Kisah Inspiratif

Manfaatkan Sampah Daun Pisang, Desainer Indria Aryanto Ciptakan Kreasi Baru di Dunia Fashion

Indria Aryanto ingin menciptakan kreasi baru dalam dunia fesyen sekaligus bagian dari pesan kampanye melesatarikan alam.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Indria Aryanto berupaya untuk berinovasi dengan memanfaatkan bahan dari lingkungan sekitar, seperti sampah daun pisang 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tampil beda adalah kunci bertahan di masa pandemi Covid-19.

Hal itulah yang dipegang teguh Indria Aryanto, desainer asal Cilacap, Jawa Tengah.

Indria sudah melakoni bisnis batik ini sejak 10 tahun lalu.

Neneknya dulu merupakan pengusaha kain tenun ATBM atau alat tenun bukan mesin di Klaten.

Namun, setelah neneknya meninggal bisnis ini terhenti.

Barulah sejak 2011 dia kembali menekuni usaha di Kuripan Kidul, Cilacap, Jawa Tengah.

Baca juga: Kisah Desainer Tari Made Pulang dari New York Indonesia Fashion Week 2021, Kenalkan Batik di Amerika

Di masa pandemi yang meluluhlantakkan perekonomian, Indria justru berupaya untuk berinovasi, menciptakan karya-karya baru yang memiliki nilai estetika.

Pemilik brand ‘Indria’ ini menenun kain bukan dengan benang, melainkan dengan serat klaras alias daun pisang.

Bisa dibilang, apa yang dilakukan Indria ini cukup baru di dunia fesyen.

Selain memainkan potongan busana, Indria berupaya untuk tampil beda dengan kain tenun serat daun pisang.

“Daun pisang ini kan sering dianggap sampah dan tidak bisa digunakan lagi. Padahal, ini bisa dikreasikan juga. Pesan yang ingin saya sampaikan, sesuatu yang buruk belum tentu buruk semua. Serat ini contohnya,” bukanya.

Indria mendapat kesempatan untuk unjuk karya di Yogyakarta, di panggung ‘AIRA Fashion on The Spot’ yang diselenggarakan di Atrium Hartono Mall, pekan lalu.

Menurutnya, dia selalu tertantang untuk berinovasi dalam duni fesyen.

“Saya juga ingin menghadirkan sesuatu yang berbeda, juga ini bagian dari upaya dalam melestarikan alam,” kata Indria.

Inspirasinya tidak jauh.

Dia sering melihat daun pisang sebagai sampah organik, sebagaimana ia jelaskan sebelumnya.

Ia lantas berpikir, mengapa tak menjadikan daun pisang sebagai bahan dasar benang untuk membuat kain lurik.

Desainer yang sudah malang melintang di dunia fesyen itu membutuhan beberapa bulan untuk bereksperimen.

Tantangan terbesarnya, klaras adalah bahan alam yang mudah rusak dan lapuk.

Apalagi jika tidak dirawat dengan baik.

Akan tetapi, ia seperti tidak kehilangan akal.

Kegigihannya membuat dirinya bisa memintal serat daun pisang itu menjadi benang.

“Daun pisang kita treatment dengan air yang dicampur tawas, lalu kita biarkan 3-4 hari. Setelah itu dikeringkan lalu direndam kembali dengan air cuka. Selanjutnya dijemur kembali untuk bisa diambil benangnya,” terang Indria.

Setelah bisa dipintal, ia tinggal memadukan dengan kain-kain lain agar tampilan busana bisa lebih elegan dan unik.

Benang dari klaras ini bisa menghasilkan warna coklat yang natural ketika menjadi selembar kain lurik.

Hal unik lain, seperti penanda karya seorang Indria Aryanto, benang daun pisang itu bisa membentuk efek timbul.

Sehingga, siapapun yang menggunakannya bisa melihat efek tiga dimensi.

Ini menjadi kekhasan seorang Indria saat berkarya.

Dia banyak memberikan sentuhan tiga dimensi unik dan mudah diingat masyarakat.

“Seperti kain biasa, namun lebih bermotif tiga dimensi. Kalau menggunakan benang katun memintal dengan ketebalan tertentu, tapi ini langsung dipotong dari klaras sesuai ukuran baju akan dibentuk,” ungkapnya.

Meski cukup puas dengan klaras, tapi Indria seperti tidak ingin berhenti mengeksplorasi bahan di sekitarnya.

Baca juga: 12 Desainer Usung Warna Monokrom di Parade Busana AIRA Fashion on The Spot 2021 Hari Terakhir

Dari lubuk hatinya, Indria ingin menciptakan kreasi baru dalam dunia fesyen sekaligus bagian dari pesan kampanye melesatarikan alam.

Lagipula, ini bukan kali pertama Indria membuat karya dari daun pisang.

Tahun lalu, ia memanfaatkan akar wangi.

Ia juga berhasil menjadikan daun hidup sebagai motif pada pakaian sebagai aksesoris tambahan.

“Saya memang mengedepankan bahan yang ramah lingkungan untuk dijadikan kreasi baru. Ini juga cara saya untuk berani bersaing dalam dunia fesyen,” terangnya.

Indria menutup wawancara dengan mengajak siapapun untuk memanfaatkan barang di sekitar diri sendiri.

Inspirasi apapun bisa didapatkan dengan memperhatikan lingkungan yang ada.

“Yang ada di sekitar kita merupakan inspirasi dalam berkarya, begitu juga yang ada di sekitar kita bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu karya,” tandasnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved