Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Luncurkan Sekolah Pasar Desa

Civitas akademika dan komunitas Sekolah Pasar di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM meluncurkan program unggulan terbarunya

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
Tangkapan Layar
Peluncuran Sekolah Pasar Desa oleh PSEK UGM secara virtual, Selasa (16/2/2021). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Civitas akademika dan komunitas Sekolah Pasar di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM meluncurkan program unggulan terbarunya, yakni Sekolah Pasar Desa.

Sejak satu dasawarsa terakhir, Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan telah mengembangkan kajian-kajian multi-disipliner menyangkut tata-kelola pasar rakyat (tradisional). 

Berbagai kajian dan rekomendasi kebijakan telah disampaikan baik kepada pemerintah pusat dan daerah, termasuk kepada komunitas pedagang, asosiasi pedagang pasar, dan lain-lain. 

Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Dr Hempri Suyatna MSc mengatakan, program terbaru timnya adalah pendampingan kelembagaan pasar (kabupaten dan desa) dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 melalui pemanfaatan teknologi informasi.

Baca juga: Lafran Pribadi, Legenda yang Bawa Pertama Kali PSS Sleman Naik Kasta

Pada kesempatan Seminar Nasional berjudul “Strategi Penguatan Ketahanan Ekonomi Desa di Era Normal Baru” hari ini, Selasa (16/2/2021), Tim Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM meluncurkan program unggulan baru, Sekolah Pasar Desa

"Sasaran utama program adalah mengembangkan partisipasi warga pasar dalam pengelolaan pasar melalui pelatihan-pelatihan atau majelis-majelis belajar bersama dan pendampingan," ujar Hempri, Selasa (16/2/2021). 

Secara detail, program dan kurikulum Sekolah Pasar Desa dapat dilihat pada laman  www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id.

Hempri menerangkan, pasar desa menjadi tempat produsen, pedagang, dan pelanggan dalam lingkup masyarakat agraris berkumpul.

Tujuan pertukaran yang terjadi tidak hanya ekonomi, tetapi juga interaksi sosial dan budaya. 

Ada yang datang sebagai pemasok (supplier), penjual eceran (retailer), dan pembeli barang dan jasa untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Bagi rumah tangga produsen, jenis dan volume produk seberapa pun hasil pekarangan sempit mereka tetap dapat mereka pertukarkan.

Melalui transaksi ini mereka memeroleh pendapatan (uang) untuk membeli kebutuhan barang dan jasa yang tidak bisa ia usahakan sendiri.

"Hingga kini model “pasar perdesaan” seperti itu masih eksis dan ribuan jumlahnya.

Menurut statistik jumlah pasar rakyat (tradisional) di Indonesia ada belasan ribu, yang diperkirakan separuh atau kurang adalah pasar desa," ungkap Hempri. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved