Tak Cukup Bukti, Laporan 75 Pegawai KPK Terhadap Pimpinan KPK Tak Dilanjutkan ke Sidang Etik

Tak Cukup Bukti, Laporan 75 Pegawai KPK Terhadap Pimpinan KPK Tak Dilanjutkan ke Sidang Etik

Editor: Hari Susmayanti
KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI
Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/1/2020). 

"Karena dia (BKN) tidak punya, harusnya dia tolak, harusnya ya sudah BKN tolak, tapi tidak, BKN justru melanjutkan prosesnya dan kemudian menggunakan instrumen yang dimiliki Dinas Psikologi AD," jelasnya.

Robert memaparkan, karena akhirnya BKN melibatkan Dinas Psikologi AD, instrumen yang digunakan kemudian didasarkan pada Keputusan Panglima Nomor 1078 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Personil PNS atau TNI di Lingkungan TNI.

"Kembali lagi di lingkungan TNI, dan BKN tidak memiliki dan menguasai salinan dokumen tersebut," kata Robert.

"Padahal dokumen keputusan itu adalah dasar bagi Dinas Psikologi AD untuk melakukan asesmen, karena dia (BKN) tidak memiliki atau menguasai, maka sulit untuk memastikan kualifikasi asesor yang dilibatkan," paparnya.

Padahal, sambung Robert, asesor yang dilibatkan kemudian juga berasal dari BAIS TNI, Pusintel AD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN).

"Sulit memastikan kualifikasi asesor karena BKN tidak memiliki salinan dokumen keputusan Panglima, untuk mengetahui seperti apa profil kompetensi dan kepemilikan sertifikat kompetensi para asesor ini," ucap dia.

Dalam pernyataannya Robert juga menceritakan bahwa BKN tidak melaporkan pada KPK jika pihaknya tidak memiliki kompetensi dalam melaksanakan asesmen TWK, dan akhirnya melibatkan lima lembaga tersebut dalam melakukan asesmen.

"Karena menurut Perkom Nomor 1 Tahun 2021, pelaksanaan TWK dilakukan oleh KPK bekerjasama dengan BKN, jadi wajib disampaikan (pelibatan 5 lembaga lain) dan itu tidak terjadi," tuturnya.

Robert menyebut, dalam temuan Ombudsman akhirnya BKN hanya berperan sebagai observer atau pemantau jalannya TWK, sementara pelaksanaannya dilakukan oleh asesor dari lima lembaga tersebut.

"Maka Ombudsman berpendapat bahwa BKN tidak berkompeten, dan inkompetensi adalah salah satu bentuk maladministrasi," pungkas dia.

Baca juga: Akses Menuju Malioboro Mulai Dibuka untuk Perlintasan Lalu Lintas

KPK Harus Perbaiki

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memperbaiki perbuatan-perbuatan hukum yang telah diambil dalam kebijakan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Hal itu menyusul temuan pelanggaran malaadministrasi dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK.

"Di sana ada implikasi-implikasi perbuatan yang harus dipenuhi yaitu perbaikan terhadap proses dan perbaikan terhadap regulasi," Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).

"Memperbaiki tentang perbuatan-perbuatan hukum yang telah diambil selama ini, jadi tindakan korektif itu adalah langkah pertama yang disampaikan oleh Ombudsman," ucap dia.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved