Yogyakarta
Kehabisan Modal Usaha, 10 Ribu PKL di DI Yogyakarta Memutuskan Berhenti Berjualan
Sedikitnya 10 ribu pedagang kaki lima (PKL) di DI Yogyakarta memutuskan berhenti berjualan karena terus merugi dan tak lagi memiliki modal usaha.
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sedikitnya 10 ribu pedagang kaki lima (PKL) di DI Yogyakarta memutuskan berhenti berjualan karena terus merugi dan tak lagi memiliki modal usaha.
Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) DPW DIY Mohlas Madani mengungkapkan, saat ini pihaknya telah memiliki sekitar 20 ribu anggota yang tersebar di seluruh DIY.
Akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung tertangani, sebagian besar PKL terus mengalami turun omzet.
Bahkan ada juga yang mengalami defisit dan terus merugi.
Bahkan, ada sejumlah anggota APKLI yang memutuskan untuk tak kembali berjualan atau tutup secara permanen.
Baca juga: Malioboro Sepi PKL Memilih Berdiam Diri
"Yang pasti Yogya itu mengandalkan mahasiswa dan wisata. Dua hal ini selama pandemi dan PPKM ini kan mahasiswa tidak ada di Yogya dan wisata juga sedikit. Ini sangat memukul pedagang kaki lima di Yogya," terang Mohlas, Jumat (9/7/2021).
Selain itu, pemerintah juga memberlakukan PPKM Darurat yang semakin mempersulit kehidupan PKL.
Sebab kebijakan tersebut membatasi aktivitas ekonomi masyarakat.
Misalnya, PKL maupun rumah makan pun tak boleh membuka layanan makan di tempat.
Padahal, tidak semua PKL bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa pesan antar makanan secara daring.
"Di Bantul dan Gunungkidul banyak yang berjualan sekarang turun tajam di 70 sampai 80 persen. Gunungkidul yang mengandalkan kekuatan di wisata, karena sekarang sepi mereka juga sepi," paparnya.
Mohlas pun meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan nasib dan kehidupan PKL di tengah pandemi.
Baca juga: ABUJAPI dan Apklindo DIY Gelar Vaksinasi Massal untuk 1.800 Satpam dan Cleaning Service
Sebab, selama ini belum ada bantuan yang menyentuh langsung terhadap kalangan pekerja informal termasuk PKL.
Pihaknya sendiri telah menggandeng mitra untuk dapat memberikan bantuan.
Namun dari pihak pemerintah setempat sama sekali belum ada yang memberikan perhatian.
"Kaki lima sangat terpukul. Yang kami perlukan adlaah ruang dan waktu untuk berdagang. Kedua, karena sudah lama omzet turun kami butuh stimulan permodalan. Kalaupun tidak bantuan untuk hidup seperti sembako dan sebagainya," jelasnya.
Mohlas melanjutkan, sebelumnya, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Bantul sempat meminta data tentang jumlah anggota APKLI yang terdampak pandemi.
Namun hingga saat ini pihaknya belum mendengar kabar lebih lanjut.
"Kami mengirim data-data itu tapi belum ada bantuan," paparnya.
Baca juga: Terdampak Pandemi, Sejumlah Ruko di Yogyakarta Mulai Gulung Tikar
Sementera itu, Kepala Bidang Perdagangan dalam Negeri Disperindag DIY, Yanto Apriyanto mengungkapkan, Disperindag DIY tidak secara langsung menangani PKL.
Sehingga pihaknya belum bisa memastikan terkait upaya pemberian stimulan terhadap para PKL.
"Kami tidak punya kewenangan, kabupaten kota juga sama. Yang melakukan pembinaan biasanya adalah kecamatan langsung. Kami tidak punya kewenangan untuk PKL," terangnya.
Yanto pun meminta pelaku usaha untuk bersabar.
Pemerintah terpaksa melakukan pembatasan mobilitas karena ledakan kasus Covid-19 yang terjadi.
"Ikhtiar PPKM harapannya bisa menurunkan paparan virus korona sehingga kita bisa lebih cepat bisa pulih dan berdagang seperti sedia kala," ungkapnya.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIY, Endang Patmintarsih menjelaskan, sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial berjanji akan menyediakan bantuan sosial kepada masyarakat terdampak kebijakan PPKM.
Baca juga: Pandemi Tak Kunjung Berakhir, Puluhan Hotel dan Restoran di DIY Pilih Gulung Tikar
"Karena kondisi PPKM Darurat, Kemensos melakukan revisi anggaran untuk pengusulan perpanjangan bantuan sosial tunai (BST)," jelasnya.
Rencananya tiap penerima akan mendapat BST senilai enam ratus ribu rupiah.
Namun, jika berkaca pada pengalaman tahun sebelumnya, BST hanya disalurkan kepada masyarakat miskin yang terdaftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Sehingga penyalurannya pun dianggap belum merata.
Saat ini pihaknya tengah mengupayakan agar masyarakat di luar DTKS dapat menerima bantuan tersebut. Sehingga masyarakat terdampak seperti PKL dapat diusulkan sebagai calon penerima manfaat.
Adapun pada 2020 lalu, jumlah penerima BST yang terdata di DTKS berkisar 121.788 orang.
"Nanti penerimanya kita belum tahu, juga kuota yang disetujui pusat. Kita masih menunggu datanya apakah sama atau tidak," jelas Endang. ( Tribunjogja.com )