Gandeng 50 Kader, BBPOM Yogyakarta Ajak Masyarakat Produksi Bahan Pangan Sehat Tanpa Boraks
Gandeng 50 Kader, BBPOM Yogyakarta Ajak Masyarakat Produksi Bahan Pangan Sehat Tanpa Boraks
Penulis: Santo Ari | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Yogyakarta melaksanakan kegiatan Sosialisasi dan Penggalangan Komitmen Kader Keamanan Pangan Rumah Tangga, pada Senin (31/52021).
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha tentang bahaya bleng mengandung boraks.
Bleng merupakan campuran garam mineral konsentrasi tinggi yang dipakai dalam pembuatan beberapa makanan tradisional, salah satunya yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah kerupuk atau lempeng gendar.
Kepala BBPOM Yogyakarta, Dewi Prawitasari mengatakan, produk pangan baik itu pangan segar maupun siap saJi sering kita jumpai di manapun baik di rumah tangga, kantor, restoran.
Tapi masyarakat masih kurang paham dalam pengendalian dan pengawasaan, sehingga dalam konsumsi masih mengutamakan murah meriah asal perut kenyang, tapi belum kepada amankah pangan yang kita konsumsi.
"Padahal pangan yang kita temui kemungkinan masih ada kandungan bahan berbahaya, misal formalin, bleng atau boraks, dan lainnya. Dan dari pengawasan BBPOM, masih sering kita temukan produk pangan yang mengandung bahan berbahaya, salah satunya adalah lempeng gendar," ujarnya.
Kerupuk gendar adalah kerupuk yang sudah dibuat secara turun temurun.
Kerupuk gendar atau kadang disebut gendar adalah kerupuk yang terbuat dari adonan nasi ditambah bumbu/penambah rasa.
Pengolahannya dengan cara dikukus dan ditumbuk kemudian diiris tipis-tipis lalu dijemur kurang lebih 2-3 hari, baru digoreng.
Karena ketidaktahuan, masyarakat sering menambahkan bleng agar adonan kerupuk gendar menjadi kenyal dan mudah diiris.
Bleng yang beredar di pasaran bermacam-macam merk antara lain cap Semar, cap Djago, cap Wayang dan lain sebagainya.
"Nama kimia dari bleng adalah boraks, di berbagai daerah di Indonesia dikenal dengan banyak istilah antara lain bubuk gendar, pijer tjetitet atau air ki," tuturnya.
Baca juga: Respon Pemkab Bantul Soal Wisatawan Dipaksa Bayar Rp20 Ribu Saat Duduk di Gubuk di Parangtritis
Baca juga: Pertolongan Pertama untuk Meredakan Nyeri Akibat Rematik
Bleng ini masih bisa ditemukan di kios penjual bumbu dapur maupun penjual sayuran.
Sementara pembelinya berasal dari pedagang makanan, pengusaha rumah makan/warung dan perorangan.
Bleng, boraks atau juga biasa disebut pijer ini pada dasarnya adalah antiseptik dan pembunuh kuman.
Namun disalahgunakan sebagai bahan tambahan untuk pengenyal puli/gendar dan lempeng/rambak.
Ada juga yang menggunakannya sebagai bahan tambahan untuk bakso, mie basah, puli/gendar, siomay, krupuk rambak agar terlihat lebih kenyal dan bagus dalam segi tampilan.
Dan dalam rangka meningkatkan jaminan pangan kepada masyarakat Indonesia khususnya di DIY, BBPOM melakukan edukasi secara masif dalam kegiatan Aksi Gendarku Bebas Boraks (GeBer).
BBPOM Yogyakarta akan melakukan training of trainer (TOT) sebanyak 50 Kader Keamanan Pangan yang berasal dari masyarakat, PKK, Kader Desa, pelaku usaha dan lain-lain. Kader ini telah diseleksi dan mewakili lima kabupaten/kota.
"Dari 50 kader ini diharapkan dapat menghasilkan 1.000 Duta Gendarku Bebas Boraks yang akan melaksanakan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat lainnya maupun pelaku usaha, bahwa membuat gendar itu bisa tanpa bleng" ujarnya.
Dewi menekankan bahwa pihaknya tidak hanya melakukan pelarangan tanpa memberikan solusi atau alternatif lainya.
Ia menyebutkan bahwa masyarakat atau pelaku usaha bisa mengganti bleng dengan sodium tri poly phosphat (STPP) yang biasanya di pasaran bermerek dengan Misonyal, atau dapat juga diganti dengan tepung kanji/tapioka.
Dalam kesempatan itu ia mengatakan bahwa gendar yang beredar di Yogyakarta memang tidak semua mengandung bleng, namun tetap banyak juga ditemukan gendar yang mengandung bleng.
"Kita harus menghentikan supply demand. Artinya menghentikan supply bahan baku bleng itu sendiri dan menghentikan demand atau permintaan masyarakat terhadap bleng. Kalau masyarakat sudah paham tentang bahaya bleng, maka secara bersamaan supply bisa kita tekan," tandasnya.
Namun demikian, Dewi menjelaskan bahwa BBPOM tak bisa bekerja sendiri untuk Yogyakarta terbebas dari bleng.
Maka dari itu, diperlukan kerja sama lintas sektoral seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang dapat mengatur penjualan bleng atau bahan bahan berbahaya lainnya, kemudian dari Dinas Kominfo juga dapat berbagi tugas untuk sosialisasikan kepada masyarakat, termasuk edukasi dari Dinas Kesehatan. (Tribunjogja/Santo Ari)