Electrifying Agriculture PLN Wujudkan Mimpi Sumarna Sulap Pasir Kering Jadi Lahan Pertanian Subur

Sempat dianggap orang gila karena menanam sayur dan palawija di lahan pasir, tak membuatnya ciut nyali

Tribun Jogja/Ikrob Didik
Hamparan tanaman kangkung yang sedang disiram menggunkan teknik sistem irigasi kabut. Pompa yang digunakan menggunakan lisrik PLN sebagai sumber tenaga 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ikrob Didik Irawan

TRIBUNJOGJA.COM – Sempat dianggap orang gila karena menanam sayur dan palawija di lahan pasir, tak membuatnya ciut nyali. Kehadiran listrik PLN telah mampu mewujudkan mimpinya menyulap lahan pasir yang kering menjadi lahan pertanian subur yang mensejahterakan petani.

Sumarna namanya. Pria paruh baya ini adalah seorang petani kecil di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia tak memiliki sawah luas, hanya beberapa meter saja. Kondisi yang serba kepepet membuatnya melirik hamparan lahan berpasir di pesisir pantai selatan. Tepatnya di kawasan Pantai Samas, Sanden, Bantul.

Tak ada yang tertarik pada lahan itu karena tanahnya berupa pasir yang memiliki kandungan besi tinggi. Alhasil saat kali pertama membuka lahan pertanian di lokasi tersebut sekitar tahun 2004, ia dianggap orang gila oleh para tetangga.

“Di sini benar-benar pasir, kondisinya sangat kering. Jangankan nutrisi, menyimpan air pun tak bisa. Bahkan orang lewat tanpa alas kaki kalau siang harus lari biar tidak kepanasan. Makanya saya dianggap orang gila saat buka lahan pertanian,” kata Sumarna kepada tribunjogja.com, Jumat (10/12/2021) lalu.

Karena memiliki keyakinan bahwa lahan pasir itu bisa ditanami, pria berkumis tipis ini tak peduli omongan orang. Ia ingin mewujudkan mimpi besarnya bahwa suatu saat akan bisa membiayai anak sekolah dan kuliah dari hasil panen di lahan itu.

Tanaman cabai yang tumbuh subur di lahan pasir pesesir pantai selatan Bantul
Tanaman cabai yang tumbuh subur di lahan pasir pesesir pantai selatan Bantul (Tribun Jogja/Ikrob Didik)

Masalah terbesar menanam di lahan pasir adalah penyiraman air. Awalnya, Sumarna dan petani lain masih menggunakan cara tradisional menyiram tanaman cabai, terong, jagung, kangkung dan lainnya menggunakan gembor. Pasir yang panas dan tak bisa menyimpan air membuat penyiraman harus rutin dilakukan yakni pagi dan sore.

“Tapi cara ini sangat melelahkan dan lama karena mengangkut air dari penampungan pakai gembor. Untuk sekali penyiraman di lahan 1.000 meter persegi butuh sekitar 800 gembor dengan waktu 3 jam,” katanya. Kemudian ia berinovasi menggunakan mesin pompa untuk menggantikan gembor. Pompa dihubungkan dengan selang angin untuk mendistribuskan air.

Cara ini terbukti membuat waktu penyiraman lebih cepat dan menghemat tenaga tak perlu capek-capek mengangkut air. Meski efektif menghemat waktu dan tenaga, inovasi ini memiliki kelemahan yakni biaya bahan bakar yang tinggi.

Sumarna kemudian terus mengutak-atik mencari formula terbaik. Bahan bakar pompa berkali-kali ia ganti mulai dari menggunakan premium, kemudian solar hingga elpiji. “Kalau pakai premium dan solar, kadang petani dilarang beli pakai jerigen di SPBU. Sementara elpiji susah dicari kalau langka,” ujarnya.

Seorang petani sedang menyalakan saklar untuk menyalakan pompa yang akan menyirami tanaman cabainya
Seorang petani sedang menyalakan saklar untuk menyalakan pompa yang akan menyirami tanaman cabainya (Tribun Jogja/Ikrob Didik)

Menggunakan Listrik

Ia kemudian berpikir untuk menggunakan listrik sebagai sumber tenaga untuk menggerakkan pompa. Awalnya, ia menggunakan listrik tenaga surya. Sekitar dua tahun berjalan, biaya perawatan yang sangat tinggi membuat cara ini tak lagi berlanjut.

“Selama empat tahun berjalan, saya terus merugi. Tapi saat saya cermati, dari tahun ke tahun angka kerugian terus mengecil. Makanya saya yakin untuk jalan terus,” jelasnya. Sumarna sampai pada satu kesimpulan bahwa listrik adalah sumber energi terbaik, murah dan ramah lingkungan untuk menggerakkan pompa.

Apalagi saat itu ia telah menemukan inovasi yakni teknik penyiraman di lahan pasir yang bisa menghasilkan panen melimpah berkualitas namun biaya rendah.

Teknik itu adalah sistem irigasi kabut, yakni penyiraman menggunakan selang yang diberi lubang kecil sehingga menyeburkan air seperti kabut. Inovasi bisa berjalan maksimal jika ada listrik.

Namun sayangnya, belum ada jaringan listrik di lokasi lahan yang ditanami. Sumarna lantas mencoba mencari jalan. Sejumlah permohonan ia layangkankan kepada pihak terkait untuk membantu membangun jaringan listrik. Namun usaha ini tak pernah membuahkan hasil.

Sarjimin, petani Kelompok Tani Pasir Makmur sedang menyalakan saklar untuk menyalaman pompa yang menggunakan tenaga listrik PLN
Sarjimin, petani Kelompok Tani Pasir Makmur sedang menyalakan saklar untuk menyalaman pompa yang menggunakan tenaga listrik PLN (Ist)

Surat untuk Presiden

Hingga suatu ketika pria yang hanya lulusan SMA ini terpikir untuk menulis surat langsung kepada Presiden Joko Widodo. Tak disangka, surat itu ternyata langsung direspon oleh Presiden Jokowi.

PLN lewat program Electrifying Agriculture kemudian datang mewujudkan mimpi para petani untuk mendapatkan sambungan listrik.

"Sejak kirim surat ke Presiden, alhamdulillah semua menjadi mudah," ujarnya.

Kini, lahan-lahan petani sudah terpasang daya listrik PLN sendiri. Pompa air yang digerakkan dari listrik PLN bisa kapanpun menyedot air dari sumur patek di masing-masing lahan petani. Tak peduli cuaca sekering apapun, tanaman akan tetap bisa tumbuh subur karena siraman air tak pernah telat.

Lahan yang dulu hanya hamparan pasir kini berubah hijau berisi aneka tanaman kangkung, cabai, jagung, terong, hingga padi. Sejak lahan tersambung listrik, para petani mulai meninggalkan BBM ke sumber energi ramah lingkungan ini.

Bagi petani, keberadaan listrik PLN benar-benar mampu menekan biaya penyiraman. Saat masih menggunakan BBM, satu kali penyiraman untuk luasan lahan 1 hektare membutuhkan biaya Rp85 ribu.

Kini setelah berganti menggunakan listrik PLN, biaya penyiraman untuk 1 hektare lahan hanya Rp15 ribu saja. Artinya ada penghematan sebesar 85 persen, tidak menimbulkan polusi, tidak menimbulkan limbah oli, serta tidak menimbulkan suara bising mesin.

“PLN juga membantu anggota kelompok tani masuk karena masuk dalam pelanggan kategori bisnis. Yakni bila membeli pulsa listrik Rp100 ribu, akan terisi sebanyak Rp95 ribu. Bila yang biasanya hanya terisi Rp65 ribu saja,” ujar Sumarna.

Tanaman kangkung yang sedang disiram menggunakan teknik Sistem Irigasi Kabut. Pompa yang digunakan menggunakan listrik PLN
Tanaman kangkung yang sedang disiram menggunakan teknik Sistem Irigasi Kabut. Pompa yang digunakan menggunakan listrik PLN (Tribun Jogja/Ikrob Didik)

Cabai Terbaik

Inovasi dari Sumarna ini sangat dirasakan dampaknya untuk meningkatkan kesejahteraan para petani. Mereka sudah membentuk wadah yakni Kelompok Tani Pasir Makmur yang telah memilik badan hukum.

