KISAH HARI-HARI AKHIR ADOLF HITLER: Sang Fuhrer Menjerit di Bunker Saking Marahnya
Hari ini 76 tahun lalu, tepatnya 22 April 1945, kemarahan Adolf Hitler meledak. Sulit dilukiskan bagaimana ekspresi persis Sang Fuhrer.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com -- Hari ini 76 tahun lalu, tepatnya 22 April 1945, kemarahan Adolf Hitler meledak. Sulit dilukiskan bagaimana ekspresi persis Sang Fuhrer.
Ia kehilangan kendali atas dirinya. Ia seperti mau mengamuk tak terkendali. Jeritnya sulit dicegah. “Sekarang berakhir sudah,” pekik Hitler.
Tubuhnya gemetaran. Wajahnya terlipat-lipat menahan emosi.
Ruang rapat di bunker bawah tanah di Berlin sunyi senyap. Tak seorangpun yang mengelilingi Hitler berani berbicara.
Saat itu digelar rapat militer harian. Jarum jam menunjuk angka 3 sore.
Semua petinggi militer hadir, tak terkecuali Jenderal Jodl dan Keitel.
Hitler mencari tahu kabar Jenderal Felix Steiner.
Steiner, Kepala Pasukan SS, jadi harapan terakhir Hitler, yang menolak kenyataan Tentara Merah sudah mengepung Berlin.
Sehari sebelumnya, 21 April 1945, Adolf Hitler memerintahkan Steiner memimpin serangan umum balasan ke pasukan Rusia di pinggiran selatan Berlin.
Itu perintah yang senyatanya tidak pernah dilaksanakan.
Jaring kekuasaan Nazi atas militer Jerman mulai rontok.
Jenderal Koller paginya berusahan mencari tahu posisi Steiner di selatan Berlin. Tapi ia tak menemukan jejaknya. Begitu juga pasukannya.
Di hari yang muram pada 22 April 1945 itu, sejak subuh Hitler tak jauh dari pesawat telepon.
Ia terus berusaha sekuat tenaga mengetahui perkembangan perintahnya pada Steiner. Tapi tak seorangpun yang memberinya informasi cukup.
Dua hari sebelumnya, Hitler dalam emosi yang morat-marit, meriung di tengah para perwiranya.