Yogyakarta
Hampir 100 Ribu Pelanggaran Prokes Ditemui Satpol PP DI Yogyakarta Selama Setahun Pandemi COVID-19
Dalam 11 bulan sejak April 2020 lalu, Satpol PP DIY mencatat total pelanggaran prokes yang terjadi di DIY sekitar 99.000 pelanggaran.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Satu tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden RI Joko Widodo mengumumkan dua kasus terkonfirmasi positif covid-19 di Indonesia.
Penyebaran virus COVID-19 pun mulai massif ke berbagai daerah, tak terkecuali di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Masyarakat DIY tentu masih ingat kasus pertama COVID-19 mulai masuk ke DIY menimpa pada bayi tiga tahun yang berdasarkan penelusurannya, bayi tersebut terkonfirmasi positif covid-19 setelah orang tuanya membawa pergi ke Depok Jawa Barat.
Kasus itu diumumkan pemerintah DIY pada 15 Maret 2020, dan dalam waktu sebulan tepatnya pada 15 April 2020 kasus positif covid-19 bertambah, dan pemerintah DIY mencatat ada 62 kasus positif.
Para ahli epidemiologi dan tenaga kesehatan waktu itu berunding untuk mencegah munculnya transmisi lokal.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia Selasa 2 Maret 2021 Pagi, Tambah 6.680 Pasien, Jakarta Masih Mendominasi
Salah satu cara masyarakat diimbau untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan rajin mencuci tangan.
Penegak hukum di pemerintah daerah pun mulai melakukan sosialisasi di bawah arahan Gugus Tugas penangananan COVID-19 yang saat ini berganti nama menjadi Satgas COVID-19.
"Pada awalnya Maret kemarin itu kan kami semuanya tidak ada yang tahu bagaimana itu covid. Semuanya meraba-raba. Kami lakukan soaialisasi. Intinya waktu itu terkait cuci tangan. Kalau pakai masker belum diwajibkan," kata Koordinator Bidang Penegakan Hukum Satgas COVID-19 Noviar Rahmad, kepada Tribunjogja.com, Selasa (2/3/2021)
Pria yang menjabat Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY ini melanjutkan, barulah setelah munculnya anjuran untuk penggunaan masker saat keluar rumah, pihaknya mulai melakukan penertiban penggunaan masker.
Ia mengakui, antara Maret sampai Mei masyarakat DIY panik sekaligus khawatir dengan adanya virus COVID-19.
"Karena kepanikan ketakutan semua masyarakat kalau menyangkut prokes lebih tinggi. Bahkan awal lebaran itu kan lockdown mandiri. Respon masyarakat bagus," jelas Noviar.
Baca juga: WHO Sebut Covid-19 Berpotensi Jadi Endemik, Ini Tanggapan IDI
Dari grafik laporan perkembangan ketaatan masyarakat di tengah pandemi ini, ia menjelaskan selama April hingga Mei kepatuhan masyarakat terhadap penerapan prokes sangat tinggi.
Akan tetapi, lanjut Noviar, memasuki masa new normal atau kenormalan baru pada Juli 2020, aktivitas masyarakat mulai dibuka kembali setelah beberapa tempat melakukan lockdown mandiri.
Adanya kenormalan baru membuat masyarakat yang dulunya tidak beraktivitas, saat itu mulai kembali merintis usahanya dan pemerintah membolehkan masyarakat beraktifitas di tempat kerja dengan penerapan prokes.
"Saat itu lonjakan kasus mulai tinggi. Karena memasuki new normal kan, yang dulunya dibatasi pada Juli lalu aktivitas dibuka. Mulai tidak ada kepatuhan masyarakat memakai masker," ungkapnya.