Kera Jenis Makaka di Merapi Turun Gunung, Begini Penjelasan TNGM

Aktivitas Gunung Merapi yang tinggi akhir-akhir ini tidak dapat dijadikan kesimpulan turunnya kelompok kera itu ke lereng Merapi.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
Tribun Jogja
Ilustrasi kera ekor panjang (Macaca fascicularis). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Beberapa kera ekor panjang dikabarkan terlihat berlarian dari puncak gunung merapi menuju ke Desa Ngori, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang pada Selasa (24/8/2021) siang.

Hal itu turut dibenarkan oleh Kasubbag Tata Usaha (TU) Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Akhmadi saat dikonfirmasi.

Namun pihaknya belum memastikan secara detail penyebab sekelompok kera itu turun gunung hingga ke Desa Ngori.

Termasuk kesimpulan adanya aktivitas kegempaan yang tinggi di puncak gunung merapi.

Baca juga: Monyet Lereng Gunung Merapi Menjarah Makanan, Resahkan Pedagang di Wisata Tlogo Putri Sleman

"Karena kami juga perlu menganalisis terkait kegempaan gunung merapi ini. Dan yang kami jadikan patokan ya dari BPPTKG," katanya.

Ia menuturkan, aktivitas Gunung Merapi yang tinggi akhir-akhir ini tidak dapat dijadikan kesimpulan turunnya kelompok kera itu ke lereng Merapi.

Pasalnya, dirinya mengklaim dalam tiga bulan terakhir tidak ada perubahan signifikan terkait aktivitas Merapi.

"Artinya masih dianggap level siaga meskipun kemarin ada beberapa durasi letusan awan panas," terang Akhmadi.

Hal yang menjadi patokan jika ada aktivitas gunung merapi yang tinggi hingga mengakibatkan para satwa terusik, menurutnya bukan hanya satwa jenis kera saja yang melakukan migrasi, namun satwa lainnya juga sudah pasti ikut turun gunung.

Sebab, ia mengatakan ada satwa jenis lain yang lebih sensitif jika ada kegempaan di gunung Merapi di antaranya satwa jenis lutung dan kijang.

Baca juga: Dinilai Meresahkan, Kalurahan Purwodadi Tepus Berencana Kurangi Populasi Kera Ekor Panjang

"Identiknya begitu, mereka turun kemungkinan besar untuk mencari makan. Karena kalau terkait kegempaan, seharusnya ada satwa yang lebih sensitif lagi yakni lutung dan kijang," ujarnya.

Pihak TNGM sementara ini menganalisa sekelompok kera tersebut turun gunung lantaran ada beberapa sebab lain.

Pertama, Akhmadi memprediksikan stok pangan untuk kera Makaka di puncak sudah mulai menipis.

Hal kedua, menurutnya bisa jadi turunnya Makaka ke lereng Merapi lantaran aktivitas manusia di puncak sedikit berkurang, sehingga para kera itu merasa aman untuk beraktivitas di wilayah lain.

"Kalau bukan karena aktivitas kegempaan merapi, bisa jadi mereka turun karena ini kan kemarau, ketersediaan pangan untuk Makaka di puncak berkurang. Hal kedua, bisa jadi karena aktivitas manusia di puncak berkurang jadi kera-kera itu merasa aman-aman saja kalau turun," tuturnya.

Dua prediksi itu sangat dimungkinkan, sebab beberapa waktu lalu, Akhmadi mendapat kabar jika kera yang sejenis juga turun gunung hingga ke kawasan wisata di Kaliurang.

Baca juga: Aktivitas Vulkanik Gunung Merapi Masih Tinggi, BPBD Magelang Pastikan Tetap Siaga

"Kemarin kan sama, obyek wisata ditutup kera-kera itu jadi turun. Karena memang sifat Makaka ini sangat adaptif," jelas Akhmadi.

Masih kata Akhmadi, dibandingkan wilayah lain, kondisi vegetasi bagi para satwa di kawasan Srumbung dikatakan olehnya lebih sedikit dibandingkan dengan lereng Merapi bagian timur.

Dijelaskan Akhmadi jenis vegetasi di kawasan Srumbung termasuk kedalam golongan sekunder, sehingga ketersediaan pangan bagi para satwa lebih sedikit.

"Srumbung itu sekunder, jadi dimungkinkan ketersediaan pangan di sana lebih sedikit dibanding wilayah Timur. Jadi semua ini analisa awal kami, dan kami juga belum bisa observasi karena adanya radius merapi itu," terang dia.

Hingga hari ini pihaknya belum mendapat informasi jiak kera-kera tersebut masuk ke pemukiman warga. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved