Sepanjang 2020, Tercatat 1.248 Istri di Sleman Gugat Cerai Suaminya
Data di Pengadilan Agama Kabupaten Sleman menyebutkan, sepanjang tahun 2020, kasus perceraian dengan gugat cerai, atau permohonan cerai
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kasus perceraian di Kabupaten Sleman didominasi cerai gugat.
Data di Pengadilan Agama Kabupaten Sleman menyebutkan, sepanjang tahun 2020, kasus perceraian dengan gugat cerai, atau permohonan cerai yang diajukan oleh istri mencapai 1.248 perkara.
Jumlah tersebut, lebih besar dibanding cerai talak atau permohonan cerai yang diajukan oleh suami, sebanyak 419 perkara.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Sleman Syamsiah mengungkapkan, kasus perceraian lebih banyak disebabkan oleh faktor ekonomi.
"Jadi didalam gugatan lebih banyak karena faktor ekonomi. Ada yang ekonomi kurang, ekonomi tidak ada, maupun tidak diberi nafkah," katanya, Senin (15/2/2021).
Baca juga: Pemuda Sleman Bentuk Gerobak Angkringan untuk Taman Baca Masyarakat (TBM)
Selain faktor ekonomi, menurut dia, pemicu perceraian juga ada yang disebabkan oleh kehadiran pihak ketiga dalam keluarga.
Semisal suami kedapatan selingkuh ataupun sebaliknya.
Kasus perceraian mayoritas diajukan oleh pasangan muda.
Meskipun perceraian yang dimohonkan oleh usia tua juga ada.
Namun, didominasi oleh usia produktif.
Mereka yang menikah diusia dini sehingga secara mental dan cara berfikir belum matang.
Adapun kasus perceraian, lebih banyak dari kalangan swasta.
Didominasi oleh pekerja lepas yang belum memiliki penghasilan tetap.
Meskipun, ada juga yang pegawai negeri sipil dan berpenghasilan tetap.
Bahkan, ada juga yang mengajukan perceraian meskipun dari segi ekonomi sudah mapan.
"Mereka datang kesini, mengajukan permohonan cerai, karena memang sudah tidak ada jalan lain," tutur Syamsiah yang juga sebagai hakim di Pengadilan Agama.
Ia mengatakan, pandemi korona menjadi salah satu faktor maraknya permohonan perceraian yang diajukan oleh istri kepada suaminya.
Meskipun, hal itu tidak secara langsung tertulis dalam gugatan.
Namun, Syamsiah menilai, adanya pandemi berpengaruh besar terhadap ekonomi keluarga, sehingga ada beberapa perkara perceraian disebabkan faktor pandemi.
Kendati didalam gugatan tidak disebutkan secara langsung.
Baca juga: UPDATE COVID-19 di Klaten: 71 Pasien Dinyatakan Sembuh Hari Ini
"Tidak disebutkan karena pandemi, mungkin karena sebelumnya pun ekonomi sudah nggak bagus. Ditambah adanya pandemi, pemasukan turun," terangnya.
Ia mengungkapkan, dalam memutus kasus perceraian, Majelis Hakim di pengadilan agama akan melihat dan menganalisa setiap kasus yang diajukan.
Apabila permasalahan tidak terlalu rumit maka suami-istri akan berusaha dirukunkan kembali.
Namun apabila rumah tangga sudah pelik dan pasangan sudah tidak ingin mempertahankan biduk rumah tangga, maka apa boleh buat.
"Kami menghindari kemudharatan yang lebih besar," paparnya.
Panitera Muda Hukum PA Sleman Titik Handriyani menambahkan, sepanjang tahun 2020, Pengadilan Agama Sleman telah banyak menerima pemohon perkara.
Jumlah yang diterima mencapai 2.234 perkara. Dari jumlah tersebut, perkara yang diputus sebanyak 2.151 perkara. (Rif)