JPW Soroti Beberapa Kejanggalan Kasus Klitih di Jalan Ngeksigondo Yogyakarta

Kali ini, korbannya seorang pelajar bernama Kevin (15). Ia menjadi korban klitih di depan RSKIA Jalan Ngeksigondo Prenggan Kotagede

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh
Ilustrasi Klitih 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aksi kejahatan jalanan atau klitih kembali terjadi di Kota Pelajar, Yogyakarta, dan ironisnya terjadi di saat bulan suci Ramadan.

Kali ini, korbannya seorang pelajar bernama Kevin (15). Ia menjadi korban klitih di depan RSKIA Jalan Ngeksigondo Prenggan Kotagede, Yogyakarta.

Peristiwa terjadi pada Rabu (14/4/2021). Akibatnya, korban bernama Kevin mengalami luka serius. 

Rahang atas pecah dan batang hidung patah.

Kerabat korban meminta keadilan atas kasus ini. Sementara, pelaku tidak dilakukan penahanan.

Jogja Police Watch (JPW) menyerukan beberapa hal terkait kasus ini.

Kadiv Humas JPW, Baharuddin Kamba, mengatakan JPW menyampaikan rasa prihatin dan duka atas luka yang dialami oleh korban bernama Kevin.

"Semoga lekas sembuh," imbuhnya, Senin (19/4/2021).

Ia melanjutkan, JPW menilai ada kejanggalan sekaligus pertanyaan terhadap pernyataan Kapolsek Kotagede, Kompol Dwi Tavianto.

Pertama, Kapolsek Kotagede Yogyakarta memastikan jika gerombolan pelaku tak memiliki niat untuk mencari masalah saat melintas di RSKIA setempat.

Baharuddin mempertanyakan apa landasan hukum yang dipakai oleh Kapolsek Kotagede Yogyakarta mengatakan hal tersebut.

Sementara, pelaku D sudah membawa batu sejak awal meskipun pengakuan dari rekan pelaku tidak mengetahui.

Kedua, terkait pasal 351 ayat (2) KUHPidana yang berbunyi: " jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun".

Namun, kasus dengan pelaku berinisial D disebut masih di bawah umur. 

Menurut Pasal 1 angka 3 UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Yang menerangkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan  tindak pidana.

"Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi yang hanya dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan. Yakni diancam pidana penjara di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana," tutur Baharuddin.

Ia menjelaskan, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan keadilan restoratif.

"Nah apakah proses diversi sudah dilakukan atau belum? Dan proses peradilan pidana anak akan dilanjutkan jika proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan tidak dilaksanakan," beber Baharuddin.

Terakhir, lanjutnya, Polsek Kotagede Yogyakarta terkesan buru-buru dengan tidak melakukan penahanan terhadap pelaku D.

Menurutnya, diharapkan ada itikad baik dari pelaku, minimal membesuk korban bernama Kevin di rumah sakit dan meminta maaf kepada korban dan keluarga korban.

"Apa pun dan siapa pun yang melakukan tindak pidana berupa kekerasan (klitih) adalah salah," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved