Sebanyak 52 Warga Ngaglik Positif Covid-19, Pemkab Sleman Berencana Dirikan Dapur Umum
Pemerintah Kabupaten Sleman berencana membangun dapur umum di wilayah Padukuhan Ngaglik, Kalurahan Caturharjo, Sleman setelah 52 warga di RT 1 dan 2
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pemerintah Kabupaten Sleman berencana membangun dapur umum di wilayah Padukuhan Ngaglik, Kalurahan Caturharjo, Sleman setelah 52 warga di RT 1 dan 2, terkonfirmasi positif.
Dapur umum rencananya akan digunakan untuk mensuplai logistik warga selama wilayah tersebut masih ditemukan kasus aktif. Sehingga diharapkan dapat menekan resiko penularan.
"(Dapur umum) ini baru dibahas. Intinya, kami dorong agar bisa ada dapur umum, meskipun nanti dikaji bagiamana keputusannya," kata Panewu Sleman, Mustadi, ditemui, saat rapat koordinasi di kantor Kalurahan Caturharjo, Rabu (26/5/2021).
Rencana pendirian dapur umum di padukuhan Ngaglik ini sempat dipertanyakan oleh warga.
Terutama warga yang tidak tertular dan berada di zona hijau.
Baca juga: Bila Tidak Bisa Datang ke Masjid, Lakukan Sholat Gerhana Bulan Malam Ini di Rumah, Ini Panduannya
Mereka khawatir pemberlakuan pembatasan yang turut menyasar warga yang negatif Covid-19 akan berdampak terhadap banyak aspek, khususnya ekonomi dan pendidikan.
Terlebih, penjemputan menggunakan ambulans bagi warga positif di RT 1 dan RT 2 Ngaglik itu, sempat viral dengan narasi yang kurang pas.
Mustadi menegaskan, warga Ngaglik yang dinyatakan positif Covid-19 bukan satu padukuhan. Melainkan hanya ada di dua RT.
Rinciannya, RT 1 ada 9 kasus, dan RT 2 sebanyak 43 kasus. Itu pun semuanya sudah menjalani Isolasi.
"38 orang ada di Asrama Haji, 3 di Rumah Sakit. Lainnya isolasi mandiri dirumah karena memiliki balita," terangnya.
Lurah Caturharjo, Agus Sutanto menambahkan, narasi kejadian penjemputan menggunakan ambulans yang viral di media sosial dinilai tidak sesuai kejadian sesungguhnya.
Hal itu, membuat seluruh warga Ngaglik menjadi tidak nyaman. Bahkan, akibat viralnya kejadian itu, dirinya menerima laporan ada puluhan warganya yang disuruh pulang oleh perusahaan tempatnya bekerja, karena ber-KTP Ngaglik. Padahal yang bersangkutan dinyatakan negatif Covid-19.
"Ada puluhan warga yang dipulangkan. Kebanyakan karyawan perusahaan. Ada juga pedagang pasar. Kemarin datang sampai nangis - nangis. Sudah bawa dagangan ke pasar dan sampai sana (pasar) disuruh pulang. Ndak boleh jualan. Padahal dia sudah swab negatif," tuturnya.
Klaster di padukuhan Ngaglik mulai terdeteksi pada tanggal 9 Mei 2021. Awalnya, hanya satu orang yang terpapar kemudian menyebar dan meluas.
Sepekan sebelum lebaran, hanya ada 4 warga yang diketahui terkonfirmasi positif. Namun setelah dilakukan tracing dan testing massal setelah lebaran, jumlahnya berkembang menjadi 52 orang.
Dua di antaranya meninggal dunia. Saat ini, 38 pasien tanpa gejala menjalani isolasi di Asrama Haji, 3 orang dirawat di rumah sakit, dan sisanya isolasi mandiri.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sleman, Eko Suhargono menyampaikan adanya rencana pendirian dapur umum dari Pemerintah Kabupaten bukan berarti aktivitas warga dibatasi total.
Warga yang negatif masih bisa beraktivitas. Namun dianjurkan agar tidak melakukan kontak langsung kecuali urgent atau penting. Bagi warga yang bekerja dan membawa surat bebas Covid-19 tetap diperbolehkan bekerja.
Bahkan, Pemerintah Kabupaten akan memfasilitasi tes swab apabila dibutuhkan secara berkala.
"Yang tidak urgen sama sekali, sementara tidak boleh kontak langsung. Itu yang tidak urgent. Tapi bagi warga yang bekerja, dengan membawa surat bebas Covid kan boleh. Asalkan dengan prokes," tekan dia.
Dapur umum nantinya akan difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Sosial. Lagipula, pembuatan dapur umum, kata dia, bukan hal baru. Sebelumnya Dinsos juga sudah beberapa kali mendirikan fasilitas tersebut, saat menangani klaster di Wukirharjo dan Blekik.
Baca juga: Usai Lebaran, Sekda DIY Sebut Kasus Covid-19 di DI Yogyakarta Secara Umum Terpantau Landai
Sumber Penularan
Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo menegaskan, pasien terkonfirmasi positif di padukuhan Ngaglik hanya berasal dari RT 1 dan 2.
Di mana temuan kasus terbanyak ada di RT 2 dan telah ditetapkan zona merah (resiko penularan tinggi). Lalu, RT 1 zona oranye. Sedangkan RT 3 dan 4 dipastikan masih zona hijau.
Ia mengungkapkan, hingga kini pihaknya belum mengetahui sumber awal penularan di padukuhan Ngaglik. Karena itu, jawatannya langsung melakukan tracing masif dan testing secara massal.
"Tujuannya, untuk memastikan, apakah masih ada penularan atau tidak," ujar dia.
Lanjutnya, Joko memastikan, klaster yang terjadi di Ngaglik bukan efek lebaran. Karena penularan nyatanya sudah terjadi sebelum lebaran.
Bahkan Pemerintah Kalurahan dan Kapanewon sudah melakukan antisipasi dan tracing sejak sebelum lebaran.
"(klaster di Ngaglik) Ini bukan efek setelah lebaran. Karena kasus awal diketahui sebelum itu. Hanya saja problemnya, tracing awal sebelum lebaran tapi laboratorium-nya pada tutup sehingga sampel baru bisa diperiksa setelah lebaran," jelas dia. (rif)