Penetapan UMP 2022 DIY Pakai Data BPS, Tak Sesuai Rumus KHL, Ini Tanggapan KSPI
Survei pertumbuhan ekonomi yang terbaru telah dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil survei itu nantinya dijadikan formula untuk
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Survei pertumbuhan ekonomi yang terbaru telah dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasil survei itu nantinya dijadikan formula untuk menentukan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini mulai tancap gas untuk membahas penetapan UMP 2022, dengan mengacu pada PP 36 Tahun 2021 tentang pengupahan.
Namun skema penetapan UMP menggunakan PP 36 Tahun 2021 itu dinilai oleh kalangan serikat pekerja di DIY justru mematikan gerak dewan pengupahan yang telah dibentuk.
Baca juga: Wisatawan Makin Ramai, Pemkot Yogyakarta Pastikan Tidak Ada Lonjakan Kasus Covid-19
"Kami sejak dulu menolak PP 36 Tahun 2021, karena penetapan UMP sudah tidak lagi menggunakan survei KHL. Terus fungsi dewan pengupahan untuk apa?" kata perwakilan DPD Konfedarasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) wilayah DIY Irsad Ade Irawan, Jumat (12/11/2021).
Irsad sudah mengetahui saat ini Pemda DIY mulai membahas rencana penetapan UMP 2022.
"Sudah dimulai, makanya dalam pertemuan tadi bersama Disnakertrans DIY kami walk out. Ya karena aturan Cipta Kerja beserta turunannya yakni PP 36 tidak mendukung buruh. Kami menolak PP 36," jelasnya.
Dia menambahkan, yang diinginkan para buruh saat ini ialah upah yang dapat menjamin kehidupan layak para pekerja.
"Bukan menggunakan rumus-rumus (BPS) yang tidak sesuai dengan KHL. Dulu dengan PP 78 pun sama, survei KHL tidak dipakai, tetapi setidaknya kenaikan bisa 6 sampai 7 persen. Sekarang pakai PP 36 kenaikan hanya kisaran 4 persen," tegasnya.
Irsad menilai PP 36 Tahun 2021 tidak berperan banyak dalam penetapan UMP tahun depan.
Sebab dalam praktiknya, dia menilai tidak ada demokrasi melalui dewan pengupahan dalam menenetapkan UMP.
"Mendingan bubarkan saja dewan pengupahannya. Untuk apa ada dewan pengupahan, kalau penetapannya memakai rumus yang itu bisa dilakukan orang-orang akuntansi. Seolah-olah demokrasi padahal enggak demokrasi," imbuhnya.
Kendati kecil kemungkinannya untuk mengubah formula penetapan UMP 20221, nalun Irsad tetap mengupayakan agar pemerintah memakai survei KHL dalam menetapkan UMP tahun depan.
"Sudah berkali-kali kami sampaikan, data KHL Yogyakarta versi kami itu diangka Rp 3 juta. Itu kami survei bersama tim ahli," ungkapnya.
Baca juga: Sempat Terendam, Genangan Lahan Pertanian Gunungkidul Dilaporkan Sudah Surut
Kerisauan para serikat buruh tersebut mendapat dukungan dari Ketua Komisi D DPRD DIY, Koeswanto yang secara tegas mendukung para buruh agar hak kesejahteraan mereka tetap terpenuhi.
Alasannya, Koeswanto melihat pertumbuhan ekonomi di DIY saat ini sudah mulai bergerak, sehingga kebutuhan para buruh harus terpenuhi.
"Saya minta pemerintah DIY memperhatikan kesejahteraan buruh. Sekarang ekonomi mulai tumbuh, kan harus diimbangi dengan daya beli," terang dia.
Koeswanto mendukung ada kenaikan UMP 2022 mendatang di DIY, sesuai harapan para serikat pekerja. (hda)