Analisis KNKT soal Kecelakaan Bus di Bukit Bego Bantul: Human Error, Sopir Turun dengan Persneling 3
Secara umum, bus tersebut sebenarnya masih layak melintas di jalan yang berkarakter menanjak dan menurun.
Penulis: Santo Ari | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kembali melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) kecelakaan maut bus pariwisata di Bukit Bego, Jalan Dlingo-Imogiri, Padukuhan Kedung Buweng, Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Bantul pada Senin (14/2/2022).
PLT Ketua Sub Komite Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT, Ahmad Wildan, menuturkan pihaknya telah melakukan analisis penyebab kecelakaan maut di Bukit Bego yang menewaskan 13 orang beberapa waktu lalu.
Data yang ia himpun adalah dari kondisi kendaraan, melakukan pengecekan jalan, termasuk mencari keterangan berbagai pihak.
Dalam pemeriksaan kondisi kendaraan, secara umum ia menilai bahwa bus masih dalam kondisi yang layak.
Ia menyatakan ban masih dalam keadaan bagus karena tidak gundul serta rem tromolnya masih standar.
Baca juga: Berita Kecelakaan Imogiri: Saksi Sebut Bus Oleng dalam Kecepatan Tinggi dan Hantam Tebing Bukit Bego
Baca juga: FAKTA Baru Laka Bus Pariwisata di Bantul, Analisis Sementara Hasil Olah TKP
Secara umum, bus tersebut sebenarnya masih layak melintas di jalan yang berkarakter menanjak dan menurun.
"Bus itu dalam keadaan bagus. Tidak bermasalah sebenarnya dari sisi teknis," ujarnya
Dalam kesempatan itu Ahmad menjelaskan jika kecelakaan tersebut lebih banyak karena human error, dalam hal ini adalah pengemudi bus.
Menurutnya, pada kondisi jalan menurun, tentu yang terjadi adalah timbulnya gaya gravitasi yang semakin besar.

Untuk membuktikannya, pihaknya telah meminta kepada Kepala Dishub DIY dan Bantul untuk mencoba ikut mobil Ford Ranger Double Cabin milik KNKT.
Mereka bersama-sama mencoba menggunakan mobil tersebut untuk melewati jalan menurun Dlingo-Imogiri.
"Tadi saya perintahkan sopir untuk menggunakan gigi (persneling) 2 tanpa mengerem dan ngegas. Dan sesuai analisa kami, ternyata semakin cepat," ungkapnya.
Dalam pengujian analisa KNKT tersebut, mobil KNKT ternyata melaju dengan kecepatan semakin tinggi bahkan puncaknya bisa mencapai 70 km/jam.
Baca juga: KALIMAT Pembicaraan Sopir dan Kernet Bus Pariwisata Maut di Bantul
Baca juga: Kisah Danarto Korban Selamat Laka Bus di Imogiri, Bercucuran Darah Merangkak Mencari Kedua Anaknya
Hal itu disebabkan adanya gaya gravitasi bumi yang menyebabkan laju mobil semakin cepat di jarak 500 meter sebelum lokasi kejadian.
"Itu kemarin pengemudi (bus) menggunakan gigi tiga. Kita pakai gigi 2 saja tanpa rem tanpa ngegas kecepatannya bisa segitu. Apalagi kemarin pakai gigi 3, itu dia (sopir bus) terus memaksa melakukan pengereman berkali-kali," urainya.
Menurutnya, ketika volume kendaraan semakin besar maka gaya gravitasi yang ditimbulkan juga semakin besar.
Terlebih dari keterangan saksi, saat itu sopir melaju dengan menggunakan gigi perseneling 3.
Sopir bus tersebut memaksa melakukan pengereman berkali-kali.

Sedangkan sistem kerja rem angin sebenarnya adalah ketika kendaraan diinjak pedal gasnya maka angin akan mengisi, dan pada saat mengerem kendaraan itu membuang angin yang ada di dalam tabung.
"Nah pada saat turun itu dia tidak banyak kesempatan mengisi, dia hanya membuang (angin) terus," katanya.
Pada saat tekanan angin kurang dari 6, lanjutnya, pengemudi hanya merasakan remnya tak berfungsi.
Meski pengemudi menginjak rem dan masih terdengar mengeluarkan angin, tetapi secara teknis bus tersebut tidak melakukan pengereman atau kehilangan tenaga untuk pengereman.
( tribunjogja.com )