Berita Pendidikan Hari Ini
UMY Dukung Permendikbud 30/2021, Nilai Kampus Perlu Landasan untuk Hadapi Kekerasan Seksual
UMY mendukung Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mendukung adanya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Adapun kekerasan seksual yang dimaksud ialah tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Rektor UMY, Dr Ir Gunawan Budiyanto MP IPM mengakui pihaknya belum membaca isi poin-poin yang ada dalam Permendikbud itu.
Namun, dia menilai munculnya pro dan kontra di tengah masyarakat lantaran masalah frasa.
Baca juga: UMY Resmikan Dasron Hamid Research and Innovation Centre, Upaya Hilirisasi Penelitian
"Saya belum membaca isinya (Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021), itu hanya masalah frasa. Tapi konten secara keseluruhan sebetulnya baik," kata Gunawan saat ditemui wartawan di Sportorium UMY pada Kamis (18/11/2021).
Menurutnya, ada beberapa frasa yang perlu dicek ulang agar tidak mengundang persepsi yang berbeda.
Meski menimbulkan kontroversi, kata dia, universitas tetap harus memiliki landasan agar bisa menghalangi dan mengurangi ekses-ekses dari kekerasan seksual.
"Kami melihat untuk mahasiswa yang jumlahnya ribuan itu, kemudian pola interaksi yang ada di kampus-kampus itu cukup urgent. Secara umum butuh (aturan) itu," ungkapnya.
Dibuatnya Permendikbud itu, lanjutnya, punya tujuan yang bagus, terutama untuk melindungi hak-hak perempuan.
Namun, dia berpesan agar ada perbaikan dalam frasa itu.
Baca juga: Mesin Grimiss Karya Tim PKM-PI UMY Bantu Tingkatkan Produktivitas Kerupuk Kulit Kakao Warga
"Kalau redaksinya sudah bagus, saya memandang itu aturan yang cukup bagus," katanya.
Ditanya mengenai pembentukan satuan tugas (satgas) seperti diamanatkan dalam regulasi, Gunawan mengatakan hal tersebut tidak perlu.
Sebab, ia percaya, dalam diri masing-masing orang sebenarnya sudah ada iman.
Disinggung mengenai sanksi penurunan akreditasi apabila kampus tidak menerapkan peraturan tersebut, menurutnya, itu yang terekspos di media massa.
"Saya tidak pernah membacanya (sanksi penurunan akreditasi), itu ekspos di media massa. Ini kan negara hukum, saya kira Mas Menteri (Nadiem Makarim) sangat paham itu. Sehingga peraturan-peraturan serba tertulis. Kalau belum menjadi produk hukum akan menambah kegaduhan," ujarnya. ( Tribunjogja.com )
