.
Salah satu hal yang pernah ia lakukan adalah ketika Peristiwa Madiun terjadi pada September 1948.
Pada waktu itu, Madiun diambil alih oleh mantan Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan Musso dari Partai Komunis Indonesia (PKI).