Tak Bisa Ikut Pemilihan, Pendukung 7 Calon Lurah di Sleman Mengadu ke Wakil Rakyat
Puluhan massa yang tergabung dalam aliansi pendukung 7 calon lurah terdampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mendatangi gedung Dewan Perwakilan
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Puluhan massa yang tergabung dalam aliansi pendukung 7 calon lurah terdampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sleman, Rabu (13/10/2021).
Mereka mengadu kepada wakil rakyat sebab, calon lurah yang selama ini didukung tiba-tiba dianggap "dicoret" dan tidak bisa mengikuti pemilihan lurah (Pilur) 2021 karena terdampak oleh putusan MK nomor 42/PUU/XiX/2021 tentang penetapan batas maksimal jabatan kepala desa tiga periode.
Koordinator pendukung 7 Calon Lurah yang Terdampak Putusan MK, Tri Wahyu Widodo mengungkapkan, sejauh ini santer beredar kabar bahwa calon lurah di Madurejo dan 6 calon lurah lainnya telah dicoret.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kecelakaan di Jalan Umum Nagung-Brosot Kulon Progo, 2 Orang Meninggal
Padahal belum ada keputusan. Alhasil, disamping mengalami kerugian moril dan materil hal tersebut juga memicu munculnya suasana yang tidak kondusif dan gejolak di masyarakat.
Terutama sesama pendukung saling bersitegang. Bahkan, ada yang nyaris terlibat dalam perkelahian. Sebab itu, massa yang mengatasnamakan aliansi pendukung 7 calon lurah terdampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadu ke wakil rakyat.
"Kami berupaya menyampaikan ke dewan, agar calon kami bisa tetap mengikuti Pilur ditanggal 31 Oktober," kata Tri Wahyu Widodo, ditemui di gedung DPRD Sleman.
Selama ini segala tahapan bagi ke-7 calon telah dilalui. Bahkan telah di tetapkan menjadi calon sehingga menurutnya berhak ikut dalam kontestasi.
Ia berharap, dengan tetap mengikutkan 7 calon lurah dalam pemilihan, maka bisa meredam gejolak sosial yang ada di masyarakat.
Tri menilai putusan MK nomor 42/PUU/XiX/2021 adalah bentuk gugatan uji materi di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan belum diakomodir Kemendagri sebagai acuan penjelasan pelaksanaan Pemilihan Lurah terkait dengan jabatan tiga kali.
Sedangkan, proses Pilur di Sleman selama ini sudah berjalan dan sesuai dengan persyaratan yang ada di Kabupaten Sleman.
Sebab itu, menurut dia, putusan MK tersebut, seharusnya tidak serta merta langsung dipakai di Kabupaten Sleman.
"Karena gugatan MK tidak ada hubungannya dengan Kabupaten Sleman," ucap dia.
Diketahui, adanya putusan MK tersebut berdampak pada pelaksanaan Pilur serentak di Bumi Sembada.
Ada 7 calon yang tidak bisa melanjutkan pencalonan. Satu di antaranya adalah Sukarja, calon lurah di Madurejo, Prambanan.
Sebagai pendukung calon tersebut, Tri mengaku sangat dirugikan. Ia berpendapat, Pemerintah Kabupaten Sleman harus mengambil risiko terkecil yaitu tetap melanjutkan pencalonan 7 calon lurah.
Jika nantinya lurah yang didukung terpilih, pihaknya sebagai pendukung mengaku siap dan bersedia meladeni segala gugatan.
"Tapi kalau Pemkab Sleman tetap akan mencabut izin, kami selaku pendukung dari calon lurah terdampak akan mengambil langkah-langkah hukum untuk memperjuangkan hak kami," ungkap dia.
Baca juga: Sebanyak 90 Sekolah di Bantul Menggelar Pemilihan Osis Secara Online melalui e-Pemilos
Sementara itu, Wakil Ketua 1 DPRD Sleman, Arif Kurniawan menghormati dan mengapresiasi pandangan yang telah disampaikan masyarakat mengenai Pilur dan putusan MK.
Pihaknya mengaku menampung aspirasi tersebut dan akan segera didiskusikan bersama Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo.
Kira-kira apa telaah hukum yang bakal dilakukan Bupati untuk menyikapi putusan MK tersebut.
Sebab, adanya putusan MK tersebut dinilai sebagian masyarakat, merugikan. Terutama bagi calon-calon yang terdampak.
"Makanya, kami mendorong segera, Bupati membuat keputusan, membuat kebijakan untuk mengakhiri polemik ini," kata dia. (rif)