Berita Sleman
Berjuang Membersihkan Data Kemiskinan
Wakil Bupati Sleman mengajak warga Sleman yang tidak sesuai kriteria untuk tidak memaksa agar diri dan atau keluarganya dimasukkan daftar warga miskin
Oleh
Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa
Masih dalam nuansa kemerdekaan, yang tahun ini mengambil tema bangkit lebih kuat dan pulih lebih cepat, Pemerintah berharap dapat segera bangkit dan pulih dari Pandemi Covid-19.
Salah satunya dalam hal penanggulangan kemiskinan yang meningkat saat pandemi.
Realisasi program, kegiatan dan hasil penanggulangan kemiskinan sekarang telah dijadikan salah satu indikator kinerja pemerintah daerah.
Oleh karena itu masalah data kemiskinan menjadi sangat krusial untuk dicermati.
Saat ini di Kabupaten Sleman dan kabupaten/kota lain terdapat setidaknya tiga data yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan.
Ketiga-tiganya saling berkorelasi dan saling mengisi tetapi sering disalah-pahami.
Ketiga data tersebut adalah data dari Kemensos, data yang disusun oleh Pemkab, dan data dari BPS.
Data dari Kementerian Sosial adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Data tersebut berisi informasi yang sangat rinci dan dijadikan dasar pembagian berbagai macam bantuan sosial.
Data kemiskinan yang dikelola Pemerintah Kabupaten Sleman merupakan data mikro yang bersumber dari verifikasi dan validasi DTKS.
Data tersebut diolah menggunakan sejumlah indikator yang dulu digunakan dalam pendataan kemiskinan secara terpadu.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan data yang secara resmi ditetapkan sebagai data kemiskinan, berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
Data BPS bersifat makro, diperoleh melalui sampel. Oleh karena itu informasi yang diperoleh hanya tentang proporsi (persen) warga miskin di suatu wilayah.
Dari gambaran tiga jenis data kemiskinan itu dapat diketahui bahwa pemerintah kabupaten/kota menghadapi kesulitan besar dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Data dari BPS yang ditetapkan sebagai data resmi tentang besarnya angka kemiskinan suatu daerah, dapat dikatakan berupa gambaran atau bahkan sketsa, tidak menunjukkan siapa dan di mana si miskin.
Sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk langsung mengatasi masalah.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Sleman mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pendataan secara mikro dan menggunakannya sebagai sasaran dalam penanggulangan kemiskinan.
Proses pendataan dilakukan melalui mekanisme musyarawah padukuhan (Musduk) dan musyawarah kalurahan (Muskal).
Di dalam musyawarah itu ditentukan siapa yang layak dikategorikan miskin dan siapa yang tidak.
Hasil Musduk dan Muskal dikompilasi oleh Dinas Sosial.
Data tersebut yang secara resmi disebut sebagai data warga miskin, yakni para warga yang benar-benar tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup layak.
Data itu dijadikan dasar perumusan kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman.
Harapannya semua pihak dapat terlibat dalam musduk dan muskal, khususnya para tokoh masyarakat maupun perangkat dapat melaksanakan kegiatan tersebut secara bersungguh-sungguh.
Dengan demikian bisa diperoleh data yang benar-benar sesuai dengan realita.
Apabila kegiatan Musduk dan Muskel dilaksanakan secara bersungguh-sungguh oleh semua pihak maka dapat dipastikan angka kemiskinan di Kabupaten Sleman akan segera turun.
Tiga kecamatan yang selama ini dijadikan prioritas penanggulangan kemiskinan DIY, bisa segera lepas dari status tersebut.
Saya selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sleman berharap tidak ada lagi warga yang tidak sesuai kriteria tetapi meminta atau memaksa agar diri dan atau keluarganya dimasukkan dalam daftar warga miskin.
Pemerintah Kabupaten Sleman juga mengalokasikan anggaran untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Dana tersebut bisa diakses oleh warga rentan miskin di luar data warga miskin, untuk bantuan biaya kesehatan, biaya pendidikan, maupun pertolongan pada kondisi-kodisi darurat lainnya.
Untuk itu, Mari kita bersama-sama berjuang membersihkan data kemiskinan, MERDEKA!!!! (*)