Kenali Gejala PMK pada Hewan Ternak, Ini Penjelasannya
Penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti hewan ternak akan menimbulkan banyak kerugian di sektor peternakan.
Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti hewan ternak akan menimbulkan banyak kerugian di sektor peternakan.
Pasalnya, jika tidak segera ditangani, kemungkinan terburuk hewan ternak yang terpapar PMK akan mati dan penyakit ini bisa menular ke hewan ternak lain.
Maka dari itu, peternak pun harus mewaspadai adanya penyakit ini dan paham gejalanya agar cepat dilakukan tindakan.
Titih Wahyaningtyas, dokter hewan dari Puskeswan Sanden Bantul, memaparkan bahwa virus ini dapat menyerang seluruh hewan berkaki belah seperti sapi, kambing, domba dan gajah.
Baca juga: DI Yogyakarta Bersiap Menuju Endemi, Kadinkes DIY : Jangan Ada Kita Bawa Bibit Penyakit
Ia mencontohkan, di sapi biasanya gejala PMK akan diawali demam sekitar 40-41 derajat celcius di mana normalnya suhu sapi mencapai 39,2 derajat celcius. Setelah itu sapi akan menjadi tidak mau makan.
"Ketika panas tinggi dan adanya virus PMK, menyebabkan lesi atau gejala berupa sariawan di bagian mulut, gusi dan lidah. Terkadang lesi tersebut tidak hanya ditemukan di bagian mulut saja tapi juga ditemukan di bagian puting sapi," ungkapnya Rabu (18/5/2022).
Dokter hewan yang juga koordinator tim URC wilayah kerja Sanden ini menambahkan, pada kasus tertentu virus ini bisa menyebabkan gangguan di bagian kaki, efeknya sama seperti luka yang awalnya melepuh kemudian akan pecah. Kondisi ini dapat menimbulkan lepasnya kuku dari sapi.
"Sehingga sapi kalau kena PMK biasanya tidak bisa bangun, lebih banyak berbaring," imbuhnya.
Jika tidak segera ditangani, maka kemungkinan terburuk adalah kematian pada ternak. Dari data yang ia miliki, kematian ternak yang muda lebih tinggi, bisa sampai 50 persen dibandingkan hewan ternak dewasa yang tingkat kematiannya sekitar 5 persen.
Adapun dengan gejala tersebut, peternak bisa dengan mudah melakukan pemeriksaan sendiri. Dan jika timbul gejala-gejala tersebut, peternak bisa melaporkan ke puskeswan, tim URC atau Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian bidang peternakan dan kesehatan hewan.
"Ketika sudah lapor, kami akan tindaklanjuti, lihat di lapangan kita pastikan gejalanya apakah mengarah ke PMK atau tidak, kalau ke PMK kami akan memanggil Balai Besar Veteriner Wates untuk mengambil sampel. Tujuannya untuk memastikan PMK atau tidak," urainya.
Jika dalam hasil uji sampel diketahui bahwa ternak tersebut positif PMK, maka langkah selanjutnya adalah penyemprotan desinfektan, vaksinasi, bagi ternak yang di lingkungan kandang. Sesuai SOP-nya, vaksinasi dilakukan di ternak yang berjarak 1KM dari kandang yang ternaknya terpapar PMK. Selain itu, juga akan dilakukan zonasi atau sistem penutupan wilayah.
"Jadi kalau ada wilayah yang terkena PMK, biasanya ditutup, tidak boleh ada lalulintas ternak keluar masuk di wilayah tersebut," katanya.
Sementara jika ada hewan ternak yang mati karena PMK, maka harus dibakar dan dikubur di lubang yang cukup dalam. Langkah itu dinilai efektif untuk membunuh virus PMK.
Lebih lanjut, Titih menyatakan bahwa dari tim URC se-Kabupaten Bantul telah melakukan surveilans satu minggu tiga kali dan dari laporannya sampai saat ini belum ada ternak di Bantul yang terpapar PMK.