Kepala UPTD RSUP Dr Sardjito Jelaskan Soal Plasma Konvalesen Covid-19 dan Persyaratan Pendonor
Transfusi plasma konvalesen merupakan salah satu terapi tambahan untuk penyembuhan pasien Covid-19.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Transfusi plasma konvalesen merupakan salah satu terapi tambahan untuk penyembuhan pasien Covid-19.
Hal itu dijelaskan Kepala Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, dr Teguh Triyono.
Ia menerangkan, plasma adalah cairan darah yang ada di tubuh kita.
Di dalamnya mengandung air dan berbagai macam antibodi juga zat-zat lain.
"Plasma konvalesen merupakan plasma di dalam tubuh kita yang diperoleh dari seseorang yang sudah mengalami dan sembuh dari Covid-19," ujarnya dalam acara peringatan HUT Ke-39 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta melalui siaran YouTube, Senin (8/2/2021).
• PT KAI Berlakukan Gapeka 2021, Ada Perubahan Jadwal Perjalanan Kereta Api Mulai 10 Februari 2021
Di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus berlanjut, berkembang bahwa plasma ini dapat ditransfusikan kepada pasien Covid-19.
Menurut Teguh, plasma konvalesen sebelumnya sudah banyak dilakukan pada penyakit lain. Khususnya yang terkait dengan penularan virus.
Seperti, terapi ebola, MERS, dan SARS-CoV.
"Kita harus menempatkan pemberian plasma konvalesen ini dengan bijak. Tidak mungkin kita menerapkan ini sebagai hal yang segalanya, tetapi ini menjadi terapi tambahan pasien Covid-19," bebernya.
Sebenarnya, lanjut Teguh, ada satu hal yang masih mengundang masalah dalam transfusi plasma konvalesen Covid-19. Yakni, bahwa pemberian plasma konvalesen sebenarnya diharapkan atau didasarkan pada apa yang disebut sebagai antibodi neutralisasi.
Padahal, saat ini di Indonesia belum ada institusi yang dapat mengukur antibodi neutralisasi dengan ideal.
"Harapan kami sebenarnya pada lembaga Eijkman karena harus menggunakan sistem pengamanan laboratorium level 3. Sekarang Eijkman sedang mempersiapkan ke sana," ucapnya.
"Teman-teman yang sudah mengalami Covid-19 memiliki kesempatan untuk membantu yang sedang menderita Covid-19. Teman-teman penyintas yang saat dirawat kondisinya lebih berat, antibodinya lebih tinggi. Jadi bisa membantu lebih banyak dan lebih sering," sambungnya.
Teguh menuturkan, dirinya tidak sependapat dengan pendapat bahwa penyintas Covid-19 bisa memberikan donor plasma konvalesen maksimal hanya 3 kali.
Menurutnya, sepanjang antibodi donor masih memenuhi syarat, kondisi fisiknya baik, serta sudah lewat 14 hari dari donor terakhir, maka tidak ada masalah untuk mendonorkan kembali.
Syarat khusus donor plasma konvalesen
Teguh mengungkapkan, donor plasma konvalesen tidak bisa diberikan dari sembarang orang.
Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Di antaranya, berumur 18-60 tahun; jenis kelamin laki-laki atau wanita yang belum pernah hamil; dinyatakan sembuh dari Covid-19; tidak reaktif terhadap hepatitis B, hepatitis C, HIV, dan sifilis pada saat donasi; asimtomatik minimal 14 hari; dan memiliki antibodi spesifik.
"Banyak pertanyaan tentang syarat wanita tidak boleh yang sudah hamil. Wanita hamil punya risiko memiliki antibodi saat menjalani kehamilan, itu otomatis akan terbentuk saat seorang wanita sedang hamil. Antibodi ini memunculkan risiko efek samping pada pasien Covid-19, biasanya pasien akan mengalami sesak napas, memberat (kondisinya) setelah 6 jam transfusi, dan mungkin bisa fatal," paparnya.
• Hasil Evaluasi PPKM Jawa-Bali Tahap Kedua, Penjelasan Satgas Covid-19 hingga Pemberlakuan PPKM Mikro
Teguh menambahkan, pelayanan plasma konvalesen per 5 Februari 2021 pukul 17.30 WIB di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta telah mencapai 163 pasien yang sudah dilayani, baik internal dan eksternal.
Yang mana pasien di luar RSUP Dr Sardjito justru mendapat porsi lebih tinggi, yakni 96 orang atau 59 persen.
Menurut Teguh, donor yang dilayani paling banyak berturut-turut adalah golongan darah B, kemudian O, A, dan AB.
"Kami UPTD buka 24 jam. Pengambilan plasma dilakukan dengan metode plasmaferesis, yakni hanya mengambil komponen plasma. Belum semua unit transfusi darah di Puskesmas atau PMI memiliki ini," terangnya. (uti)