Berita Bisnis Terkini
The Body Shop® Goes to Campus: Bersama Ciptakan Kampus yang Bebas Kekerasan Seksual
The Body Shop® Indonesia menggelar webinar The Body Shop® Goes To Campus: Bersama Menciptakan Kampus yang Bebas Kekerasan Seksual (01/12/2021).
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Gaya Lufityanti
Suzy menambahkan The Body Shop® Indonesia Stop Sexual Violence: Semua Peduli, Semua Terlindungi #TBSFightForSisterhood adalah kampanye kolaboratif untuk memperjuangkan isu kekerasan seksual, yang bertujuan untuk Indonesia yang bebas dari kekerasan seksual.
Baca juga: Catatan Akhir Tahun 2020 LBH Yogyakarta, Kasus Kekerasan Seksual Marak Terjadi
Kampanye ini sudah kita mulai sejak 5 November 2020 bersama Yayasan Pulih, Magdalene.co, Makassar International Writers Festival dan Yayasan Plan International Indonesia, dan masih terus kami jalankan dengan berbagai program.
Dimana fokus Utama kami adalah pendampingan dan pemulihan korban, edukasi publik secara nasional, dan mengumpulkan petisi untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang - Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Kampanye kolaboratif ini telah menumbuhkan kesadaran serta pemahaman masyarakat tentang isu kekerasan seksual, menciptakan upaya bersama untuk mendobrak stereotip dan stigma mengenai kekerasan seksual serta menciptakan ruang aman.
Upaya ini bukan hanya kampanye untuk publik, kami mengedukasi dan berkampanye secara internal ke seluruh karyawan The Body Shop® Indonesia, karena kesadaran pemahaman akan isu kekerasan seksual dan menciptakan ruang aman harus dimulai dari dalam perusahaan kami.
Lily Yulianti Farid - Founder & Director Makassar International Writers Festival mengatakan upaya memberikan edukasi bagi mahasiswa merupakan salah satu strategi yang penting dijalankan.
"Selama sudah ada payung hukum yang kuat untuk melindungi kita dari kekerasan seksual edukasi tetap merupakan komponen paling penting. Kita juga perlu membentengi diri dari kekerasan seksual. Karena itu kita perlu melindungi diri dan memberdayakan sesama. ‘Kami percaya dan perlu bergandeng tangan semua pihak tak terkecuali peran institusi, komunitas termasuk perguruan tinggi bergerak bersama menciptakan kampus yang bebas kekerasan seksual," ujar Lily.
Baca juga: Tanggapan Mahasiswa Penyintas Kekerasan Seksual di Kampus Yogyakarta Soal Permendikbud 30/2021
Libby Sinlaloe, Spt - Direktur Rumah Perempuan mengatakan cukup banyak kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, ada sebanyak 50 kasus untuk di Kupang sendiri.
"Pendidikan seksual sering disalah artikan sebagai pendidikan tentang hubungan seksual. Hasrat ingin mengetahui yang tinggi tentang seksualitas banyak terjadi di kalangan mahasiswa dan SMA. Pendidikan masih kurang, kami juga melakukan pendampingan dengan pelaku. Kekerasan seksual terjadi karena meniru orang tua mereka, beberapa yang terjadi karena dilakukan oleh orang tua. Kekerasan seksual yang terjadi di kampus dan banyak korban yang tidak mau melapor, hal ini terjadi karena ketidakadilan gender, sub ordinaritas," sambung Libby.
Rumah Perempuan Kupang berusaha memberikan semaksimal mungkin untuk mendampingi korban perempuan dan anak korban kekerasan selain itu melakukan sosialisasi khususnya ke generasi muda agar dapat membekali diri dalam risiko kekerasan seksual yang mungkin akan mereka alami selama ada dalam lingkungan kampus.
MKP Abdi Keraf, S.Psi., M.Si, M.Psi.,selaku psikolog mengatakan, "Saya sebagai psikolog memiliki kegelisahan terkait isu ini. Seseorang yang minim pengetahuan tentang seksual kerap kali salah mengartikan. Minim pengetahuan di kalangan keluarga dikarenakan masyarakat kita sangat tabu. Bahasa kasih, bahasa cinta dan bahasa emosional merupakan dari bagian pendidikan seksual. Pengetahuan seksual bukan hanya tentang organ seksual secara ilmiah, namun juga tentang perilaku bagaimana kita menunjukkan rasa kasih sayang. Bagaimana membangun komunikasi dalam keluarga setiap hari juga penting."
Baca juga: UMY Dukung Permendikbud 30/2021, Nilai Kampus Perlu Landasan untuk Hadapi Kekerasan Seksual
“Akar persoalan harus dibangun dari rumah. Jangan pikiran bahwa korban kekerasan seksual itu baik-baik saja. Trauma korban sangat luar biasa. Jika tidak mendapatkan perlindungan seperti dia ada di ruangan yang sangat gelap. Mari kita baca new normal ini dalam penanganan kekerasan seksual. Mari kita perangi kekerasan seksual dengan masif,” lanjut Abdi.
Katarina Kewa Sabon Lamablawa - Aktivis Perempuan mengatakan, "Di kampus, sebagai pengalaman saya sebagai mahasiswa. Mahasiswi naik bemo di kupang tidak bisa naik di depan di sebelah sopir. Karena ada stigma bahwa akan diapa-apakan oleh sopir. Sebagai seorang aktivis perempuan muda saya ingin memberdayakan orang muda untuk bersuara tentang beragam isu di lingkungan sekitar untuk mencapai perubahan positif. Salah-satunya menciptakan ruang aman dari segala bentuk kekerasan seksual. Perlu diingat bersama bahwa kekerasan seksual tidak hanya terjadi dengan perilaku fisik, namun juga secara verbal."
Kalis Mardiasih selaku pemerhati isu gender sekaligus enulis mengatakan saat ini di Indonesia kita sedang memasuki masa krisis kemanusiaan karena semakin tingginya angka kekerasan seksual.
"Penyebab kekerasan seksual adalah timpangnya kekuasaan, antara pelaku dan korban sehingga korban merasa tidak berdaya. Langkah untuk menjadi pendamping korban kekerasan seksual adalah mempercayai ceritanya. Yang perlu dilakukan kampus adalah menyediakan layanan aduan kasus kekerasan seksual di kampus. Timnya harus terdiri dari orang yang memiliki perspektif memberikan keadilan bagi korban. Kampus punya tanggung jawab untuk membuat lingkungan yang aman," bebernya.
Baca juga: UIN Sunan Kalijaga Kini Miliki Pusat Layanan Terpadu Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual