Kisah Inspiratif
Keterbatasan Fisik Tak Halangi Devita Amalia Anggraini untuk Raih Gelar Sarjana
Devita Amalia Anggraini berhasil menyelesaikan studinya di Prodi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan UNY dengan baik.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Mimpi Devita Amalia Anggraini, alumni Program Studi (Prodi) Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta ( UNY ) itu akhirnya terwujud.
Ia berhasil menyelesaikan studinya tahun ini dan mengikuti prosesi wisuda pada Sabtu (26/2/2022) lalu.
Padahal, ia merupakan penyandang tunadaksa karena kecelakaan pada usia tumbuh kembang yang menyebabkan adanya kesulitan dalam mobilitas untuk berjalan dengan normal.
“Pada awal usia sekolah dasar saya masih dapat berjalan tanpa alat bantu namun seiring pertambahan usia terdapat perbedaan panjang antara kaki kanan dan kiri,” papar Devita.
Baca juga: Mencicipi Wedang Jamonse, Menu Andalan Angkringan Difabel di Tibayan Klaten
Hal tersebut menyebabkan dirinya harus menggunakan penambahan alat bantu kruk untuk menunjang mobilitas secara mandiri.
Kondisi disabilitas kaki Devita hanya berada pada kaki kanan, sehingga kaki kiri masih dapat berjalan secara normal.
Penggunaan kruk tersebut, pada awal penggunaan, mengalami hambatan karena belum terbiasa.
Akan tetapi, setelah menggunakan alat bantu ini selama belasan tahun membuatnya dapat mengontrol penggunaan kruk dengan baik.
Meski dengan alat bantu dia dapat berjalan tanpa perlu memegang kruk dan dapat mengangkat atau memindahkan barang tanpa hambatan.
“Saya dapat mobilitas secara mandiri dengan adanya motor yang dimodifikasi sehingga dapat menunjang aktivitas saya,” ungkapnya.
Keadaan tersebut membuat Devita harus mempertimbangkan jarak tempuh rumah dan sekolah.
Ia perlu memilih tempat pendidikan SD hingga SMK yang bisa ditempuh secara mandiri apabila tidak ada yang dapat mengantar jemput.
Baca juga: Lulus S1 UGM, Giri Penyandang Disabilitas Netra Dapat Beasiswa Lagi untuk Lanjut S2
Beruntung, saat mengenyam bangku sekolah itu, Devita tidak mengalami perundungan berarti.
“Permasalahan mungkin hanya disebabkan usia anak-anak yang suka menjahili saya atau mungkin pada masa tersebut disabilitas masih belum tersebarluaskan sehingga teman-teman saya pada waktu itu masih menilai kondisi disabilitas adalah sesuatu yang unik, aneh, tidak biasa dan lainnya,” kata Devita.
Para guru, pada waktu itu, juga merasa kondisi Devita tidak memerlukan penanganan khusus selain pelajaran yang memerlukan gerak seperti tari dan olahraga.
Sehingga, saat ada pembelajaran tentang tari dan olahraga, Devita biasanya hanya akan menunggu dan menjadi penonton selama pembelajaran berlangsung.
Penilaiannya pun berbeda. Dia diminta membuat kliping atau laporan yang berkaitan dengan pembelajarannya.
“Namun karena pembelajaran tersebut kadang hanya sekali seminggu dan terkadang terdapat guru yang tetap melibatkan saya dalam aktivitas gerak, sehingga saya tidak terlalu merasa terasingkan meski tidak mengikuti pembelajaran fisik,” ungkap alumni SMK Negeri 7 Yogyakarta itu.
Baca juga: Giri Trisno Putra, Penyandang Disabilitas Netra Peraih Sarjana Ekonomi di UGM
JALUR SM
Perjuangan Devita meraih sarjana dimulai ketika dirinya mulai mempertimbangkan untuk kuliah setelah lulus dari SMK.
Setahun setelah lulus, ia berhasil masuk ke UNY melalui jalur Seleksi Mandiri (SM) dan menjadi mahasiswa Prodi Pendidikan Luar Biasa FIP UNY .
Rezeki yang tidak kemana, tekad Devita memiliki titel sarjana benar-benar dimudahkan.
Kendati ayahnya merupakan pekerja catering, Devita bisa mendapat bantuan pendidikan dari suatu lembaga.
Bantuan itu memudahkannya untuk membayar uang kuliah.
“Yang membuat saya amat bersyukur dan semakin percaya bahwa jalan keluar selalu ada selama kita yakin pada tindakan yang diambil. Lembaga tersebut selain memberikan saya bantuan finansial juga selalu memberikan bantuan psikologis seperti memberi semangat dan mendengarkan keluh kesah yang saya alami selama perkuliahan,” katanya.
Bantuan Pendidikan tersebut berhenti pada saat Devita berusia 22 tahun.
Akan tetapi, Devita kembali mendapat bantuan pada akhir semester tujuh.
Perempuan kelahiran 1997 itu memperoleh beasiswa Afirmasi Pendidikan Difabel yang membantunya dalam penyelesaian studi.
Beasiswa tersebut diperoleh selama 3 semester dan atas beasiswa tersebut ia tidak perlu memikirkan biaya untuk melunasi tagihan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebanyak Rp 3,450 ribu.
“Perasaan minder yang muncul terkadang adalah karena saya difabel namun saya tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman mengenai difabel yang lain yang membuat saya merasa tidak mengetahui apapun tentang kondisi yang saya alami,” ungkapnya.
Berkat kuliah di FIP UNY , ia pun perlahan-lahan mengetahui, bahwa siswa harus memperoleh pengetahuan tentang difabel.
Sehingga, pada saat magang dan mengajar selama masih menjadi mahasiswa, keberadaannya bisa menjadi motivasi siswa atau orang tua yang lain.
Menurutnya, kondisi disabilitas hanya cangkang saja, tapi hak yang diperoleh harus sama disesuaikan dengan keadaan.
Baca juga: Kisah Atlet Penyandang Disabilitas Mewujudkan Mimpinya, Kursi Roda Tak Menghalanginya Raih Prestasi
TEMAN TULUS
Kekurangannya itu tidak membuat orang lain enggan menjadi temannya. Justru, Devita memiliki teman yang tulus tanpa memandang kondisi disabilitasnya.
“Meskipun saya disabilitas dan bersekolah di sekolah umum, saya dapat memperoleh pendidikan dan dapat bersosialisasi dengan teman teman yang lain tanpa masalah,” paparnya.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Devita mampu meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) luar biasa dalam kelulusannya yaitu 3,5.
Devita berharap, ia dapat segera memperoleh pekerjaan yang sesuai seperti masuk dapodik, ikut Pendidikan Profesi Guru (PPG) atau menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). ( Tribunjogja.com )