Berita Pendidikan Hari Ini
Kisah Sebuah SD di Bantul Kurang Diminati Pendaftar PPDB karena Dianggap Punya Catatan Buruk
Kondisi kekurangan siswa ini sudah terjadi sejak tujuh tahun lalu atau pada tahun 2015.
Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB ) untuk jenjang sekolah dasar di Kabupaten Bantul telah berlangsung dari 13-15 Juni 2022.
Selama proses tersebut ada SD yang kesulitan mendapatkan peserta didik baru, yakni SD Negeri Bongsren di Kalurahan Gilangharjo, Kapanewon Pandak.
Hingga hari terakhir pendaftaran hanya ada delapan calon siswa yang mendaftar.
Sedikitnya minat ke sekolah tersebut diduga karena adanya stigma buruk SD Negeri Bongsren.
Kepala SD Negeri Bongsren , Jumari menjelaskan, kondisi kekurangan siswa ini sudah terjadi sejak tujuh tahun lalu atau pada tahun 2015.
Baca juga: Warga dan Guru SDN Bongsren Berupaya Bangun Kualitas Sekolah dalam Keterbatasan Jumlah Siswa
Faktor penyebabnya pun beragam, mulai dari buruknya image sekolah, tidak mampu bersaing dengan sekolah swasta, hingga faktor wilayah yang minim dengan anak-anak usia sekolah.
Jumari menceritakan, pada tahun 2015 lalu sempat terjadi kasus pencabulan yang dilakukan oleh satu guru SD Negeri Bongsren .
Stigma buruk itu kemudian melekat di masyarakat dan meninggalkan ketakutan bagi orang tua yang ingin mendaftarkan anak-anaknya di sekolah tersebut.
Stigma tersebut pun membuat minat orang tua mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut turun dari tahun ke tahun.
Pada hari terakhir PPDB tahun ini pun jumlah pendaftar hanya 8 siswa.
"Dari 8 itupun baru 6 yang melengkapi persyaratan dan 2 lagi baru akan mengumpulkan persyaratan hari ini sampai batas akhir PPDB ," ujarnya, Rabu (15/6/2022).
Ia menyatakan bahwa menghilangkan stigma buruk di sekolah ini sangat sulit.
Terlebih pasca kejadian asusila beberapa tahun lalu, ada guru yang malas mengajar yang membuat citra sekolah semakin buruk.
Guru tersebut mengajar semaunya sendiri, seperti datang pada siang hari dan meninggalkan proses belajar mengajar para siswa begitu saja.
"Menghilangkan stigma buruk di sekolahan ini memang sangat sulit. Apalagi di sini pernah ada kasus asusila, dan guru-guru yang kala itu mengajar tapi sekarang sudah pensiun dulunya bekerja malas-malasan. Sehingga banyak orang tua enggan mendaftarkan anaknya sekolah ini," terangnya.