Kabupaten Gunungkidul
Mudik Dilarang, Organda Gunungkidul: Karyawan Kami Makan Apa?
Organda berharap ada solusi dari pemerintah untuk setidaknya meringankan beban pengusaha transportasi yang terpuruk dengan larangan itu.
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Larangan mudik Lebaran jadi upaya pemerintah mencegah ledakan kasus baru COVID-19.
Namun pada sisi lain, kebijakan ini juga berdampak pada sektor usaha transportasi, termasuk di Kabupaten Gunungkidul.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Gunungkidul Henry Ardyanta menyebut larangan mudik Lebaran ini jadi pukulan dua kali bagi pihaknya.
"Sudah dua kali ada larangan mudik, dan dua kali pula kami harus terpuruk dengan kebijakan tersebut," kata Henry dihubungi pada Minggu (02/05/2021).
Ia memahami jika pemerintah tak ingin terjadinya ledakan kasus baru COVID-19.
Baca juga: Mulai Banyak Pemudik Datang, Pemkab Gunungkidul Maksimalkan PPKM Skala Mikro
Namun ia menyoroti tidak konsistennya pemerintah dalam membuat kebijakan.
Henry mencontohkan, ketika larangan mudik diberlakukan sektor lainnya tetap terbuka lebar.
Pada sisi lain, ia merasa tak ada solusi yang ditawarkan pada pengusaha transportasi dengan larangan mudik.
"Sebab dengan adanya larangan mudik, otomatis kami berhenti operasional. Lantas kami harus apa?" ujarnya.
Menurut Henry, berhentinya beroperasi berarti menghentikan aktivitas ratusan karyawan yang menggantungkan hidup pada usaha transportasi.
Alhasil penghasilan pun jadi nihil dengan adanya kebijakan tersebut.
Sedangkan ia bersama para pengusaha lainnya masih diwajibkan untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan.
Hal yang sulit mengingat operasional bus juga sudah terdampak situasi pandemi.
Itu sebabnya, pemilik Perusahaan Otobus (PO) Maju Lancar ini menilai seharusnya kebijakan tersebut tidak asal dibuat.
Sebab ada dampak yang bisa timbul dan harus dipertimbangkan.
Baca juga: Waki Bupati Gunungkidul Minta Pemudik yang Terlanjur Tiba di Kampung Halaman Jalani Isolasi di Rumah
"Kalau berhenti, karyawan kami makan apa? Mereka butuh makan, keluarganya harus makan," kata Henry.
Ia pun mengaku sudah bingung dengan kondisi yang ada.
Sebab kalaupun operasional bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) diizinkan, ada sejumlah syarat ketat yang harus dipenuhi.
Lantaran kebijakan terlanjur diketok, Henry pun kini pasrah.
Ia tetap berharap ada solusi dari pemerintah untuk setidaknya meringankan beban pengusaha transportasi yang terpuruk dengan larangan itu.
"Sudah dua kali mudik dilarang dan kami harus bergerak sendiri. Kami harap ada solusi yang bisa ditawarkan," jelasnya.
Terpisah, Koordinator Satuan Pelayanan (Korsatpel) Terminal Dhaksinarga Wonosari Sularjo menyatakan sudah bertemu dengan pengelola bus AKAP dan para agen.
Pertemuan membahas aturan larangan mudik.
Berdasarkan hasil pertemuan itu, para pengelola bus AKAP hingga para agen disebut memahami kebijakan itu.
Baca juga: Mudik Dilarang, Dinas Pariwisata Gunungkidul Tetap Antisipasi Lonjakan Pengunjung
Mereka pun bersedia mengikuti aturan hingga persyaratan yang ada.
"Kalau semisal nanti tak memenuhi persyaratan, tidak akan kami berangkatkan," kata Sularjo belum lama ini.
Merujuk Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 13/2021, larangan mudik dikecualikan bagi situasi tertentu.
Seperti perjalanan dinas atau dalam kondisi darurat.
Menurut Sularjo, akan ada stiker khusus yang diberikan pada armada transportasi yang memenuhi syarat.
Dokumen resmi pun juga diperlukan sebagai bukti persyaratan.
"Sudah ada rencana (stiker) itu, tapi resminya masih menunggu SE (Surat Edaran)," ungkapnya.( Tribunjogja.com )