Internasional
Kisah Suster di Myanmar Berlutut di Depan Militer untuk Lindungi Pendemo, Ann Roza Siap Mati
Dalam aksi unjukrasa yang digelar pada akhir Februari, sebuah aksi dramatis terjadi di tengah bentrokan antara demonstrans dengan aparat keamanan
Ann Roza mengatakan, dia langsung pergi keluar saat melihat aparat memukuli demonstran, dan mengaku suasananya seperti perang.
"Saya berpikir lebih baik saya yang mati daripada mereka. Saya menangis sejadi-jadinya. Tenggorokan saya sakit," ungkapnya.
Saat itu, yang ada dalam benak Ann Roza adalah menyelamatkan massa dan menghentikan kekejaman aparat.
Dia mengaku tidak takut karena memikirkan korban dua orang gadis di Naypyidaw dan Mandalay yang ditembak mati.
"Saya berpikir tentang korban yang jatuh di negara ini. Jadi, saya khawatir dengan orang-orang di Myitkyina," ujar dia.
Saat pihak berwenang mencapai pohon banyan, Ann Roza menerangkan, dia langsung memohon mereka untuk berhenti.
Dengan menangis keras, dia meminta kepada tentara dan polisi untuk membunuhnya.
Aparat sempat berhenti beberapa lama.
"Suster, jangan terlalu khawatir. Kami tak akan menembak mereka," kata salah satu aparat yang mendekatinya.
Mendengar jawaban itu, Ann Roza menyatakan, dia khawatir karena massa bisa terbunuh dengan senjata yang lain.
Dalam pikirannya, Ann Roza tidak percaya dengan omongan itu karena dia sudah sering mendengar orang ditembak mati.
Dia membawa para pengunjuk rasa itu ke klinik dan mengobati mereka.
Ada salah satu yang hampir ditangkap karena terjatuh. Dengan sigap, Ann Roza segera mencegahnya karena diyakini orang itu bakal diseret dan dibawa entah ke mana.
"Saya mereka (militer) bukanlah penjaga masyarakat. Kami tidak nyaman dan terjadi penangkapan brutal," jelasnya.
Suster Ann Roza dengan lantang mengkritik aparat yang tak segan-segan membunuh demonstran yang tak mereka sukai.
"Tidak ada yang bisa melindungi warga Myanmar. Mereka harus saling membela dan menolong," tutupnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Suster yang Berlutut di Depan Militer Myanmar Siap Mati demi Lindungi Demonstran