Ekspedisi Gunung Tambora 1951

EKSPEDISI TAMBORA 1951 : Dicegat Pacet Penghisap Darah Tak Terhitung Banyaknya

Ini merupakan pengalaman nyata tim ekspedisi yang ditugaskan untuk meneliti kaldera Gunung Tambora pada tahun 1951

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api)
Tim Ekspedisi Gunung Tambora 1951 

Tanaman rotan semakin sedikit, pohon besar semakin jarang, dan pacet juga menghilang. Jelang sore mereka tiba di pematang yang ditumbuhi alang-alang, langit mulai terlihat. Puncak utara Tambora terlihat dari lokasi ini.

Tapi hanya sebentar karena kabut kemudian menutup rapat puncak gunung. Hawa mulai menusuk kulit, dan menurut sejumlah pekerja, di lokasi itu yang ada tiga pohon cemara besar, WA Petroeschvsky mendirikan bivak ketiga.

Namun karena baru sekira pukul 15.00, mereka tidak mendirikan bivak di lokasi ini. Tim bergerak naik terus di sisa waktu sebelum hari gelap, supaya memperoleh tempat bivak yang bagus dan posisi semakin dekat ke puncak.

Foto tim ekspedisi Gunung Tambora tahun 1951
Foto tim ekspedisi Gunung Tambora tahun 1951 (Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api))

Sayang, hujan turun setelah rombongan berjalan sekira 45 menit. Terpaksa mencari pematang datar dan mendirikan bivak untuk bermalam. Titik itu ada di ketinggian 1.520 meter di atas permukaan laut. Tekanan udara 630 mm, suhu udara berkisar 16 derajat Celcius.

Hari itu, mereka berjalan kaki mendaki sekira 7,5 jam dikurangi 1,5 jam istirahat siang. Semua anggota rombongan masih bersemangat, dan berharap keesokan harinya mencapai titik bivak terakhir sebelum puncak.

Hari berganti, 26 April 1951 menjadi hari penting bagi ekspedisi Tambora. Dari bivak III, rombongan berangkat mulai pukul 07.00. Jalurnya penuh tanaman alang-alang dan glagah, dan satu jenis tanaman “penyiksa” yang disebut “meladi”.

Meladi ini memiliki daun yang jika tersentuh kulit akan menimbulkan efek pedih, gatal, sangat sakit. Daun tanaman ini berbulu tajam dan bisa menembus kain baju, kaus, atau celana tipis jika menyenggol daun ini.

Tanaman meladi ada dua jenis. Satu yang daunnya lebar dan satu lagi berdaun kecil. Meladi daun lebar sangat kuat racunnya. Bagi para perintis jalan warga setempat, tanaman ini sudah mereka kenal baik. Jadi mereka hapal apa yang harus dilakukan jika menemui rumpun tanaman ini.

Setelah merasa melewati rute berat yang memiliki ranjau tanaman meladi, mereka tiba di tegalan meladi yang sangat subur. Tanaman lain tidak ada. Jadi sepanjang mata memandang, kiri kanan, semak belukar meladi menghadang rombongan.

Semua berhenti, termasuk para perintis jalan. Seolah mereka kehilangan akal, seperti tak sanggup lagi menembusnya. Ujian bertubi-tubi, dari hadangan lintah yang brkerumun seperti semut, hutan rotan berduri, dan kini menemui tembok meladi.

Adnawijaya melaporkan, sungguh pertahanan Tambora memang amat sangat kuatnya. “Tegal meladi jang termasjhur djahatnya, melumpuhkan petundjuk dan perintis sehingga bertekuk lutut,” tulis Adnawijaya.

Mendadak kabut datang dan turun hujan lebat. Sebagian lantas mengenakan baju karet, dan tiba-tiba terlintaslah ide cemerlang. Chatib dan Rukman maju membuka jalan, menggempur tegal meladi yang rapat dan terbukalah jalan berikutnya.

Tembok meladi dihajar dan jalur terbuka lebar untuk rombongan berikutnya. Daun meladi berduri tajam bisa dielakkan. Sejam berikutnya setelah mendaki, mereka sampai di pematang yang banyak pohon cemara, alang-alang, tengsek, dan glagah.

Kini, jalur pasir dan batu lava mulai mereka temukan, dan terasa benar rombongan telah sampai di dekat puncak gunung berapi. Lokasi itu ada di sebuah jurang yang dasarnya batuan lava beku (lava bank). Jarum jam menunjuk angka 17.30.

Lama perjalanan hari itu 8 jam, dikurangi 2,5 jam istirahat. Berdasar keterangan pekerja, di lokasi ini WA Petroeschvsky mendirikan bivak untuk para pekerjanya. Vulkanolog itu mendirikan bivak terpisah di lokasi lebih tinggi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved