Pemuda Padukuhan Santren Sleman Tolak Aksi Klitih, Bentuk Paguyuban ‘Gejayan Dadi Siji’
Pemuda Padukuhan Santren, Gejayan, Caturtunggal, Depok, Sleman mencetuskan gerakan sosial untuk menolak aksi kekerasan jalanan
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Aksi kekerasan jalanan atau Aksi Klitih yang kembali marak akhir-akhir ini menuai keprihatinan masyarakat.
Sebagai bentuk upaya penanggulangan aksi klitih, pemuda Padukuhan Santren, Gejayan, Caturtunggal, Depok, Sleman mencetuskan gerakan sosial untuk menolak aksi kekerasan jalanan.
Gerakan itu diwujudkan melalui pembentukan Paguyuban ‘Gejayan Dadi Siji’ yang bakal menjadi wadah anak muda agar tidak membahayakan nyawa orang di jalanan.
Pengagas gerakan sosial itu sekaligus ketua Karangtaruna Padukuhan Santren, Calvin Bagus Pratama, mengatakan konsep yang dicetuskan Gejayan Dadi Siji sederhana.
Yaitu, bagaimana menciptakan tempat dan aktivitas positif yang asik sesuai dengan karakter kalangan milenial atau generasi muda saat ini.
Calvin menjelaskan, gerakan sosial tolak aksi kekerasan jalanan diawali dari deklarasi atau pernyataan bersama pemuda di kampungnya untuk menolak aksi kekerasan jalanan.
"Kemudian gerakan diperluas menyasar kepada anak-anak muda, khususnya kalangan remaja usia sekolah di sekitar kampung," katanya, Jumat (15/4/2022).
Calvin menjelaskan, hampir setiap sekolah tingkat SMA, bahkan SMP biasanya ada semacam geng.
Antargeng tersebut kerap berseteru dan membuat keributan di jalanan, termasuk klithih.
"Jadi Itu sasaran utama Paguyuban Gejayan Dadi Siji. Kami mencoba agar bagaimana mengalihkan mereka dari asyik keliaran di jalanan, menjadi asik kongkow di satu titik tempat untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan, tapi tidak merugikan masyarakat. Yang penting melokalisir atau menyempitkan ruang gerak dulu agar lebih mudah diawasi," ujarnya.
Selain kalangan pemuda dan pelajar di lingkungan Padukuhan, gerakan sosial tolak aksi kekerasan jalanan juga menyasar komunitas hobi.
Ada yang hobi game, musik, olah raga, motor, penggemar burung dan sebagainya.
Kampanye anti klitih digencarkan juga melalui sosial media, terutama grup-grup komunitas hobi.
Konten yang diunggah juga dengan cara-cara milenial, seperti meme dengan seruan ‘Jogja Adem Ayem Harga Mati’, ‘Daripada Nglitih Mending Ngopi’ dan sebagainya.
Selain itu juga mengunggah informasi-informasi event hobi, atau melempar wacana menggelar event komunitas, meski dalam skala kecil. Hal itu untuk lebih menyibukkan anak-anak muda ke hal-hal positif.
"Jadi edukasi yang kami lakukan adalah dengan cara yang asik. Sebab para pelaku kejahatan jalanan perlu diberi ruang yang lebih mengasyikkan tapi tidak membahayakan masyarakat. Kalau caranya kaku atau bahkan dengan keras juga, malah kontraproduktif," ujar Calvin yang juga seorang pengusaha muda ini.
Ia menambahkan, menanggulangi aksi kekerasan jalanan perlu peran aktif anak-anak muda. Terlebih dalam banyak kasus klithih pelakunya masih remaja usia sekolah.
"Nah, dengan adanya gerakan tolak aksi kekerasan jalanan oleh anak muda yang memiliki kesadaran, jadi lebih bisa nyambung komunikasinya. Harapannya mereka yang tadinya asik di jalanan bisa terinspirasi, kita bawa menjadi asik di ruang-ruang kreatif yang tidak merugikan masyarakat," pungkasnya.
Sementara itu tokoh masyarakat Gejayan, Eko Hapriyanto, sekaligus pembina Paguyuban Gejayan Dadi siji mengatakan, gerakan sosial yang digagas anak-anak muda di kampungnya mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Ia berharap upaya kreatif dan asyik yang dilakukan paguyuban akan menginspirasi pemuda pemuda lain di DIY khususnya dan nasional pada umumnya.
"Harapannya gerakan tolak aksi kekerasan jalanan dengan cara asyik dan kekinian yang dilakukan Paguyuban Gejayan Dadi Siji ini akan ditiru kelompok kelompok pemuda lain di seluruh Jogja. Sehingga Jogja adem ayem dan aman nyaman tetap terjaga," harap Eko. (*)