Wacana Kenaikan Tarif Tiket Candi Borobudur Ditunda Setahun, Ini Tanggapan Pelaku Wisata
Pemerintah memutuskan melakukan penundaan terkait wacana kenaikan tarif tiket ke bangunan Candi Borobudur selama setahun.
Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Pemerintah memutuskan melakukan penundaan terkait wacana kenaikan tarif tiket ke bangunan Candi Borobudur selama setahun.
Hal ini dilakukan, setelah menuai tanggapan dan kritik dari masyarakat.
Dilansir dari kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa pihaknya telah menunda rencana membuat kebijakan tarif tiket Rp750 ribu untuk naik ke stupa Candi Borobudur bagi turis lokal.
Ia mengaku bakal memperhatikan berbagai masukan dan saran dari masyarakat terlebih dahulu sebelum memutuskan kepastian tarif tersebut.
Baca juga: Ratusan Calon Jemaah Haji Asal Klaten Terbagi dalam 3 Kloter, Akan Berangkat Akhir Pekan Ini
"Jadi soal tiket itu saya kira kita hold aja dulu. Kita lihat lagi nanti gimana baiknya," kata Luhut ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Luhut mengatakan evaluasi pengelolaan Candi Borobudur berlangsung selama 1 tahun.
Setelahnya akan diambil keputusan.
"(Dijawab setahun lagi) Setahun lagi," tegas luhut.
Adanya kebijakan penundaan tarif oleh pemerintah hingga setahun mendatangkan tanggapan dari para pegiat dan pelaku wisata di Magelang .
Salah satunya, Ketua Forum Daya Tarik Wisata (DTW) Kabupaten Magelang, Edwar Alfian menuturkan, kebijakan penundaan sebenarnya sesuai dengan respons awal yang dilakukan pelaku wisata khususnya di Forum DTW.
"Kami salah satunya memberikan masukan agar kebijakan itu diterapkan dengan jangka waktu. Agar kemudian semuanya stakeholder, pemerintah daerah, pemerintah pusat, bersama-sama masyarakat pelaku wisata di kawasan borobudur bisa menyiapkan atas respons kebijakan itu," ujarnya pada Kamis (09/06/2022).
Ia melanjutkan, dengan adanya penundaan setahun maka persiapan sebelum tarif tiket diterapkan bisa dilakukan.
Mulai dari mengedukasi masyarakat, mempersiapkan sumber daya alam, hingga mempersiapkan solusi hingga jalan tengah.
"Ketika tiket candi mahal itu masyarakat harus berbuat apa, pemda harus berbuat apa. Agar kemudian pemberlakukan tiket yang sedemikian mahalnya itu bisa diminimalisir efek-efek negatifnya. Jadi mempersiapkan segalanya baik dari pelaku wisata hingga pelaku UMKM," terangnya.
Ia menambahkan, semisal setelah setahun diberlakukannya tarif tiket maka pemerintah harus tetap mempersiapkan kajian agar mengetahui efek dari respons kebijakan tersebut.
"Kami berharap pemerintah pusat memfasilitasi, kemudian membuat kajian sosial ekonomi yang mendukung apakah tiket itu, layak atau tidak. Dengan adanya nanti kenaikan tarif itu, di satu tahun kedepan atau dua tahun ke depan, ada sebuah diskusi panjang yang harus dilakukan melibatkan masyarakat, pelaku wisata di kawasan borobudur, agar gamblang," ujarnya.
Ia menjelaskan, pelaku wisata sepakat untuk mendukung pelestarian dan konservasi cagar budaya.
Namun, tetap membutuhkan sebuah kajian yang terkait efek sosial ekonominya.
"Nah kemarin sebelum pandemi tiket Rp50ribu kan bisa naik candi, nah ini mau naik candi pandemi kita nggak boleh hanya di pelataran artinya kita gunakan adalah tiket terakhir berapa? Orang pasti asumsinya itu, biyen aku seket ewu iso munggah, saiki dadi pitung atus seket, kenapa kok dadi Rp750 ewu apa kenapa menjadi harus dicarikan alasan, kajian yang tepat," ucapnya.
Menanggapi adanya wacana kenaikan harga tarif tiket Borobudur yang diumumkan Menko Marves menurutnya, sebagai tes ombak untuk melihat respons dari masyarakat.
"Nah kemarin memang saya melihat kebijakan Pak Luhut melontarkan itu, tes ombak. Kemudian berharap mendapat respons dari masyarakat. Seperti dari biro perjalanan (ternyata) mereka pesimis untuk menjual, mereka berhambat, mereka terkendala tiket mahal," ujarnya.
"Kemudian, pelaku UMKM juga mayoritas mempunyai pemikiran yang sama, sebagian besar karena ini ada pro dan kontranya, mereka akan wah larang do wegah mrene larang, larang ra do rene. Nek borobudur itu, menjadi magnet utama destinasi super prioritas tetapi sudah tidak bisa karena mahal berarti kunjungan yang ke borobudur itu juga akan sedikit. Jadi, ada kekhawatiran bagi pelaku wisata," tambahnya.
Baca juga: Pukat UGM Minta KPK Tetapkan PT SA Sebagai Tersangka Atas Kasus Suap Izin Apartemen Yogya
Ketua Forum Rembuk Klaster Pariwisata Borobudur Kirno Prasojo menuturkan, pemerintah harus membuka dialog dengan kelompok-kelompok yang terdampak dari wacana kenaikan tarif borobudur.
"Kalau perlu difasilitasi, tapi yang jelas dalam penundaan ini harusnya melakukan langkah. Kalau ditunda, (tetapi) diam saja tidak menentukan langkah, itu harus dialog dengan stakeholder yang ada seperti, para pelaku ekonomi kan juga harus diajak bicara," terangnya.
Sementara itu, ia merasa lega dengan adanya keputusan penundaan. Namun, pemerintah harus memberikan klarifikasi agar citra wisata borobudur bisa kembali lagi.
"Kan kemarin beritanya membuat gaduh karena rata-rata mikirnya masuk candi borobudur Rp750 ribu. Penundaan ini harus klarifikasi bahwa tiketnya tetap Rp50 ribu, harus mengembalikan citra agak lega tapi yo mung kembalikan citra," urainya. (ndg)