Berita Jogja Hari Ini

Dugaan Pemaksaan Berjilbab di SMAN 1 Banguntapan, Pendamping: Dirundung Sejak Pertama Sekolah

Dia serius itu depresinya. Dia ternyata sudah dirundung sejak pertama kali masuk sekolah tanggal 11 Juli 2022, pertama kali Masa Pengenalan Lingkungan

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
pixabay / StockSnap
Ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Imbas dari dugaan pemaksaan berjilbab kepada seorang siswi, kepala sekolah dan tiga guru di SMAN 1 Banguntapan Bantul dinonaktifkan.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X , Kamis (4/8/2022).

Menanggapi hal itu, pendamping siswi sekaligus Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Saranglidi, Yuliani Putri Sunardi mengatakan kini pihaknya fokus pada pemulihan psikologi anak.

“Dia serius itu depresinya. Dia ternyata sudah dirundung sejak pertama kali masuk sekolah tanggal 11 Juli 2022, pertama kali Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Jadi kami fokus pemulihan dulu, sambil menunggu keputusan,” ujarnya ketika dihubungi Tribun Jogja , Kamis malam.

Baca juga: Cerita Ibu dari Siswi SMAN 1 Banguntapan Bantul yang Diduga Dipaksa Berjilbab: Hanya Air Mata

Baca juga: Dugaan Pemaksaan Berjilbab di SMAN 1 Banguntapan, Komisi D DPRD DIY Bakal Panggil Kepala Sekolah

Keputusan yang dimaksud adalah bagaimana Ombudsman RI (ORI) perwakilan DIY memberikan rekomendasi atas investigasi ke sekolah tersebut.

Juga, bagaimana Badan Kepegawaian Daerah (BKD) bisa menjatuhkan sanksi pada kepala sekolah dan tiga guru tersebut.

“Minggu depan masih harus ke psikolog lagi. Kami dari pendamping juga berupaya membuat dia nyaman. Kalau ada buku cerita yang bagus, kami antar agar dia juga membaca dan bebannya berkurang,” tutur Yuli lagi.

Tidak hanya itu, pendamping juga intens berkomunikasi dengan ibu dan siswi untuk mempersiapkan metode pembelajaran yang tepat demi mengejar ketertinggalan.

“Sampai sekarang belum masuk itu dia, sejak 26 Juli 2022. Asesmen psikolog nya memang belum selesai,” tuturnya lagi.

Yuli menjelaskan, adanya penonaktifan itu juga menjadi salah satu langkah tepat yang dilakukan pemerintah.

Maka, orang-orang yang terlibat dengan kasus dugaan pemaksaan berjilbab ini bisa fokus mengikuti perkembangan investigasi.

“Ini efek jera juga untuk mereka dan sekolah lain. Jangan sampai ada lagi pemaksaan seperti ini. Aturannya sudah jelas kan tentang seragam. Ini warning untuk semuanya,” bebernya.

Baca juga: Ini Alasan Disdikpora DIY Menonaktifkan Kepala Sekolah dan Tiga Guru di SMAN 1 Banguntapan Bantul

Baca juga: Soal Dugaan Pemaksaan Berjilbab, Sri Sultan HB X : Kepala Sekolah dan 3 Guru Dinonaktifkan Sementara

Ia juga mengapresiasi gerak cepat dan perhatian Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X terhadap kasus dugaan pemaksaan berjilbab ini.

Dikatakannya, dengan keputusan Sri Sultan Hamengku Buwono X , setidaknya beban anak bisa berkurang dan tidak merasa sendiri.

“Saya harap, siswi tersebut juga membaca ucapan Pak Sultan ya. Kalau dari keluarga yang memantau, mereka merasa lega diperhatikan. Bebannya jadi bisa berkurang. Semoga BKD juga bisa tegas beri sanksi,” tutup Yuli. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved