Yogyakarta

Jalan Terjal Transpuan di DI Yogyakarta Dapatkan KTP, Perjuangkan Hak Dasar Warga Negara

Pembuatan KTP untuk transpuan baru ada kejelasan ketika program vaksinasi Covid-19 mulai digaungkan di Indonesia, termasuk di DIY.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Transpuan di DI Yogyakarta melakukan perekaman data untuk KTP 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Layaknya penumpang gelap dalam sebuah kapal, seperti itulah keadaan 17 kawan-kawan transpuan di DI Yogyakarta yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Mereka tak bisa mendapatkan hak dasar hidup di negeri Indonesia juga tak bisa mengakses layanan yang diberikan negara.

Paling menyedihkan, mereka tak bisa mendapatkan vaksinasi Covid-19 yang digadang-gadang mampu membuat tubuh menjadi lebih kebal terhadap virus Sars-CoV-2 di masa pandemi ini.

“Pembuatan KTP sebagai transpuan itu cukup sulit. Kami sudah sejak 2011 berupaya untuk membuat KTP, tapi pasti dipingpong sana sini. Prosesnya lama, tidak ada kejelasan dan berbelit-belit,” ungkap Mikha, seorang transpuan dari Yayasan Keluarga Besar Waria Yogyakarta (Kebaya) kepada Tribunjogja.com.

Baca juga: Cerita Transpuan DI Yogyakarta Sulit Akses Fasilitas Kesehatan, 11 Orang Meninggal di Masa Pandemi

Pembuatan KTP untuk transpuan baru ada kejelasan ketika program vaksinasi Covid-19 mulai digaungkan di Indonesia, termasuk di DIY.

Sejak bulan April-Mei 2021, di masa vaksin Covid-19 pertama, Mikha dan tim Kebaya sudah berupaya mengadvokasi 17 kawan-kawan transpuan untuk mendapatkan KTP agar mereka juga bisa mendapatkan vaksin Covid-19.

Namun lagi-lagi, prosesnya berlangsung lama dan tidak segera jelas.

“Kami selalu dianggap ingin mengubah kelamin di KTP, padahal KTP bagi kami bukan tentang kelamin, melainkan hak kami mendapatkan akses untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diberikan negara,” jelasnya.

Tanpa KTP, transpuan tidak bisa mendapatkan vaksin Covid-19, tidak bisa mendapatkan bantuan sosial hingga akses kesehatan.

Padahal, negara wajib mendata penduduk rentan administrasi kependudukan sesuai amanat Permendagri Nomor. 96 Tahun 2019.

Setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan kartu identitas, tak terkecuali transpuan.

“Sebenarnya, kami semua ini paham kalau jenis kelamin tidak bisa diubah di KTP, kecuali sudah melalui operasi transeksual dan mengesahkannya di pengadilan. Kolom kelamin di KTP kami juga masih sesuai dengan keadaan di saat lahir dulu,” paparnya lagi.

Baca juga: Cerita Ponpes Al-Fatah Bantul yang Ditinggali Para Waria Saat Corona Melanda

Angin segar datang ketika Pemda DKI Jakarta mulai mengeluarkan KTP untuk transpuan.

Spirit yang sama juga akhirnya berhembus ke DIY.

Pemda DIY mulai melakukan skrining terkait NIK transpuan.

Skrining untuk memastikan apakah mereka sudah pernah memiliki KTP atau belum.

Jika sudah, maka Pemda DIY akan dengan mudah untuk mencetak kembali atau dibantu surat pindah.

Jika belum, maka transpuan harus segera mengurus berkas-berkas demi mendapatkan NIK.

“Ya, permintaan kami, KTP bagi transpuan itu tidak hanya untuk vaksinasi Covid-19 saja, tapi juga memenuhi kebutuhan dasar mereka. Yang terlacak itu ada dua dari Sleman, sisanya tidak ada,” ungkapnya lagi.

Akhirnya, 15 transpuan tanpa identitas itu mau tidak mau harus menyiapkan administrasi demi membuat KTP.

Dari sini, permasalahan kembali muncul.

Baik pemerintah kota maupun kabupaten, tempat para transpuan banyak berasal, memiliki kebijakan sendiri-sendiri.

Di Kota Yogyakarta, awalnya, mereka harus menumpang NIK dulu baru dibuatkan KTP dan Kartu Keluarga (KK).

Baca juga: Kisah Mami Vin, Berjuang Merawat Para Waria Penderita HIV di Yogyakarta

Akan tetapi, kendalanya adalah, tidak semua orang di lingkup RT maupun RW itu berkenan apabila NIK mereka ditumpangi transpuan. Ini menjadi masalah baru bagi transpuan.

Sedangkan di kabupaten, untuk mengurus KTP harus memiliki surat pengantar, dilengkapi KK yang ada nama transpuan tersebut. Intinya, mereka harus kembali ke daerah asal.

“Saya mengalami sendiri untuk bikin KTP di kabupaten, saya harus kembali ke daerah asal, padahal hubungan saya dan keluarga tidak baik-baik saja,” ungkapnya.

Padahal, Mikha sudah masuk kategori orang terlantar dan bisa mendapatkan identitas tanpa harus pulang ke rumah.

Akhirnya, dia mengalah. Dia meminta keluarga untuk memasukkan lagi namanya ke dalam KK ibu dan surat pindah dari tempat asal ke tempat domisili.

“Ya begitu sulit. Beruntung di Kota Yogyakarta sudah ada dua yang mulai bisa mengurus KTP. Tinggal 12 sekarang yang masih belum dapat NIK. 2 sudah terlacak dan 1 meninggal,” tambahnya.

Kepala Bidang Kependudukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Yogyakarta, Bram Prasetyo menyampaikan, terdapat delapan transpuan yang sudah mengajukan permohonan untuk memperoleh KTP-el dan KK. 

Baca juga: Kisah Anggota Ponpes Waria Al-Fatah Bantul Saat Pandemi, Sempat Tidur di Area Tugu

"Kebetulan, kemarin yang mengajukan itu dari paguyuban kelompok Kebaya. Nah, mereka mengirim data ke provinsi, dan kota kabupaten diminta menindaklanjutinya. Berdasar data itu, di kota ada delapan," ujar Bram sesuai dengan yang diberitakan Tribunjogja.com beberapa waktu lalu.

Adapun berkas-berkas persyaratan yang diperlukan adalah surat pengantar dari RT dan RW setempat. 

Berikutnya, mengisi formulir identitas, surat pernyataan tidak memiliki dokumen kependudukan, surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani pemohon dan diketahui oleh ketua organisasi atau pendamping kelompok. 

"Kemudian, harus ada surat pernyataan dari ketua LSM, atau organisasi pendamping yang bersedia jadi penanggungjawab penduduk untuk dimasukan dalam KK-nya," tambah Bram. 

"Rata-rata mereka memang bukan penduduk kota. Tapi bertempat tinggal di kota sudah lama, lalu asimilasi dengan masyarakat baik dan RT/RW juga merespon," pungkasnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved