Obyek Wisata
Menelusuri Sejarah Kampung Andong di Banguntapan, Dikenal Sebagai Penghasil Kuda Berkualitas
Salah satu ikon pariwisata di Yogyakarta adalah andong. Kita dapat dengan mudah menemukan andong di Malioboro.
Penulis: Santo Ari | Editor: Mona Kriesdinar
Di kampung itu memang tidak memproduksi andong. Andong miliknya pun merupakan warisan dari orang tuanya.
Perawatan khusus
Terkait perawatan kuda penarik andong, Suhardiman menjelaskan sebenarnya cukup mudah. Hanya saja saat musim hujan perlu ada perawatan khusus.
"Kalau kena air hujan mandinya pakai air rebusan sereh dan garam. Kalau tidak seperti itu, nanti bisa pilek bahkan bisa menyebabkan kematian," bebernya.
Sedangkan untuk pakannya, mereka memberi makan dengan rendeng atau daun kacang tanah dicampur dedak.
Pemberian pakannya sehari tiga kali. Dalam sehari, pemilik bisa menghabiskan ratusan ribu rupiah untuk biaya pakan kuda peliharaannya.
"Untuk makanan orang-orang itu macam-macam ada yang sehari 2 kali dan 3 kali tapi, ya, bagusnya 3 kali seperti manusia. Soal biaya, kalau kuda ukuran sedang rata-rata dalam sehari bisa habis 100 ribu sehari," ucapnya.
Dengan tingginya perawatan kuda, Suhardiman mengaku kesulitan saat pandemi Covid-19 melanda. Ia bahkan sempat vakum hampir dua tahun karena adanya PPKM. Pasalnya kusir andong saat ini hanya bersandar pada sektor pariwisata.
"Saat itu enggak narik, dan saya kerjanya cuma ngarit (mencari rumput)," ucapnya.
Hingga akhirnya pada akhir tahun kemarin, Yogyakarta sudah menerapkan PPKM level 2. Pariwisata di Yogyakarta termasuk Malioboro pun kembali bertumbuh.
Mengenai tarif andong, ia menarik tarif Rp100 ribu per andong untuk sekali keliling Malioboro dengan kapasitas penumpang 5-6 orang.
"Kalau rute Malioboro-Keraton bisa Rp 150 ribu. Selain itu kita juga bisa disewa hitungan jam, nanti tergantung berapa tawar menawarnya," ungkapnya. Suhadriman berharap pandemi ini dapat segera berakhir sehingga banyak wisatawan berkunjung ke Yogyakarta. (Santo Ari)
Baca Tribun Jogja edisi Sabtu 19 Februari 2022 halaman 01