Kisah Guru Pendidikan Agama Honorer, Mengabdi 16 Tahun Tapi Tak Berkesempatan Pengangkatan PPPK 2021

Danu memulai karier sebagai pengajar di suatu sekolah menengah di DIY sejak 2005 dengan SK Kepala Sekolah di tempatnya mengabdi.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Muhammad Fatoni
dok.via Tribun Sumsel
Ilustrasi Guru Pendidikan Agama 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ratusan ribu Guru Pendidikan Agama (GPA) berstatus honorer di Indonesia tengah merasakan ketidakadilan. 

Pasalnya, rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan merekrut 1 juta pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), tidak kunjung memasukkan GPA di dalam formasi perekrutan.

Ketua DPW AGPAII DIY, Ahmad Saifudin, menjelaskan akar masalah ini bermula dari regulasi guru agama yang tidak sinkron antara Kemendikbud dan Kementerian Agama (Kemenag).

"Dari Kemendikbud secara regulasi menganggap guru agama adalah wilayah garapan Kemenag. Namun, sebaliknya Kemenag menganggap guru agama berada di sekolah-sekolah dinas," ujar Ahmad saat dihubungi Tribunjogja.com, Senin (8/3/2021).

"Ini momentum yang menyedihkan dan emosional juga. AGPAII pusat sudah melakukan langkah-langkah audiensi dan dialog (dengan Kemendikbud, Kemenag, DPR RI Komisi VIII, dan Komisi IX). Informasinya 2021 ini akan diberikan formasi untuk guru agama, tetapi tetap tidak ada di pengumuman kemarin," lanjut Ahmad.

Baca juga: Guru Agama Se-Indonesia Ancam Mogok Kerja, Tuntutan Masuk Formasi PPPK 2021 Tak Buahkan Hasil

Baca juga: Sarjana Keguruan Asal Magelang Ini Sukses Buka Usaha Barber Shop, Omzet Rp 60 Juta per Bulan

Seorang GPA honorer di DIY yang tidak berkenan disebutkan identitasnya, sebut saja Danu, membagikan kisah dan riwayat mengajarnya kepada Tribunjogja.com.

Danu memulai karier sebagai pengajar di suatu sekolah menengah di DIY sejak 2005 dengan SK Kepala Sekolah di tempatnya mengabdi.

Hingga 2017, ia masih bertahan dengan status tersebut. 

Sistem pembayaran upah guru honorer di sekolah itu dengan cara penghitungan per jam mengajar dikalikan Rp25.000/jam (pada tahun 2017).

Sehingga, Danu yang setiap bulan memiliki 24 jam waktu mengajar, setiap bulannya memeroleh pemasukan sekitar Rp600.000.

"Kalau dengan SK Kepsek kan sesuai tingkat kemampuan sekolah masing-masing. (Upah) dikalikan per jam, ditambah uang transport," ungkapnya kepada Tribunjogja.com, Selasa (9/3/2021). 

Nasib lebih baik mulai mendatanginya pada 2018.

Danu diangkat menjadi tenaga bantuan pemerintah provinsi (Pemprov) DIY dengan SK Sekretaris Daerah. Saat itu upah bulanannya meningkat menjadi Rp1,5 juta. 

Pada 2019, ia mendapat SK baru dari Gubernur DIY. Dengan begitu, Danu berhak memeroleh gaji lebih tinggi, yakni sebesar Rp2,5 juta, sebab ia merupakan lulusan S-1. 

"Setelah SK Sekda dapat Rp1,5 juta per bulan, lalu dua tahun terakhir SK Gubernur ada upah minimal untuk S-1 Rp2,5 juta. Sudah signifikan juga perubahannya," tutur Danu. 

Baca juga: Guru Agama Menjerit, Tak Masuk Formasi Perekrutan 1 Juta PPPK, Kementerian Lakukan Pembahasan

Baca juga: Disdikpora Bantul Berharap Guru Bisa Dapat Prioritas Vaksinasi Covid-19

Danu saat ini masih memiliki tanggungan satu orang anak yang bersekolah SMA. Sementara, satu anaknya yang lain telah bekerja. 

Ditanya apakah penghasilan yang diperoleh dari mengajar sudah mampu memenuhi kebutuhan bulanannya, Danu mengaku cukup. 

"Kalau saya komitmen hanya mengajar, jadi dicukup-cukupkan. Mudahan-mudahan yang segitu jadi barakah," ucapnya. 

Selain upah minimal, Danu yang sudah memperoleh sertifikasi pengajar juga berhak menerima tunjangan sertifikasi setiap bulannya.

Dengan syarat ia memenuhi target mengajar 24 jam per bulan. 

Berharap diangkat jadi PPPK

Dengan pengalamannya mengabdi sebagai GPA selama 16 tahun belakangan, Danu masih berharap pemerintah dapat mempertimbangkan pengangkatan dirinya sebagai PPPK. 

Ia pun sangat menyayangkan pemerintah pusat yang tidak memasukkan GPA dalam formasi perekrutan PPPK 2021.

"Kalau saya sangat menyayangkan, dari 1 juta perekrutan PPPK, GPA tidak diikutkan di situ. Agama apa pun. Tujuan pendidikan salah satunya adalah pendidikan karakter. Kok pengambil kebijakan tidak berpikir seperti itu?" tandasnya.

"Bisa dikatakakan ini tidak adil. Harusnya para petinggi lebih tahu tujuan pendidikan. Kita tidak ingin generasi nanti orangnya pandai, tetapi culas. Mau dibawa ke mana? Saat ini kesannya pendidikan umum saja yang diperhatikan. Kita kan inginnya orang pandai, tetapi taat beragama," sambungnya. 

Baca juga: PERHATIKAN Langkah-langkah Pendaftaran CPNS 2021/PPPK, Formasi Guru dan Nakes Jadi Prioritas

Baca juga: Bocoran Jadwal Pendaftaran PPPK Guru 2021, Diumumkan Setelah Pembagian Formasi Setiap Instansi

Danu pun berharap paling tidak GPA dapat segera dimasukkan dalam formasi perekrutan PPPK 2021.

Kendati demikian, lulusan S-1 IAIN dan pemegang Akta IV atau surat izin bagi lulusan S-1 non pendidikan untuk mengajar ini memiliki harapan lain.

Yakni, agar Pemprov DIY dapat langsung mengusulkan para tenaga bantuan yang sudah mendapat jam mengajar tetap serta sertifikasi untuk langsung diangkat menjadi PPPK. 

"Harapannya saya kan naban (tenaga bantuan) dan sudah dapat jam tetap juga sertifikasi. Apa enggak bisa Pemda mengusulkan langsung jadi PPPK. Karena kalau ada PPPK (baru) nanti malah berebut. Bisa jadi kami yang tergeser, tidak tahu mau mengajar di mana," ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved