Jumlah Pengungsi Gunung Merapi di Purwobinangun Sleman Terus Berkurang
Jumlah warga pengungsi Gunung Merapi di barak pengungsian Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman terus berkurang seiring penurunan aktivitas
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Jumlah warga pengungsi Gunung Merapi di barak pengungsian Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman terus berkurang seiring penurunan aktivitas vulkanik Gunung Merapi pasca rentetan awan panas guguran, hingga mencapai 52 kali pada Rabu (27/1/2021) lalu.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman, Joko Supriyanto mengatakan, warga pengungsi di Purwobinangun akibat bahaya erupsi Gunung Merapi awalnya berjumlah 159 orang.
Saat ini, jumlahnya berkurang.
"(Warga mengungsi) berkurang. Tadi, tinggal 120 orang," ujar dia, Senin (1/2/2021).
Baca juga: Pemkab Klaten Pertimbangkan Penerapan Denda Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan COVID-19
Joko menyampaikan, warga yang mengungsi berasal dari Padukuhan Turgo.
Aktivitas selama di pengungsian, selain kelompok rentan, ketika siang kembali ke rumah untuk memberi makan ternak maupun berkebun.
Lalu, petangnya akan kembali lagi ke barak pengungsian.
Saat ini, aktivitas vulkanik Gunung Merapi, menurutnya, masih relatif aman.
Informasi yang diterima dari BPPTKG, potensi ancaman bahaya masih berada di radius 5 kilometer ke arah selatan-barat daya.
Lalu, luncuran Lava terjauh sekitar 1.000 meter.
Sehingga pemukiman terdekat warga yang ada di Kabupaten Sleman dianggap masih aman.
"Padukuhan Turgo itu jaraknya 6,5 kilometer. Tritis sama Ngandong itu, 7 kilometer. Masih aman," ujar dia.
Disinggung pertumbuhan kubah lava Gunung Merapi, Joko mengatakan, setiap hari gunung dengan ketinggian (2.930 mdpl) dan berada diperbatasan DIY- Jateng itu, setiap hari memang membuat kubah lava.
Akan tetapi, pada fase erupsi efusif sekarang, pertumbuhan kubah lava cenderung tidak begitu besar jika dibanding dengan erupsi sebelumnya.
Menurut dia, pertumbuhan kubah lava saat ini rata-rata hanya sekitar 8 ribu meter kubik per hari.
"Itu kecil sekali. Tidak besar. Dan langsung longsor," ujarnya.
Soal Ternak
Joko menilai, aktivitas vulkanik Gunung Merapi sejauh ini masih cukup aman.
Karena itu, pihaknya belum ada rencana untuk melakukan evakuasi terhadap ternak warga.
Meskipun, apabila ancaman bahaya semakin meluas dan memaksa ternak segera dievakuasi, kandang komunal di Sudimoro menurutnya sudah disiapkan.
Beberapa bagian atap kandang saat ini rusak.
Joko mengaku sudah meminta kepada Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan segera mengajukan anggaran untuk perbaikan.
Begitu juga Organisasi Perangkat Daerah lainnya, diminta segera mengusulkan untuk penanganan erupsi Gunung Merapi.
Baca juga: Perguruan Tinggi Swasta Harus Lebih Kreatif Meningkatkan Animo Pendaftar Selama Pandemi
Semisal, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) mengusulkan untuk menambah toilet portabel di barak pengungsian maupun perbaikan pada jalur-jalur evakuasi yang masih rusak.
Kemudian, Dinas Komunikasi dan informatika mengusulkan adanya pemasangan Wi-Fi di barak pengungsian.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana mendirikan tenda sebagai pos aduan perempuan dan anak.
Lalu, Dinas Perhubungan mengupayakan perbaikan lampu penerangan.
Baik yang ada di jalur evakuasi maupun di barak pengungsian warga.
Joko mengatakan, ada rapat masing-masing OPD untuk mengusulkan anggaran.
"Dalam waktu satu bulan ini, kami minta mengambil langkah-langkah (penanganan)," katanya.
Ia memastikan, tanggap darurat Merapi di Sleman sudah diperpanjang.
Adapun anggaran yang disiapkan untuk penanganan Merapi menggunakan pos Belanja Tak Terduga (BTT) sekitar Rp 30 miliar. (Rif)