Sarjimin, petani setempat mengatakan, hasil panen sudah sangat lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk untuk biaya sekolah dan kuliah anak.

Ia mencontohkan hasil dari menanam cabai. Media menanam berupa pasir justru membuat cabai dari wilayah pesisir selatan Bantul ini terkenal lebih tahan lama tak cepat busuk. Ini karena kandungan airnya yang sedikit. Lantaran kualitasnya ini, harga cabai pun bisa tinggi.

Apalagi para petani kompak mengumpulkan hasil panen lalu menjualnya lewat sistem lelang, bukan pakai cara lama dijual langsung ke tengkulak. “Kalau dijual sendiri, paling laku hanya belasan ribu per kilo. Kalau lewat lelang, bisa laku lebih mahal lagi tergantung siapa yang berani berikan penawaran tertinggi,” ujarnya.

Hasil menggiurkan dari bertani di lahan pasir ini rupanya mampu menarik generasi muda untuk menjadi petani. Misbakhun misalnya, mantap menjadi petani menggarap lahan di pesisir selatan karena sudah merasakan hasilnya.

Sumur patek, pompa, listrik PLN dan penerakan inovasi dari Sumarna telah membuat tanaman cabainya bisa tumbuh subur.

“Modal awal untuk membuat sumur, beli pompa, pasang listrik PLN dan instalasi sistim irigasi habis sekitar Rp15 jutaan. Pohon cabai saya sudah 6 kali panen, sudah balik modal bahkan sudah untung. Adanya listrik PLN sangat membantu petani,” katanya.

Sekretariat Kelompok Tani Pasir Makmur, Bantul
Sekretariat Kelompok Tani Pasir Makmur, Bantul (Tribun Jogja/Ikrob Didik)

Ayo Bertani

Kini berkat inovasinya yakni sistem irigasi kabut yang diduetkan dengan listrik PLN, Sumarna sudah berkeliling  ke berbagai daerah di Indonesia untuk menularkan ilmu kepada petani-petani lain.

Terutama petani di daerah pesisir dan daerah yang kering dan tandus. Ia berharap petani-petani di lahan marjinal bisa memakai inovasinya untuk menuju hidup yang lebih sejahtera.

Sumarna terus mengembakan inovasinya itu agar bisa semakin memudahkan petani. Misalnya penggunanaan sensor suhu dan timer agar penyiraman bisa dilakukan secara otomatis, hingga “menyuntikkan” pupuk yang akan langsung tercampur dengan air yang disiramkan.

“Keinginan terbesar saya adalah petani-petani di lahan marjinal bisa bercocok tanam, dan inovasi yang saya lakukan ini bisa menjadi salah satu caranya. Ayo bertani, ayo gunakan listrik PLN, lebih irit,” katanya.

General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Tengah & Daerah Istimewa Yogyakarta, M. Irwansyah Putra mengatakan program Electrifying Agriculture ini adalah semangat transformasi PLN untuk memberikan pelayanan kelistrikan yang mudah, terjangkau dan andal untuk para pelaku usaha di bidang agrikultur. 

"Program ini bertujuan untuk membantu para petani mengembangkan usahanya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. Kami senang melihat keberhasilan petani dalam mengelola sawah mereka dengan memakai listrik PLN,” tuturnya. 

Ia merinci, DIY memiliki daya mampu 1.560 MW, beban puncak 448 MW dan cadangan hingga 1.112 MW. Artinya, PLN memiliki cadangan lebih dari 100 persen kebutuhan kelistrikan di DIY. Ia berharap, listrikisasi bisa meningkatkan penghidupan yang lebih baik untuk masyarakat.

“Program Electrifying Agriculture ini merupakan salah satu semangat transformasi PLN di pilar Innovative dan Customer Focus, dalam meningkatkan pelayanan listrik yang lebih mudah, terjangkau, dan andal bagi kalangan di sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan,” ungkap Irwan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved