Berita DI Yogyakarta Hari Ini

Kemendikbud Temukan Bukti Pemaksaan Penggunaan Jilbab pada Siswi SMAN 1 Banguntapan

Satu di antara bukti yang terlihat adalah bagaimana si anak mencurahkan isi hati kepada ibunya tentang situasi di sekolah yang membuat dia tertekan.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ardhike Indah
Irjen Kemendikbud, Chatarina Muliana Girsang ditemui setelah berdiskusi dengan ORI DIY di Jalan Affandi, Caturtunggal, Depok, Sleman, Jumat (5/8/2022) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kasus dugaan pemaksaan penggunaan jilbab kepada siswi di SMAN 1 Banguntapan masih terus diinvestigasi.

Namun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menyatakan pihaknya menemukan unsur pemaksaan pada kasus di Bantul, DI Yogyakarta itu.

Hal tersebut diungkap oleh Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud, Chatarina Muliana Girsang seusai melakukan diskusi dengan Ombudsman RI (ORI) DIY di Kantor Perwakilan ORI DIY di Jalan Affandi, Caturtunggal, Depok, Sleman, Jumat (5/8/2022).

Sebelumnya, pada Rabu (3/8/2022), Chatarina dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti telah mendatangi SMAN 1 Banguntapan , Bantul.

Baca juga: Pernyataan Tegas Sultan HB X soal Kasus di SMAN 1 Banguntapan: Tidak Boleh Paksa Pakai Jilbab

Pertemuan itu berlangsung tertutup. 

Setelahnya, tim juga bertemu dengan pendamping dan orang tua siswa untuk menggali informasi terkait dugaan pemaksaan pemakaian jilbab .

“Jadi, dari bukti yang kami dapat, terlihat ada paksaan. Paksaan itu kan tidak berarti anak dilukai saja atau kekerasan fisik saja, tapi juga kalau dia merasa tidak nyaman, itu sudah masuk ranah paksaan,” kata Catharina.

Ia mengatakan, perasaan tidak nyaman yang dialami siswi ini sudah bisa menjadi bentuk perlakuan kekerasan kepadanya.

Satu di antara bukti yang terlihat adalah bagaimana si anak mencurahkan isi hati kepada ibunya tentang situasi di sekolah yang membuat dia tertekan.

Padahal, kata dia, ada Permendikbud No 82 Tahun 2015 yang mengatur pelarangan kekerasan, apalagi yang berbasis Suku, Agama dan Ras (SARA).

“Temuan kami dan ORI DIY itu sama terkait kasus ini,” jelasnya.

Dia melanjutkan, pihaknya akan menyusun rekomendasi dengan rekan-rekan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemendikbud.

Rekomendasi pertama, seluruh pengaturan seragam sekolah harus berpedoman pada Permendikbud No 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik  Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Rekomendasi kedua, sekolah harus dijauhkan dari sifat kekerasan dan setiap institusi wajib mengelola satuan pendidikannya menjadi tempat belajar yang aman dan nyaman untuk anak.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved