Cerita Warga di Pemukiman Dekat TPST Piyungan, Bergelut dengan Bau Menyengat hingga Ancaman Longsor
Warga kampung Lekong RT 06, Bawuran, Pleret itu sudah bertahun-tahun hidup di dekat gunungan sampah di TPST Piyungan.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Lalat hitam terlihat terbang berseliweran. Sesekali nemplok berkerumun didipan kayu, tempat di mana reporter Tribun Jogja bersama seorang warga sekitar TPST Piyungan, Sutamto, duduk.
Warga kampung Lekong RT 06, Bawuran, Pleret itu sudah bertahun-tahun hidup di dekat gunungan sampah di TPST Piyungan.
Lalat-lalat yang terbang lalu-lalang, berseliweran dan hinggap di mana-mana itu tak dihiraukan. Seakan biasa saja.
"Saya asli warga sini, sudah bertahun-tahun tinggal disini," cetusnya.
Lalat dan kerumunan nyamuk saat malam baginya hanya masalah kecil yang dihadapi warga yang bermukim di seputar tempat pembuangan sampah.
Baca juga: Antisipasi Jika TPST Piyungan Tak Kunjung Dibuka, Pemkot Yogyakarta Siapkan Langkah Kedaruratan
Baca juga: Warga di Sekitar TPST Piyungan Minta Drainase Sementara dan Dermaga Pembuangan Disiapkan Lebih Dulu
Ada masalah besar yang dihadapi selain dari serangan dua serangga itu. Yaitu, ancaman longsor dan melubernya air lindi.
Rumah Sutamto dengan gunungan sampah berjarak sekitar 20 meter.
Posisinya, tempat membuang sampah berada di atas bukit, sementara rumah Sutamto berada persis di bawahnya.
"Yang paling saya takutkan adalah longsor, sama air yang mengalir deras ke rumah," tuturnya.
Air deras yang mengalir ke rumah Sutamto itu adalah air hujan yang sudah terpapar sampah.
"Warnanya pekat. Baunya apek menyengat, tidak enak," keluh buruh penambang batu itu.

Ketika hujan deras datang, Sutamto mengaku akan bergegas naik ke atas, menuju tempat pembuangan sampah untuk memantau situasi dan kondisi.
Jika luapan air sudah mulai mengalir karena drainase yang tidak berfungsi baik, maka Ia akan langsung membuat tanggul darurat.
Sarana yang digunakan pun seadanya. Tanggul darurat dibuat dengan tujuan agar dapat membendung luapan air.
"Yang penting tidak masuk ke rumah saya," papar bapak dari dua anak itu.
Di kampung Lekong RT 06, Kalurahan Bawuran bukan cuma Sutamto.
Di sana, terdapat belasan rumah penduduk lainnya.
Persoalan tentang luapan air lindi dan drainase menurut Sutamto sudah sering disampaikan kepada pengelola TPST Piyungan.
Namun diakui dia belum pernah ada respon menggembirakan.
"Sudah sering mengadu tapi belum direspon," ungkapnya.

Warga Minta Drainase Sementara, dan Dermaga Pembuangan Siap Jika TPST Piyungan Ingin Dibuka
Sebelumnya, warga seputar lokasi yang memblokade TPST Piyungan meminta agar Pemerintah menyiapkan terlebih dahulu dermaga tempat pembuangan sampah dan drainase sementara agar air bisa mengalir semestinya saat hujan.
"Kami tidak meminta apa-apa. Cuma itu, tolong dipenuhi terlebih dulu," kata Maryono, sebagai Juru bicara warga ditemui di lokasi.
Permintaan Maryono yang mengaku atas nama warga seputar lokasi bukan tanpa alasan.
Menurut dia, ketika dermaga pembuangan belum siap tapi sudah dibuka maka dipastikan akan terjadi antrean panjang lagi.
Sama halnya seperti beberapa waktu lalu, kata dia, hampir selama satu bulan truk pengangkut sampah mengalami antrean panjang lebih - kurang satu kilometer dikarenakan tempat pembuangan sampah penuh.
Hal itu yang membuat dirinya bersama warga, melakukan penutupan. Sebab, warga merasa sangat terganggu dengan antrean truk yang menurutnya sangat menggangu jalan.
Apalagi, disertai bau menyengat karena sampah dibuang ditepi jalan.
"Silahkan warga masyarakat membuang sampah, asalkan diperbaiki. Kami mohon tempat pembuangan ready dulu," katanya.
Selain soal dermaga pembuangan sampah yang harus disiapkan, Maryono juga meminta agar dibuatkan drainase sementara.
Baca juga: DLHK DIY Sebut Butuh Waktu Seminggu Agar Semua Sampah di Depo Bisa Diangkut ke TPST Piyungan
Baca juga: Masih Terkendala Akses, Sampah di Depo Kota Yogyakarta Belum Bisa Diangkut ke TPST Piyungan
Sebab, ketika hujan deras datang, kata dia, air bercampur limbah meluber masuk ke area pemukiman warga.
Hal tersebut menurutnya sangat menggangu.
"Ini dua hal yang kami minta agar dipenuhi dulu. Lainnnya bisa menyusul," kata dia.
Permintaan lain yang bisa dipenuhi menyusul adalah soal kebersihan.
Maryono mengatakan, warga meminta jalan perkampungan dari jembatan timbang sampai dermaga pembuangan agar rutin dibersihkan.
Jalan tersebut selama ini selalu digunakan lalu lalang kendaraan pengangkut sampah namun jarang dibersihkan.
Panjangnya sekitar 800 meter.

Permintaan lain, kata Maryono, adalah soal penerangan. Warga meminta jalan tersebut selain bersih juga dilengkapi dengan penerangan yang memadai. Selama ini kondisinya, kata dia, selain kotor juga gelap.
"Kami juga meminta agar pemukiman diseputar lokasi TPST Piyungan ini rutin dilaksanakan fogging. Ini permintaan kami dua tahun lalu. Tapi belum terealisasi. Hanya ada beberapa kali saja kami di fogging, setelah itu tidak ada lagi," tuturnya.
Menurutnya, fogging sangat dibutuhkan untuk mengusir lalat dan nyamuk yang selama ini banyak sekali seliweran terbang di area pemukiman warga.
"Sudah ada empat warga kami kena DBD. Jadi mohon, rutin di fogging," kata dia.
Pantauan di lokasi, dermaga pembuangan saat ini dalam proses perbaikan. Sejumlah kendaraan berat sedang bekerja.
Begitu pula kendaraan pengangkut material, terlihat berlalu lalang diseputar TPST Piyungan.
Apabila semuanya sudah siap maka TPST Piyungan direncanakan akan kembali dibuka.
( tribunjogja.com )