Harga Kedelai Impor Naik
Imbas Harga Kedelai Impor Naik, Mulai Mogok Produksi, Stok Tahu Tempe Berkurang, Hingga Tuntutan
Aksi mogok perajin tahu tempe untuk tidak melakukan produksi pada 1-3 Januari 2021 membuat stok tahu dan tempe di pasaran berkurang.
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Aksi mogok perajin tahu tempe untuk tidak melakukan produksi pada 1-3 Januari 2021 membuat stok tahu dan tempe di pasaran berkurang.
"Di pasar sendiri tahu dan tempe sudah mulai berkurang per hari ini," ujar Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2021).
Semakin langkanya tahu dan tempe di pasar pada akhirnya berimbas pada peningkatan harga komoditas tersebut.
Seperti harga tempe yang kini menjadi Rp 12.000 per papan dari sebelumnya Rp 10.000 per papan.
Dia mengatakan, kenaikan harga tempe sudah mulai terlihat sejak Desember 2020 lantaran harga kedelai impor terus merangkak naik.
Baca juga: Materai Rp 10.000 Mulai Berlaku Awal Tahun Ini, Dokumen Bermaterai Menjadi Rp 5 Juta
Baca juga: Harapan Bupati Kulon Progo Sutedjo di Tahun 2021, Mulai Infrastruktur Hingga Pertanian
Sedangkan pasokan kedelai dalam negeri sebagian besar berasal dari impor.
Abdullah bilang, kondisi tersebut memang dilematis, sebab perajin terus meminta kenaikan harga kepada pedagang, tetapi pedagang menginginkan harga tempe tidak naik dulu karena daya beli masyarakat masih rendah imbas Covid-19.
Kendati demikian, semakin berkurangnya stok tempe di pasar, pedagang mau tak mau menaikkan harganya.
Ia bilang, ini sekaligus untuk mengakomodir perajin yang selama ini tertekan karena naiknya harga kedelai impor.
"Pedagang sendiri terus berusaha merayu perajin untuk mau mengeluarkan stok-stok yang ada, kalau enggak takut pembeli akan kabur. Kami berupaya berkomunikasi dengan perajin agar tahu-tempe tetap ada di pasar walaupun stoknya enggak begitu banyak," jelas Abdullah.
Terpisah, Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta memastikan para perajin tahu- tempe telah melakukan mogok produksi sejak malam tahun baru atau 1-3 Januari 2021.
Hal tersebut sebagai respons perajin terhadapnya melonjaknya harga kedelai sebagai bahan baku tempe-tahu, dari Rp 7.200 per kilogram menjadi Rp 9.200 per kilogram.
"Perajin tempe-tahu alhamdulillah kompak untuk kebersamaan dan waktu mogok kompak selama 3 hari," ujar Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2021).
Menurutnya, Puskopti DKI Jakarta telah mengajukan tiga tuntutan para perajin tahu-tempe kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: JANGAN BOLOS, Besok Hari Pertama ASN Masuk Kerja di Tahun 2021, Ini Pesan BKD DI Yogyakarta
Baca juga: Tunggu Putusan MK, KPU Gunungkidul Belum Tetapkan Paslon Terpilih
Pertama, meminta agar tata niaga kedelai di pegang pemerintah agar bisa menjaga stabilitas harga, sehingga memberikan kenyamanan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) tahu-tempe yang jumlahnya sangat besar.
Ini karena gejolak harga kedelai malah akan menyulitkan para produsen tahu-tempe, serta bisa membebani keuntungan pedagang.
Kedua, meminta pemerintah agar merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006.
Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu-tempe dalam negeri dari kedelai impor.
Hal tersebut bisa saja diatasi dengan produksi tahu menggunakan kedelai dalam negeri, dan produksi tempe menggunakan kedelai impor.
Tentunya pengaturan penggunaan kedelai hanya bisa diatur pemerintah "Swasembada kedelai bukan berarti kita anti-impor, tetapi untuk menyeimbangkan," kata Handoko.
Baca juga: Pemerintah Pusat Kembali Gelontorkan 3 Jenis Bansos Per 4 Januari 2021 Besok, Apa Saja?
Ketiga, meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi hasil produksi kedelai lokal, yang selama ini data statistik menunjukkan produksi kedelai lokal rata-rata mencapai 800.000-900.000 ton.
Angka produksi itu disebut sangat jauh dari kebutuhan kedelai dalam negeri.
"Analisa kami, jumlah produksi kedelai lokal jauh api dari panggang," ujarnya.
Berdasarkan data Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) diperkirakan kebutuhan kedelai untuk produksi para anggotanya sekitar 150.000-160.000 per bulan.
Artinya, tiap tahunnya kebutuhan kedelai berkisar 1,8 juta-1,92 juta ton. (KOMPAS.COM)