Berita Sleman Hari Ini
Nasib Bangunan Cagar Budaya Ndalem Mijosastro Sleman di Area Proyek Jalan Tol Yogyakarta-Bawen
Hingga kini, belum ada kejelasan soal relokasi bangunan limasan tradisional berusia 50 tahun tersebut. Keluarga Pemegang Hak Waris Bangunan cagar buda
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Ruas jalan Tol Yogyakarta-Bawen seksi 1 di Kalurahan Tirtoadi, Mlati, Kabupaten Sleman pembangunannya terus dikebut.
Pembersihan lahan (landclearing) sudah dilakukan, dengan progres konstruksi berjalan 0,4 persen.
Namun, jalan bebas hambatan sepanjang 76 kilometer ini terbentur Bangunan Cagar Budaya di Padukuhan Pundong II, Tirtoadi.
Hingga kini, belum ada kejelasan soal relokasi bangunan limasan tradisional berusia 50 tahun tersebut.
Baca juga: Pemkab Bantul Pasang Plang Larangan Mendirikan Bangunan di Lokasi yang Diterjang Gelombang Tinggi
Keluarga Pemegang Hak Waris Bangunan cagar budaya , Widagdo Marjoyo mengungkapkan, ndalem Mijosastro yang merupakan rumah limasan peninggalan orangtuanya itu memiliki sejarah panjang di awal kemerdekaan.
Pernah difungsikan sebagai pos Tentara Indonesia. Karenanya, bangunan berbentuk limasan itu, di tahun 2015 mendapatkan penghargaan anugerah budaya Pelestarian Cagar Budaya oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan pada tahun 2017 melalui Surat Keputusan Bupati Sleman dinobatkan menjadi cagar budaya.
"Sebagai warga negara yang taat, kami mendukung proyek nasional. Tetapi harapannya, pemerintah berkomitmen, agar bangunan ini tetap eksis, dilestarikan. Tetap berdiri sebagai cagar budaya. Karena nilai sejarah ini penting sekali," kata Widagdo, ditemui Selasa (19/07/2022).
Ia bercerita, rumah limasan yang ditetapkan menjadi cagar budaya tersebut, dibangun kali pertama oleh kakeknya, Mbah Mangundimejo yang merupakan Gelondong (lurah) Kalurahan lama, Pundong.
Rumah itu kemudian diwariskan ke orangtua Widagdo, Mijosastro (Lurah Tirtoadi tahun 1946) dan Rahayu Mijosastro.
Disebutkan, rumah di Padukuhan Pundong II itu dalam perjalanannya pernah menjadi pos Militer Indonesia ketika agresi militer Belanda di Yogyakarta.
Bahkan digunakan untuk menimbun logistik Tentara, sebelum akhirnya dibakar oleh Belanda dan dibangun kembali menyerupai bentuk awal di tahun 1958.
Widagdo mengatakan, bangunan limasan itu masih sama bentuknya. Belum banyak perubahan. Di bagian depan dibuat cukup lebar dan difungsikan sebagai pendopo.
Di bagian dalam terdapat kamar-kamar dan dapur. Di pendopo, kata dia, sering digunakan oleh masyarakat setempat untuk beragam kegiatan.
Mulai dari upacara adat bersih dusun, pentas kesenian, maupun pengajian hingga pelatihan. Menurut dia, kemanfaatan rumah limasan itu di masyarakat sangat besar.
Sebab itu, ketika awal mula terdampak proyek pembangunan Tol Yogyakarta-Bawen , pihaknya sempat berkirim surat ke Gubernur DIY dan Bupati Sleman.