Ekspedisi Gunung Tambora 1951
EKSPEDISI TAMBORA 1951 : Turunnya Tugas Menuju Kaldera Gunung Tambora
Dinas Gunung Berapi waktu itu dipimpin orang Belanda, Drs GA de Neve. Diperintahkan agar 4 pegawai DGB berangkat tugas ke Tambora pada 17 Maret 1951
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Akhirnya De Neve bersicepat mengirimkan surat kawat, berisi pemberitahuan ke berbagai pihak yang sudah telanjur menyiapkan kedatangan tim DGB ke Tambora.
“Menjusul kawat no 457 tanggal 9-3 titik rombongan dinas gunung berapi tidak djadi berangkat titik berangkat 10 april titik surat menjusul titik”.
Demikian kutipan surat kawat yang dikirimkan De Neve ke berbagai pihak. Ekspedisi diundur sebulan dan disiapkan berangkat 10 April 1951.
Insiden ini menimbulkan dampak signifikan pada masa itu, karena segala sesuatu termasuk logistik basah maupun kering, serta penyambutan lokal yang telanjur sudah disiapkan masak-masak.

Singkat cerita, sebulan kemudian, misi penugasan ke Tambora dijalankan. Pada 6 April Chatib dan Hamim serta dua pegawai DGB lain naik kendaraan berangkat ke Jakarta membawa peralatan.
Adnawijaya dan Rukman menyusul 8 April naik kereta api. Mereka diberitahu segala sesuatu terkait keberangkatan diurus kantor pusat Djawatan Pertambangan di Jakarta.
Ternyata urusan itu tidak beres juga. Beruntung Chatib mampu membereskan tiket sendirian, tanpa pertolongan kantor pusat.
Akhirnya 10 April 1951 Adnawijaya, Chatib, Rukman dan Hamim berangkat naik kapal De Eerens tujuan Pulau Sumbawa. Perjalanan panjang dan berat dimulai hari itu.
Butuh waktu enam hari kapal tiba di Labuhan Badas Pulau Sumbawa. Kapal berhenti lama di Pelabuhan Tanjungperak Surabaya memuat barang dan penumpang.
Keterlambatan itu membuat rombongan terpisah di Sumbawa dan Bima, karena peralatan tidak bisa diturunkan di Sumbawa. Hamim dan Rukman mengawal bagasi dan peralatan turun di Bima.
Di Sumbawa tim dijemput Abdul Wahab, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumbawa. Adnawijaya dan Chatib diantarkan ke penginapan.
Selama menunggu kedatangan tim dari Bima, Adnawijaya dan Chatib melakukan survey di sejumlah kawasan pesisir Sumbawa sembari mencari perahu motor sewaan.
Baru 20 April, Hamim dan Rukman tiba di Sumbawa berikut semua barang bawaan mereka. Kesulitan muncul ketika perahu motor sewaan tak kunjung didapat.
Perahu itu sedianya akan dipakai untuk bergeser ke Labuhan Kananga, titik awal perjalanan menuju puncak Tambora.
Akhirnya mereka hanya mendapatkan perahu jukung layar, yang akan bergerak menanti tiupan angin. Petang itu pukul 18.00, tim nekat berangkat mengarungi laut.