Kenali Gejala PMK pada Hewan Ternak, Ini Penjelasannya

Penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti hewan ternak akan menimbulkan banyak kerugian di sektor peternakan.

Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
Shutterstock
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti hewan ternak akan menimbulkan banyak kerugian di sektor peternakan.

Pasalnya, jika tidak segera ditangani, kemungkinan terburuk hewan ternak yang terpapar PMK akan mati dan penyakit ini bisa menular ke hewan ternak lain.

Maka dari itu, peternak pun harus mewaspadai adanya penyakit ini dan paham gejalanya agar cepat dilakukan tindakan.

Titih Wahyaningtyas, dokter hewan dari Puskeswan Sanden Bantul, memaparkan bahwa virus ini dapat menyerang seluruh hewan berkaki belah seperti sapi, kambing, domba dan gajah.  

Baca juga: DI Yogyakarta Bersiap Menuju Endemi, Kadinkes DIY : Jangan Ada Kita Bawa Bibit Penyakit

Ia mencontohkan, di sapi biasanya gejala PMK akan diawali demam sekitar 40-41 derajat celcius di mana normalnya suhu sapi mencapai 39,2 derajat celcius. Setelah itu sapi akan menjadi tidak mau makan.

"Ketika panas tinggi dan adanya virus PMK, menyebabkan lesi atau gejala berupa sariawan di bagian mulut, gusi dan lidah. Terkadang lesi tersebut tidak hanya ditemukan di bagian mulut saja tapi juga ditemukan di bagian puting sapi," ungkapnya Rabu (18/5/2022).

Dokter hewan yang juga koordinator tim URC wilayah kerja Sanden ini menambahkan, pada kasus tertentu virus ini bisa menyebabkan gangguan di bagian kaki, efeknya sama seperti luka yang awalnya melepuh kemudian akan pecah. Kondisi ini dapat menimbulkan lepasnya kuku dari sapi.

"Sehingga sapi kalau kena PMK biasanya tidak bisa bangun, lebih banyak berbaring," imbuhnya.

Jika tidak segera ditangani, maka kemungkinan terburuk adalah kematian pada ternak. Dari data yang ia miliki, kematian ternak yang muda lebih tinggi, bisa sampai 50 persen dibandingkan hewan ternak dewasa yang tingkat kematiannya sekitar 5 persen.  

Adapun dengan gejala tersebut, peternak bisa dengan mudah melakukan pemeriksaan sendiri. Dan jika timbul gejala-gejala tersebut, peternak bisa melaporkan ke puskeswan, tim URC atau Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian bidang peternakan dan kesehatan hewan.

"Ketika sudah lapor, kami akan tindaklanjuti, lihat di lapangan kita pastikan gejalanya apakah mengarah ke PMK atau tidak, kalau ke PMK kami akan memanggil Balai Besar Veteriner Wates untuk mengambil sampel. Tujuannya untuk memastikan PMK atau tidak," urainya.

Jika dalam hasil uji sampel diketahui bahwa ternak tersebut positif PMK, maka langkah selanjutnya adalah penyemprotan desinfektan, vaksinasi, bagi ternak yang di lingkungan kandang. Sesuai SOP-nya, vaksinasi dilakukan di ternak yang berjarak 1KM dari kandang yang ternaknya terpapar PMK. Selain itu, juga akan dilakukan zonasi atau sistem penutupan wilayah.

"Jadi kalau ada wilayah yang terkena PMK, biasanya ditutup, tidak boleh ada lalulintas ternak keluar masuk di wilayah tersebut," katanya.

Sementara jika ada hewan ternak yang mati karena PMK, maka harus dibakar dan dikubur di lubang yang cukup dalam. Langkah itu dinilai efektif untuk membunuh virus PMK.

Lebih lanjut, Titih menyatakan bahwa dari tim URC se-Kabupaten Bantul telah melakukan surveilans satu minggu tiga kali dan dari laporannya sampai saat ini belum ada ternak di Bantul yang terpapar PMK.

"Ada beberapa laporan yang mengarah ke PMK, tetapi ketika ditelusuri, ketika petugas di lapangan, itu bukan PMK tapi penyakit yang lain," imbuhnya.

Ia menyatakan bahwa penularan virus ini terbilang cepat antar hewan ternak. Penularan biasanya melalui liur ternak.  

"Misalnya liur kena rumput, kemudian rumput dimakan hewan lain, bisa kena. Kemudian dari kandang yang sapinya kena PMK, dan kandangnya dipakai hewan lain nah itu bisa menular. Bahkan alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut ternak bisa menjadi media penularan," terangnya.

Menurutnya semua benda yang berhubungan dengan ternak yang terinfeksi bisa menularkan ke hewan ternak yang lain, maka dari itu ketika terjadi kasus harus ada penutupan dan desinfeksi secara masal.

Setelah dilakukan penutupan, kemudian dilakukan surveilans secara berkala dengan mengambil sampel secara terus menerus sampai benar-benar dikatakan negatif oleh lab.

Meski virus ini cukup tinggi menular ke hewan ternak, namun Titih menyatakan bahwa sampai saat ini belum ditemukan adanya penularan ke manusia (zoonosis). Menurutnya, daging dari hewan yang terpapar PMK masih bisa dikonsumsi, asalkan dimasak dengan matang.

"Daging harus dilayukan terlebih dahulu selama 24 jam supaya ph daging di bawah 6. Selama daging dimasak dengan sempurna, virus itu akan mati. Kemudian untuk susu, bisa dididihkan terlebih dahulu. Tapi untuk jeroan, mulut dan lidah sebaiknya dihandiri untuk dikonsumsi. Walaupun saat ini belum ada laporan zoonosis ke manusia, kita tetap harus waspada," urainya.  

Baca juga: Kadinkes Gunungkidul Ingatkan Lepas Masker Bukan Berarti Bebas Sepenuhnya

Sementara itu, Warsito, pengelola kandang penampungan hewan ternak di  Padukuhan Dagan, Kalurahan Murtigading, Kapanewon Sanden mengapresiasi atas upaya pemerintah melakukan pemeriksaan hewan ternak di kandang-kandang milik warga. Sementara sapi yang berada di kandangnya tersebut saat ini berjumlah 40-an ekor.
 
Warsito mengatakan bahwa selama ini setiap sapi yang datang akan disemprot desinfektan dan akan disuntikan vitamin dan antibiotik agar sapi tetap sehat. Ia mengungkapkan bahwa selama ini sapi yang masuk berasal dari dalam wilayah DIY.

"Kemarin sempat ada yang menawarkan sapi dari madura, saya tolak, kalau tidak ada SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan)," ucapnya.

Adapun sapi-sapi yang ia ternakan biasanya dijual kembali ke pasar hewan dan tetangga sekitar yang membutuhkan bibit. Pun dengan adanya berita tentang penyebaran PMK di beberapa wilayah di Indonesia, hal itu tidak mempengaruhi harga sapi.  

"Harga masih stabil. Karena disini belum ada terdeteksi PMK, peternak juga tidak resah. Sejak puasa kemarin daerah sini belum ada ternak yang bergejala," tandasnya. (nto) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved