Kisah Inspiratif
Kisah Mengharukan Pedagang di Malioboro, Bu Siti Selalu Bersyukur Meski Dagangannya Tidak Ludes
Sang suami telah meninggal 8-9 tahun lalu memaksa dirinya harus tetap menghidupi diri sendiri tanpa bergantung pada empat anaknya.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Bu Siti hanya tinggal berdua bersama satu anak laki-laki.
Baca juga: Pengunjung Malioboro Keluhkan Fasilitas Tombol Penyeberang yang Sudah Lama Rusak
Sang suami telah meninggal 8-9 tahun lalu.
Keadaan itu memaksa dirinya harus tetap menghidupi diri sendiri tanpa bergantung pada empat anaknya.
“Malu kalau bergantung pada anak. Begini saja enggak apa, yang penting tetap sehat,” ungkapnya lagi.
Menjadi penjual makanan ringan di Jalan Malioboro tidaklah mudah untuk Bu Siti.
Sebab, ia harus menempuh kurang lebih 10 km dari rumahnya yang berada di Gamping, Balecatur, Sleman menuju Jalan Malioboro.
Perjalanan yang cukup jauh itu ia tempuh dengan menggunakan bus Trans Jogja dan membayar kurang lebih Rp 7.000 untuk pergi pulang.
Kemudian, ia melanjutkan rute dengan ojek yang dia bayar Rp 10.000 untuk sekali perjalanan.
“Pokoknya saya pulang jam 4 sore. Biar enggak kemalaman. Kejual tidak kejual, saya bawa pulang,” terangnya lagi sembari meminum es degan yang ia pesan di warung sekitar.
Bu Siti tidak memproduksi sendiri.
Makanan ringan itu ia beli dari orang dalam skala besar dan ia bungkus dengan kemasan lebih kecil.
Tangannya sudah tidak kuat.
Seringkali, tangan kanannya itu gemetar begitu saja.
Baca juga: Kendaraan Bermotor Bebas Masuk ke Malioboro Saat Nataru, Penjualan Oleh-oleh Meningkat
“Apa ya ini namanya, tremor. Tangan saya sering begini,” ungkapnya memperlihatkan jempol yang gemetar.
Ia tidak tahu mengapa tangannya bisa seperti itu.