Headline

Soal Rencana Penghapusan Tenaga Honorer atau Non PNS, Begini Komentar BKD Pemda DIY

Pemerintah berencana menghapus tenaga honorer atau non-Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 2023 mendatang

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM / Yuwantoro Winduajie
Kepala BKD DIY Amin Purwani 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah berencana menghapus tenaga honorer atau non-Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 2023 mendatang. Kebijakan ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja.

Dalam ketentuan itu, pegawai pemerintah non-PNS diminta menyelesaikan masa kerjanya selama lima tahun. Sehingga, sejak PP Nomor 49 Tahun 2018 itu ditetapkan, masa kerja pegawai pemerintah non-PNS hanya sampai tahun depan (2023).

Berdasarkan kebijakan itu pula, nantinya pada 2023 pegawai pemerintah hanya ada dua kategori, yakni Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kontrak (P3K) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Amin Purwani mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih menunggu regulasi dari pemerintah pusat terkait bagaimana nasib para pegawai non-PNS di Pemda DIY.

"Itu yang kami tunggu regulasi formalnya bagaimana," katanya, Selasa (18/1/2022).

Amin menjelaskan, di Pemda DIY pegawai non-PNS dimasukkan kategori tenaga bantu atau naban.

Jumlahnya mencapai ribuan.

"Total naban di Pemda DIY itu ada 3.441 orang," jelasnya.

Dengan adanya kebijakan penghapusan tenaga honorer tersebut, tentunya posisi naban di Pemda DIY kini kurang nyaman sebab mereka berstatus pegawai pemerintah non-PNS.

Pemda DIY pun belum menentukan langkah, apakah akan membuat regulasi khusus untuk keberlangsungan para naban tersebut.

Atau langsung memberhentikan secara terhormat para naban tersebut ketika kebijakan pemerintah itu benar-benar diberlakukan.

"Belum ada langkah khusus, kami masih menunggu kebijakan dari pemerintah pusat seperti apa dulu," ujarnya.

Meski belum ada upaya yang jelas, Amin menuturkan, peluang naban di DIY yang diterima PNS setiap tahunnya rata-rata 100 orang.

Itu artinya, butuh sekitar 34 tahun agar 3.441 naban di DIY berstatus menjadi PNS.

"Kalau soal berkarier di pemda, naban Pemda DIY tiap tahun lebih kurang 100 orang yang diterima CPNS. Kalau yang ikut tes CPNS pasti lebih banyak," ungkap Amin.

Sementara untuk penetapan jumlah kebutuhan PPPK di Pemda DIY setiap tahunnya, dijelaskan Amin, ditentukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

"Tapi rata-rata kebutuhan PPPK di Pemda DIY per tahun hanya 200 saja," imbuhnya.

Amin memastikan, meski pegawai non-PNS tersebut nantinya dihapuskan, namun hal itu tidak membuat kinerja masing-masing organisasi pemerintah daerah (OPD) terkendala.

"Seharusnya tidak (terkendala) karena CPNS tetap akan ada. Dan Pemda DIY tiap tahun mengajukan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN)," terangnya.

Untuk mengetahui dampak terbesar atas kebijakan penghapusan pegawai pemerintah non-ASN itu. Sayangnya, Amin belum memastikan rincian naban terbanyak dari instansi mana.

Tendik

Salah satu pegawai non-PNS yang bekerja sebagai tenaga kependidikan (tendik), bernama Yudha Sutawa mengatakan, dirinya mengetahui posisinya sebagai pegawai non-PNS cukup terancam dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu.

Pasalnya, regulasi pengangkatan tendik menjadi PNS selama ini belum ada.

Perlu diketahui, tenaga kependidikan merupakan pegawai administrasi sekolah, di antaranya petugas tata usaha (TU), petugas laboratorium (paborat), petugas perpustakaan, dan sebagainya.

"Jadi regulasi pengangkatan PNS untuk tenaga kependidikan yang signifikan belum ada. Untuk yang guru SD juga dipilah-pilah, dan swasta mendominasi. Itu bisa menggeser guru-guru honorer sekolah negeri," terang Yudha.

Dia mengakui, tendik menjadi benteng pertama yang lebih dulu roboh sebab mayoritas pegawai non-PNS didominasi tenaga kependidikan dan tenaga pendidik alias guru honorer.

"Kami yang di Sleman minggu kemarin matur bupati. Intinya beliau mendukung upaya kami, jadi bupati akan berkirim surat ke Jakarta soal dampak kebijakan ini," ungkapnya.

Yudha berharap ada kebijakan khusus yang dikeluarkan langsung oleh presiden berkaitan dengan nasib dirinya dan ribuan tenaga kependidikan lainnya.

"Keinginan kami regulasinya diterbitkan presiden. Jadi tenaga kependidikan minimal 5 tahun kerja dan tercatat di Daftar Pokok Pendidikan (Dapodik) harus diangkat sebagai PNS," pungkasnya.

Sementara itu, Pemkab Sleman menunggu lebih lanjut keputusan pemerintah pusat.

"Kita tunggu saja, nanti tunggu reaksinya, ketika (pemerintah) pusat mengeluarkan (kebijakan) pasti nanti ada tanggapan-tanggapan dari pemerintah daerah. Nah kita tunggu nanti seperti apa. Kan itu tahun depan kan, kalau enggak salah, ya," ujar Sekretaris Daerah Sleman, Harda Kiswaya, ditemui Selasa (18/1)

Jumlah naban di lingkup Pemkab Sleman ada sekitar 1.000-an orang. Paling banyak berada di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang diperbantukan untuk mengurus taman, kebersihan, maupun persampahan.

Selain itu, ada juga yang bekerja di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) sebagai naban di lapangan. Sisanya, berada di OPD lain yang diperbantukan sebagai tenaga terampil.

Menurut Harda, peran naban sangat dibutuhkan di daerah. Selain membantu pekerjaan pemerintah, rekrutmen tenaga harian lepas ini juga sangat membantu untuk mengurangi angka pengangguran.

Selama ini, rekrutmen naban di Sleman disesuaikan dengan kebutuhan di masing-masing OPD. Peran mereka dinilai urgen dan dibutuhkan. Sebab, setiap tahun pegawai di Pemkab Sleman banyak yang memasuki usia pensiun, sementara pegawai yang masuk tidak sebanding.

"Jadi artinya tenaga bantu seperti itu memang diperlukan. Sangat urgen," tutur Harda. (hda/rif)

Baca Tribun Jogja edisi Rabu 19 Januari 2022 halaman 01

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved