Kisah Inspiratif

Mbah Tumi, Pembuat Minyak Kelapa Tradisional Gunungkidul di Tengah Langkanya Minyak Sawit

Langkanya minyak goreng berbahan sawit membuat masyarakat harus mencari alternatif lain. Salah satunya dengan Minyak Kelapa , yang harganya memang

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/ Alexander Ermando
Mbah Tumi memindahkan minyak kelapa murni buatannya ke botol-botol plastik untuk dijual. 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Langkanya minyak goreng berbahan sawit membuat masyarakat harus mencari alternatif lain.

Salah satunya dengan Minyak Kelapa , yang harganya memang lebih tinggi ketimbang minyak sawit .

Adalah Mbah Tumi (70), pembuat Minyak Kelapa murni dari Pedukuhan Gedangsari, Kalurahan Baleharjo, Wonosari, Gunungkidul .

Proses pembuatan masih dilakukan secara tradisional di dapur rumahnya.

Baca juga: DPP Kota Yogyakarta Kembali Gelar Vaksinasi Rabies untuk Hewan Peliharaan

Setidaknya sudah puluhan tahun ia menekuni profesi tersebut.

Sejak sebelum menikah hingga suaminya tiada, sampai sekarang.

"Dulu ikut kakak saya, lalu saya teruskan sama suami," tutur Mbah Tumi ditemui pada Rabu (23/02/2022).

Nyaris tak ada yang berubah dari rutinitas beliau.

Tiap hari, mulai pukul 03.00 WIB dini hari, Tumi akan ke pasar untuk menjual Minyak Kelapa jadi.

Siangnya, setelah istirahat, kembali membuat Minyak Kelapa di rumah.

Bahan utama dari minyak ini adalah daging Kelapa yang diparut dengan mesin.

Santannya kemudian diambil lalu dimasak dengan cara diaduk secara terus-menerus, hingga menjadi ampas yang disebut sebagai blondo.

Dari blondo inilah Minyak Kelapa didapat, dengan cara ditiriskan dengan saringan berbahan kain katun.

Minyak yang sudah ditiriskan kemudian dipindahkan ke botol-botol plastik dan siap dijual.

"Kadang-kadang masak santannya pakai air Kelapa , karena rasanya nanti bisa lebih gurih," ungkap ibu 3 anak ini.

Ia menjual Minyak Kelapa buatannya dalam dua bentuk kemasan.

Botol ukuran 600 mililiter dijualnya seharga Rp 50 ribu, sedangkan untuk botol 1,5 liter dijual Rp 125 ribu.

Harga yang tinggi terbilang wajar lantaran Minyak Kelapa murni memang mahal.

Namun Tumi tetap mampu menjual minyak buatannya tersebut, bahkan bisa terjual habis.

"Biasanya banyak yang beli pas tanggal muda (awal bulan) atau dekat Lebaran," ujarnya.

Untuk bisa mendapatkan 3 liter minyak, Tumi membutuhkan sekitar 50 butir Kelapa.

Saat bersama suami, ia bisa mengolah hingga 1.000 butir, namun saat ini hanya mampu 100 butir.

Mahalnya harga Minyak Kelapa sesuai dengan kualitas yang didapat.

Menurutnya, memasak dengan Minyak Kelapa akan menghasilkan citarasa makanan yang lebih gurih.

Baca juga: Banyak Permintaan, Harga Daging Ayam di Pasar Wates Kulon Progo Merangkak Naik

"Kadang saya pakai hanya buat goreng tahu-tempe bacem dan telur, kalau buat goreng kerupuk minyaknya ndak cukup," kata Tumi sambil tertawa.

Minyak Kelapa buatan Tumi kini dicari hingga dari Klaten.

blondo alias ampasnya pun juga dicari karena rasanya yang gurih, biasanya dijadikan sebagai bahan pembuatan gudeg.

Hingga usianya yang senja, ia tetap bertahan membuat Minyak Kelapa sendirian.

Sebab dua anaknya sudah menetap di daerah lain, sedangkan satu lagi yang masih bersamanya sembari membantunya.

"Saya jujur tidak tahu siapa nanti yang akan melanjutkan usaha ini," kata Tumi. (alx)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved