Imbas Meledaknya Klaster Takziah, Pembelajaran Tatap Muka di Tiga Sekolah di Sedayu Dihentikan

Imbas Meledaknya Klaster Takziah, Pembelajaran Tatap Muka di Tiga Sekolah di Sedayu Dihentikan

Penulis: Santo Ari | Editor: Hari Susmayanti
istimewa
Wakil Bupati Bantul Joko Purnomo 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Jumlah warga yang terpapar Covid-19 dari klaster takziah di Kabupaten Bantul terus bertambah.

Imbasnya pembelajaran tatap muka (PTM) tiga sekolah di Kepanewon Sedayu harus dihentikan untuk sementara waktu.

Wakil Bupati Bantul sekaligus Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bantul, Joko Purnomo mengungkapkan, bahwa saat ini akumulasi kasus Covid-19 di Kapanewon Sedayu menjadi 28 orang.

Dari klaster tersebut, virus juga menyebar ke Kapanewon lain, yakni di Kapanewon Kasihan ada 9 kasus, Kapanewon Pajangan 6 kasus, Kapanewon Srandakan 2 kasus, Kapanewon Bambanglipuro 1 kasus dan Kapanewon Sewon 1 kasus.

Selain di Bantul, penularan Covid-19 juga menyebar ke 3 kabupaten lain di DIY. Dari data 3 November kemarin, sebanyak 53 kasus penularan Covid-19 terjadi di Kabupaten Sleman,  4 kasus di Kulonprogo, dan satu kasus di Gunungkidul.  

Joko mengatakan, penambahan kasus dalam klaster tersebut juga terjadi di salah satu SMP di Kapanewon Sedayu.

Dengan demikian, saat ini ada 3 sekolah yang tutup sementara akibat meledaknya klaster takziah di Sedayu yakni SD N Sukoharjo, SMP N 2 Sedayu dan SMK N 1 Sedayu.

"Selain SMK, ada SD dan SMP di Sedayu yang ditutup. Jadi ada 3 sekolah yang ditutup sementara di sana (Kapanewon Sedayu)," ujarnya saat ditemui Kamis (4/11/2021).

Baca juga: Muncul Klaster Takziah di Bantul, Satpol PP DIY Minta Satgas Covid-19 RT/RW Tak Dibubarkan

Baca juga: Kasus Covid-19 dari Klaster Takziah di Bantul Menyebar hingga Sleman, Gunungkidul dan Kulon Progo

Dalam kesempatan itu, Joko mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor penyebab klaster tersebut meledak.

Melihat munculnya kasus pertama dan perkembangan kasus berikutnya, pihaknya menganalisa bahwa ada ketidaktaatan terhadap prokes dan ada ketidakpercayaan masyarakat terhadap Covid-19.

Hal itu dapat terlihat dari kejadian pertama klaster itu muncul di mana warga memakamkan jenazah suspect Covid-19 tanpa protokol kesehatan, padahal dalam hasil swab yang dilakukan, pasien meninggal tersebut dinyatakan positif Covid-19.

Selain itu, warga yang telah kontak erat dengan pasien potifif Covid-19 juga tidak menjalani karantina.

"Kita juga lihat ada ketidaktaatan terhadap karantina yang seharusnya dijalankan seseorang yang berstatus kontak erat. Akibatnya penyebaran terjadi cepat meluas karena locus kejadian terjadi di tempat berkumpul," ungkapnya.

Ia menduga masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan secara disiplin dan menyebut orang masuk dalam tracing dan menjalani swab justru nekat berpergian atau tidak taat karantina, sehingga kasus cepat menyebar apalagi orang terpapar Covid-19 kategori orang tanpa gejala (OTG).

Untuk memutus rantai penyebaran kasus tersebut, Joko mengatakan bahwa Dinas Kesehatan telah melakukan tracing dan testing secara masif kepada mereka yang kontak erat dengan pasien positif Covid-19.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved