Warga Berhemat Minyak Goreng, Harga di Pasar Turun Bertahap

Terhitung mulai Rabu (9/1/2022), pemerintah menerapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng yakni sebesar Rp14.000,00 per liter

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Mona Kriesdinar
ISTIMEWA
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Terhitung mulai Rabu (9/1/2022), pemerintah menerapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng yakni sebesar Rp14.000,00 per liter. Pengumuman kebijakan ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ketika memimpin Rapat Komite Pengarah BPDPKS, Selasa (18/1/2022) lalu.

Namun, khusus untuk pasar tradisional, dikatakan Airlangga, akan diberikan waktu penyesuaian selambat-lambatnya 1 minggu dari tanggal pemberlakuan.

Airlangga membeberkan, minyak goreng kemasan dengan harga khusus tersebut akan disediakan sebanyak 250 juta liter per bulan selama jangka waktu 6 bulan.

Pemerintah juga akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin, minimal 1 bulan sekali, terkait dengan implementasi kebijakan ini.

Di toko retail modern sudah mengaplikasikan kebijakan satu harga tersebut. Namun di pasar tradisional, harga minyak goreng masih tergolong tinggi.

Di pasar tradisional di Sleman, ditemukan harga minyak goreng per liter masih dipatok Rp19.500. Seorang pedagang pasar di Sleman, Wasiah (62) mengatakan, hingga Kamis (20//20221) siang, harga komoditas minyak goreng di pasar tradisional belum ada penurunan.

Ia sendiri membeli dari suplier di harga Rp300 ribu per jeriken untuk minyak curah. Sementara untuk minyak kemasan, ia membeli dengan harga Rp223 ribu per 12 liter.

"Hari ini masih mahal. Harga jualnya Rp19.500 per liter (kemasan). Kalau yang kiloan Rp20 ribu (minyak curah)," ungkap Wasiah, Kamis (20/1/2022).

Wasiah berharap, harga minyak di pasar tradisional bisa berangsur-angsur turun. Sebab, harga tinggi maupun rendah, keuntungan yang didapat dari suplier tetap sama. Per liter maupun per kilogram-nya hanya untung Rp500.

Disamping itu, tingginya harga minyak yang sudah berlangsung lama ini berpengaruh pada konsumen. Menurutnya, banyak pelanggan lapaknya yang mengeluh karena harga minyak tak kunjung turun.

"Banyak (konsumen) yang mengeluh. Katanya, harga minyak kok tinggi terus. Harapan saya, ya bisa turun," ujar Wasiah yang sudah berjualan di pasar tradisional di Sleman lebih dari 40 tahun itu.

Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sleman, Nia Astuti, mengatakan, harga minyak goreng dibeberapa pasar modern sudah turun di harga Rp 14 ribu sejak Rabu kemarin. Tetapi di pasar tradisional rencananya akan diturunkan secara bertahap.

"Karena banyak pedagang yang masih punya stok minyak dengan harga kulakan yang tinggi. Ini yang sedang kami komunikasikan dengan Kemendag karena banyak pedagang yang akhirnya rugi," ucap dia.

Warga berhemat

Menyikapi harga minyak goreng di pasar tradisional yang belum turun, para ibu rumah tangga yang menjadi konsumen, menyiasati dengan berhemat dalam menggunakan minyak goreng.

"Saya mau belanja banyak bingung. Harganya masih tinggi. Ya, sebisa mungkin aktivitas menggoreng dikurangi," kata Frasti Nur, ditemui di pasar tradisional di Sleman, kemarin.

Frasti Nur berharap pemerintah bisa segera menurunkan harga minyak goreng di pasar. Sebab, bagi ibu rumah tangga seperti dirinya, minyak goreng itu ibarat air, daya konsumsinya sangat tinggi. Tidak bisa lepas dari minyak goreng.

Apalagi sekarang mulai mendekati bulan Ramadan. Karenanya, harga komoditas untuk menggoreng ini, diharapkan bisa segera distabilkan.

"Harga sekarang sudah memprihatinkan. Kalau tidak stabil, susah banget," ujar dia.

Salah satu distributor minyak goreng di pasar Sleman, Sutar Dahlan mengungkapkan, hingga kini dirinya masih menjual minyak goreng di harga Rp300 ribu per jeriken berisi 16 kilogram atau Rp18.750 /kg.

Harga tersebut, menurutnya, yang paling mahal sepanjang dirinya menjadi distributor minyak goreng. Beberapa tahun lalu pernah di harga hanya Rp90 ribu per jeriken.

"(Faktor mahal) Saya tidak tahu. Padahal pemakaian juga nggak ngaruh. Saya jual segitu, karena dari sumbernya juga sudah mahal," ujar dia.

Dalam sekali drop, Sutar rata-rata mampu mengambil sebanyak 60 jeriken minyak goreng. Jumlah sebanyak itu, untuk didistribusikan kepada para pedagang dalam beberapa hari.

Ia sendiri mengaku mendukung program pemerintah pusat menurunkan harga minyak goreng diharga Rp14.00 per liter. Tetapi penurunan harus dilakukan secara bertahap.

"Tidak bisa sekaligus langsung turun. Tergantung pengiriman. Kalau turun ya turun. Saya mengikuti alur saja," tutur dia.

Tidak panik

Pemerintah Kota Yogyakarta meminta masyarakat tidak perlu panic buying dan membeli minyak goreng dalam jumlah berlebihan. Sebab, eksekutif meyakini harga komoditas tersebut segera stabil di angka Rp14 ribu per liter sesuai kebijakan pemerintah pusat.

Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi menuturkan, ketersediaan minyak goreng kemasan bersubsidi Rp14 ribu sejauh ini memang belum banyak, karena baru diluncurkan per Rabu (19/1/2022). Menurutnya, butuh waktu hingga distribusinya benar-benar merata ke penjuru Indonesia.

"Yang penting tidak usah panik. Toh, perlahan, harganya bakal turun semua itu, karena sudah single price, jadi tidak perlu cepet-cepetan lah," katanya, kemarin.

Ia pun menyadari, fenomena panic buying terjadi karena minyak goreng kemasan dengan banderol miring itu baru tersedia di toko-toko modern. Sehingga, harga jual minyak goreng di pasar tradisional saat ini, kemungkinan masih cenderung tinggi, dan melebihi single price tersebut.

Namun, aturan sebenarnya sudah jelas, minyak goreng bersubsidi tersebut tidak boleh diperjualbelikan kembali.
Otomatis, terdapat konsekuensi hukum ketika ditemukan oknum-oknum yang sengaja memborong banyak minyak murah, untuk dijualnya lagi pada warga masyarakat.

"Tidak usah panic buying, borong-borongan, mereka yang memperjualbelikan komoditas pemerintah yang bersubsidi itu bisa diproses kalau melakukan upaya distribusi. Sudah ditegaskan, ya, yang Rp14 ribu itu kan cuma dijual untuk konsumen, bukan untuk dijual lagi," ungkap Wawali.

Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi potensi kecurangan terhadap minyak goreng bersubsidi tersebut, Pemkot pun menyiapkan pembatasan pembelian, sembari menunggu distribusinya merata di pasaran. Sehingga, mereka tidak bisa serta merta membelinya dalam jumlah besar.

"Makanya, kita sepakat juga, akan ada batas pembeliannya. Sedang dirumuskan batasannya. Soalnya, ini bukan untuk diperjualbelikan lagi. Mungkin nanti maksimal dua (liter), sedang kita rumuskan skemanya," lanjutnya. 

Diberi Waktu Seminggu

PEDAGANG minyak goreng di pasar yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta diminta untuk menyesuaikan kebijakan satu harga Rp14.00 per liter, paling lambat satu minggu ke depan.

Kabid Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Yanto Apriyanto mengatakan, masa transisi harga minyak goreng selama dua minggu ke depan diharapkan betul-betul diperhatikan oleh para pedagang minyak goreng.

"Mereka masih dalam pantauan kami. Proses itu bermula dari keputusan Mendag untuk penyaluran satu harga yakni Rp14 ribu per liter," kata Yanto Apriyanto, Kamis (20/1/2022).

Dia menjelaskan, pantauan harga minyak goreng di pasar akan terus dilakukan. "Yang penjual atau retail lokal akan kami lihat perkembangan satu minggu ke depan," jelasnya.

Sementara untuk retail modern yang tergabung di Aprindo dijelaskan Yanto, mereka sudah harus menyesuaikan harga minyak goreng Rp14 ribu terhitung Rabu (19/1/2022) kemarin. "Yang harga retail modern Aprindo sudah harus satu harga Rp14 ribu. Itu berlaku secara nasional," terang dia.

Yanto belum memastikan jumlah stok minyak goreng yang diberikan pemerintah pusat untuk disalurkan ke wilayah DIY. Namun yang jelas, harga minyak goreng sebesar Rp14 ribu tersebut rencananya akan berakhir sampai dengan Juni tahun ini.

"Harga Rp14 ribu sampai satu semester ya. Mungkin diperkirakan sampai Juni tahun ini," tandasnya.

Di Gunungkidul, pemberlakukan kebijakan satu harga masih bersifat terbatas. Kepala Seksi Distribusi, Bidang Perdagangan, Disdag Gunungkidul, Sigit Haryanto menyampaikan, penerapannya baru di sejumlah swalayan.

"Baru swalayan yang tergabung dalam Aprindo," kata Sigit, kemarin.

Ia menjelaskan, harga minya goreng kemasan di swalayan Aprindo ditetapkan Rp14 ribu per liter. Namun konsumen hanya diperkenankan membeli sebanyak 2 kantong, atau setara 2 liter.

Adapun kebijakan ini belum diberlakukan di pasar tradisional. Menurut Sigit, pihaknya masih harus berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY hingga pusat.

"Nanti akan ditentukan kebijakan di pasar tradisional," ujarnya.

Sigit kemarin mengungkapkan bahwa harga minyak goreng kemasan di Gunungkidul masih terbilang tinggi. Adapun kisarannya di harga Rp19.500 per liter.

Menurutnya, masih tingginya harga tersebut lantaran permintaan dari masyarakat masih sangat tinggi. Padahal, dari sisi ketersediaan pun tidak mengalami masalah.

"Ini pengaruh hukum ekonomi, kami pantau terus perkembangannya seperti apa," kata Sigit.

Sal (46), pedagang kelontong di Pasar Argosari Wonosari juga menyebut harga minyak goreng kemasan masih tinggi. Adapun kisarannya mulai dari Rp19 ribu sampai Rp21 ribu per liter.

Menurutnya, harga di tingkat pengepul sendiri sudah terbilang tinggi. Akibatnya, ia pun juga ikut menaikkan harga minyak goreng kemasan ke pembeli.

"Kalau dari sananya mahal ya otomatis kami juga ikut naikkan harga," kata Sal. (hda/alx)

Baca Tribun jogjja edisi Jumat 2022 halaman 01

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved