BKKBN Wajibkan Calon Pengantin Cek Kesehatan 3 Bulan Sebelum Menikah untuk Cegah Stunting
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewajibkan kepada Calon pengantin untuk melakukan pemeriksaan
Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewajibkan kepada Calon pengantin untuk melakukan pemeriksaan kesehatan 3 bulan sebelum pernikahan untuk menekan angka stunting atau gizi buruk pada anak.
Dalam peluncuran Program Pendampingan, Konseling, dan Pemeriksaan Kesehatan dalam 3 Bulan Pranikah sebagai Upaya Pencegahan Stunting dari Hulu Kepada Calon Pengantin, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, pemeriksaan kesehatan pra nikah bagi pasangan calon pengantin ini dimaksudkan untuk menekan angka stunting atau gizi buruk pada anak di Indonesia mulai dari hulu. .
"Kenapa kita ini butuh 3 bulan diperiksa? Remaja kita ini ternyata 37 persen yang putri itu anemia. HB (hemoglobin) kurang dari 11,5 persen. Setelah hamil, mereka ini 48 persen jadi anemia. Ketika ibu hamilnya anemia, bayi yang dikandungnya pertumbuhannya tidak subur, pendek, dan stunting," ungkapnya, Jumat (11/3/2022).
Baca juga: BKKBN Berkolaborasi dengan Kemenag dalam Pencegahan Stunting
Stunting sendiri adalah sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Khususnya pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya.
"Stunting pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting. Sehingga tidak punya kesempatan jadi TNI, Polri, dan sebagainya," katanya.
Indikator stunting lainnya adalah gangguan kecerdasan. Daya intelektualnya yang rendah mempersulit untuk bisa bersaing dengan anak tumbuh normal.
"Ketiga, orang stunting usia 45 tahun sudah sakit-sakitan karena penyakit yang dideritanya. Mereka cenderung central obese, gemuk tapi di tengah karena dia tidak tinggi juga. Dan itu punya potensi kencing manis, tekanan darah tinggi, dan stroke," bebernya.
Mantan Bupati Kulon Progo ini mengungkapkan bahwa Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4 persen. Artinya 1 dari 4 anak di Tanah Air stunting dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen.
Hasto mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo menargetkan menekan angka stunting hingga 14 persen pada 2024.
Sementara Kabupaten Bantul disebutnya sebagai daerah yang bisa menjadi percontohan karena angka stuntingnya jauh di bawah 20 persen.
"Di bantul sudah di bawah 16 persen, kurang lebih 14 persen," ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, pemeriksaan 3 bulan sebelum menikah ini untuk mengoreksi anemia yang dialami oleh calon pengantin perempuan.
"Kalau kita mau minum tablet penambah darah itu butuh waktu 3 bulan kurang lebih untuk menaikkan HB-nya," ucapnya.
Dalam pemeriksaan kesehatan pra nikah ini, ukuran lingkar lengan atas calon pengantin perempuan turut dicek. Jika kurang dari 23,5 centimeter sudah menjadi indikator agar gizinya ditingkatkan guna mencegah malnutrisi pada 270 hari pertama anak dalam kandungan.
"Ukuran tinggi badan, berat badan itu kita lihat itu undernutrition atau tidak. Itu kita lihat 3 bulan sebelum nikah," ucap Hasto.
Data-data milik calon pengantin perempuan tersebut akan dimasukkan ke aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) yang dirilis BKKBN akhir tahun lalu.
Aplikasi Elsimil ini mencatat seluruh informasi yang diperoleh dari semua pemeriksaan kesehatan yang dilakukan ibu dan calon ibu sebelum hamil.
Hasto pun mengungkapkan, untuk percepatan permasalah stunting ini sudah ada tim pendamping keluarga yang berjumlah 200 ribu tim di seluruh Indonesia. Yang berarti terdapat 600 ribuan orang yang didalamnya ada bidan, PKK, penyuluh KB dan ia berharap penyuluh agama juga terlibat di dalamnya.
"Yang nikah di Indonesia ada 2 juta setahun, tapi tim pendamping kita 600 ribu, jadi saya kira tidak kurang untuk mengingatkan, menemani, mengisi aplikasi Elsimil ini," urainya.
Nantinya, perempuan yang dinyatakan memiliki anemia akan mendapatkan modul pemberitahuan untuk kembali ke fasilitas kesehatan, di mana mereka akan menerima tablet tambah darah untuk dikonsumsi selama 90 hari. Kemudian, pemeriksaan akan kembali dilakukan.
Sedangkan bagi perempuan yang terdeteksi mengalami kekurangan gizi, akan memperoleh edukasi cara-cara meningkatkan indeks massa tubuh. Dengan upaya-upaya tersebut, calon ibu dapat memenuhi syarat untuk hamil dan tidak melahirkan bayi dalam kondisi stunting.
Baca juga: Pembayaran UGR Tol Yogyakarta-Solo Berlanjut ke Senden Klaten, 33 Warga Diguyur Rp 41,2 Miliar
"( Calon pengantin perempuan) wajib diperiksa 3 bulan pra nikah. Tapi kalau hasilnya anemia, tidak dilarang menikah. Kalau hasilnya undernutrition, tidak dilarang menikah. Tetap didampingi. Jadi periksanya wajib, hasilnya kalau tidak bagus jangan dipakai syarat untuk menikah. Jadi syarat nikahnya bukan hasilnya, tapi syarat nikahnya hanya periksanya saja," urainya.
Program untuk menekan angka stunting ini tak hanya menyasar calon pengantin perempuan saja, namun bagi calon pengantin laki-laki juga harus berkontribusi dalam persiapan kehamilan. Hasto menyatakan bahwa laki-laki juga harus mempertahankan kondisi dan kebugaran agar dapat menghasilkan sperma yang sehat.
"Sperma dibuat 75 hari sebelum dikeluarkan. Maka calon manten laki-laki juga harus mempersiapkan diri, bisa dengan tidak banyak berendam di air panas, tidak kecanduan obat yang merusak produksi sperma," tuturnya.
Hasto berharap, melalui program yang digagas bersama Kementerian Agama (Kemenag) ini, angka stunting bisa ditekan, menciptakan generasi produktif, dan mengejar peluang bonus demografi melalui SDM unggulan.
"Keluarga yang berkualitas, sangat menentukan kualitas generasi kita," tutupnya. (nto)