Penyelidik BPPTKG Jelaskan Berbagai Ancaman Bahaya Gunung Api, Mulai Awan Panas hingga Tsunami

Penyelidik Bumi BPPTKG, Niken Angga Rukmini menyebutkan, bahaya langsung yang bisa muncul dari gunung api dan potensinya antara lain awan panas

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
tangkapan layar
Penyelidik Bumi BPPTKG, Niken Angga Rukmini dalam Siaran Informasi BPPTKG, Senin (28/12/2020). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gunung api bisa menimbulkan manfaat sekaligus bahaya bagi manusia dan makhluk hidup.

Potensi bahaya gunung api secara garis besar dibagi dua, yakni bahaya tidak langsung sebesar 24 persen dan bahaya langsung sebesar 76 persen. 

Penyelidik Bumi BPPTKG, Niken Angga Rukmini menyebutkan, bahaya langsung yang bisa muncul dari gunung api dan potensinya antara lain awan panas 33 persen, tsunami 20 persen, lahar 17 persen, jatuhan abu 3 persen, longsor 2 persen, balistik atau lontaran 1 persen, dan petir. 

Baca juga: DPRD Kulon Progo : Disdikpora dan Dinkes Perlu Koordinasi Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka 2021

Baca juga: Shalat Dhuha Memiliki Manfaat untuk Kesehatan, Bisa Sembuhkan Diabetes, Ini Penjelasannya

"Sementara bahaya tidak langsung ini misalnya ada hujan abu yang mengandung gas, jatuh di tanaman atau air yang dikonsumsi manusia, lalu mengakibatkan keracunan," ujarnya dalam Siaran Informasi BPPTKG, Senin (28/12/2020). 

Lebih lanjut, Niken menjelaskan tentang tiga ancaman bahaya langsung gunung api yang paling banyak terjadi, yaitu awan panas, lahar, dan jatuhan abu. 

Awan panas atau dikenal warga lereng Gunung Merapi sebagai wedus gembel merupakan suatu aliran dengan suhu dan kecepatan tinggi yang tersusun atas abu, gas, dan batuan vulkanik. 

"Kecepatan awan panas bisa mencapai 100 kilometer/jam. Oleh karena itu, sebelum erupsi masyarakat diimbau untuk mengevakuasi diri terlebih dahulu karena kecepatan awan panas sangat tinggi," tutur Niken. 

Selanjutnya, lahar adalah suatu aliran rombakan yang bersifat sangat pekat akibat adanya percampuran antara material hasil erupsi dan bantuan air. 

Lahar sendiri bisa merupakan kejadian primer yang muncul langsung setelah erupsi atau saat erupsi tidak lama kemudian terjadi hujan maka terjadilah lahar.

Atau juga kejadian sekunder, semisal terjadi erupsi, sebulan setelah itu terjadi hujan. 

Baca juga: Jumlah Pengungsi Gunung Merapi yang Bermalam di Tempat Evakuasi Desa Tegalmulyo Klaten Menurun.

Baca juga: Pasar Saham Kembali Dibuka, IHSG Diprediksi Mengalami Penguatan pada 28 Desember 2020

"Atau juga tidak berhubungan dengan kejadian erupsi, misalnya lahar sudah terendap di sungai kemudian ada hujan dan dia terbawa, menjadi lahar hujan," imbuhnya. 

Bahaya langsung berikutnya, lanjut Niken, ialah jatuhan abu atau hujan abu yang merupakan jatuhnya material yang dihasilkan kolom erupsi gunung api. Abu berjatuhan karena gravitasi. 

Persebaran abu, menurut Niken, sangat dipengaruhi oleh angin. Seperti erupsi Gunung Kelud dengan erupsi yang besar dan angin yang kencang, bahkan abu erupsi bisa terbawa hingga DIY. 

"Potensi dampak abu vulkanik ialah beberapa gangguan pada kehidupan manusia. Hujan abu yang tebal bisa membebani struktur bangunan dan ketika ada manusia di dekat struktur ini bisa menimbulkan korban jiwa. Selain itu, jika abu masuk ke sistem pernapasan akan susah untuk keluar, hewan ternak bisa kesulitan mencari sumber air dan makanan karena tercemar oleh abu, serta mematikan tumbuh-tumbuhan. Lalu lintas penerbangan juga dapat terganggu," bebernya. (uti) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved