Rusak Hutan Mangrove, Warga Bantul Tolak Tambang Pasir di Muara Sungai Opak, Minta Polisi Tak Diam
Warga Srigading, Kapanewon Sanden dan Kalurahan Tirtohargo, Kapanewon Kretek melakukan aksi unjuk rasa di muara Sungai Opak.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Warga Srigading, Kapanewon Sanden dan Kalurahan Tirtohargo, Kapanewon Kretek melakukan aksi unjuk rasa di muara Sungai Opak.
Unjuk rasa tersebut dilakukan karena menolak penambangan pasir pantai ilegal di daerah tersebut.
Koordinator Aksi, Setyo mengatakan penambangan pasir ilegal terjadi sejak lama.
Ada ratusan penambang pasir yang melakukan penambangan ilegal di daerah tersebut.
Baca juga: Kenangan Pemain PSS Sleman Irkham Zahrul Mila di Stadion Mahanan Solo
"Dari lima tahunan ke belakang itu banyak, kalau dihitung-hitung ada 100 sampai 150 datang dan pergi. Penambang ada yang lokal dan ada yang dari luar," katanya, Minggu (18/04/2021).
Ia menyebut dampak penambangan pasir ilegal tersebut berdampak pada kerusakan alam.
Salah satunya adalah hutan mangrove yang musnah.
Menurut dia, hutan mangrove memiliki banyak manfaat.
Selain untuk antisipasi gelombang tinggi, mangrove juga bisa menjadi daya tarik wisata dan penelitian.
Dengan hilangnya hutan mangrove, ancaman abrasi semakin besar.
Sementara itu, Lurah Srigading, Prabowo Suganda menerangkan ancaman abrasi sangat menggangu warga Srigading.
Pasalnya 80 persen warganya mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Sudah lama sebetulnya warga mengamati penambangan pasir. Posisi pasir ini juga merupakan barier agar tidak terjadi abrasi. Penambangan pasir ini akan mengganggu lahan pertanian masyarakat," terangnya.
"Sebanyak 80 persen lebih masyarakat mengandalkan pertanian, bercocok tanam padi, bawang merah untuk kehidupannya. Kalau terjadi abrasi, lahan petani akan terganggu," lanjutnya.